[6] Before Concert

2.5K 163 0
                                    


Gadis itu mengerang karena mengantuk. Pagi buta yang membuatnya terbangun adalah mimpi buruk. Ia paling benci jika harus terbangun karena mimpi buruk.

Terutama, mimpi buruk ini dihadiri oleh Revo.

"Sial! Sial! Sial!"

Vita mengacak-ngacak rambutnya yang sudah berantakan. Air liur kering yang menempel di dekat bibirnya, ia bersihkan. Ia kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk tersebut dan memandang langit-langit kamarnya yang gelap.

Terang bulan yang masuk ke dalam kamarnya membantu gadis itu dalam menggunakan matanya. Matanya beredar ke seluruh ruangan kamarnya, hingga tertumbuk pada sebuah foto berbingkai yang ia letakkan diatas meja belajarnya.

"Sial," umpatnya. "Gue belum buang barang yang satu itu."

Ia menghela nafas panjang dan memejamkan matanya. Seakan memaksa dirinya agar tertidur mengingat bahwa hari ini adalah Hari Minggu.

Tangannya meraup ponselnya yang berada di atas nakas tempat tidur. Dibukanya ponselnya itu dan mendapati bahwa jam yang sudah menunjukkan pukul 5:15.

"Untung jam segini," katanya sambil menegakkan tubuhnya. "Coba kalau jam 2, kan gak lucu gue sholat subuh jam segitu."

Gadis itu segera menuju kamar mandinya dan membasuh wajahnya yang tampak acak-acakan serta frustasi. Mungkin ini efek dari mimpi buruk yang membangunkannya itu. Benar-benar sesuatu yang tidak patut ia mimpikan.

Mimpinya menceritakan bahwa ia membiarkan Revo kembali pada pelukannya--maksudnya bukan jadi pacar, cuma balik temenan lagi. Walaupun begitu, Vita merasa masih sakit mengingat kejadian itu.

Ia mengangkat wajahnya yang baru saja ia basuh. Cermin di depannya memantulkan bagaimana wajahnya di pagi hari. Ia mengerang, lalu mengepalkan tangannya karena marah.

**

Iqbaal menghentak-hentakkan kakinya ketika ia tiba di rumah Vita jam 8 pagi itu. Rencananya, mereka akan latihan untuk yang terakhir kalinya mengingat bahwa dua hari lagi konser mereka--sempat ditunda dua minggu mengingat bahwa kelas 3 akan menjalani ujian--akan diadakan.

Perasaan laki-laki itu masih menggebu-gebu mengingat bahwa tadi sebelum berangkat kedua orang tuanya justru menggodanya karena ia terlalu sering bergaul dengan Vita. Ia membantah bahwa ia juga berteman dengan Dennis dan Hafiz, namun orang tuanya tidak mengindahkannya.

"Kenapa deh lo?" tanya Vita sambil menuruni tangga rumahnya dengan handuk yang menggantung di kepalanya.

Iqbaal melemparkan dirinya ke atas sofa dan mulai menghidupkan televisi Vita. "Biasalah, nyokap bokap gua ngeledekin gua."

"Ngeledekin?"

"Ya."

Tawa Vita langsung membahana ke seluruh ruangan. "Gue baru tau kalau lo diledekin doang marah. Palingan juga mereka cuma main-main doang."

"Cerita sama lu sama sekali gak membantu segalanya. Apalagi sama Dennis Hafiz," cibir Iqbaal.

"Oh ayolah, gue juga cuma bercanda," sahut Vita. Ia melangkah menuju dapurnya dan mengambil sebuah burger yang belum sempat ia habiskan. Saat kembali, Iqbaal sudah berbaring diatas sofanya dengan gaya khas-nya.

"Junk food," komentar Iqbaal saat Vita memasukkan burgernya ke dalam mulutnya. "Ayolah, Vit, lo udah tau kan junk food gak baik buat kesehatan masih aja dibeli."

Vita mengunyah burger-nya tanpa ada perasaan bersalah. Ia menatap Iqbaal lalu menyodorkan burger-nya namun Iqbaal menolak. Tipe laki-laki vegetarian.

Anything ✕ CJRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang