[18] Operation

1.6K 116 0
                                    

One more time

I promise after that, I'll let you go

*

Suara wanita umur 40 tahun-an sama sekali tidak menyadarkan dirinya. Tangannya bermain dengan pensilnya, membuat coretan tak beraturan di atas buku Matematika-nya. Pikirannya melayang-layang pada masa lalunya.

Karena terlalu asik, ia bahkan tidak menyadari bahwa guru di hadapannya sedang menjelaskan sesuatu yang penting. Teman sebangkunya tidak mau ambil pusing untuk mengusiknya, ia memilih diam dan membiarkan temannya terbalut dalam imajinasi.

Perlahan, pikirannya melayang pada kejadian beberapa hari yang lalu.

Hening menjawab mereka.

Keduanya menoleh ke arah Hafiz tak percaya. Seolah dunia runtuh akibat perkatannnya itu. Dennis yang tadi memegang stik drum saja langsung menjatuhkan barang itu. Satu-satunya yang santai hanyalah Hafiz.

"Gak mungkin lah! Iqbaal bukan cowok gitu-gitu," kata Dennis.

Iqbaal menoleh dan menatapnya tajam. Lalu mengangkat dua tangannya, jari membentuk kutip. "Maksudnya apa ya 'gitu-gitu'?" tanyanya.

Dennis mendengus. "Maksud gua lu bukan tipe cowok yang bisa modus gitu lah. Lu gila aja, liat reaksi Vita kalau lu modusin. Bisa-bisa dia ketawa."

"Parah lu! Meragukan ide gua!" seru Hafiz tak mau kalah.

"Bukan meragukan," jawab Dennis ikutan sebal. "Gua cuma ingetin doang. Ya... Buat jaga-jaga lah. In case."

Hafiz menoleh ke arah Iqbaal. "Jadi? Lu mau atau enggak?"

Iqbaal terdiam lama. Pikirannya bercampur aduk. Bukan karena ia tidak mau melakukannya, hanya saja ia takut jika Vita justru ilfeel padanya. Ia hanya takut.

Bagaikan robot yang sudah diatur unyuk menjawab, dengan lancarnya Iqbaal menganggukkan kepalanya tanpa merasa dosa sama sekali.

Iqbaal menghela nafas panjang. Sekali lagi, ia merasa sangat menyesal karena telah menganggukkan kepalanya dan menyanggupi ide yang diberikan oleh Hafiz.

Ia menegup ludahnya dalam-dalam, lalu ia menatap keluar kelas dimana murid-murid yang berlalu-lalang di koridor lantai dua gedung ketiga.

Sesaat, ia menangkap sosok Vita dan Hafiz yang berjalan bersisian. Tepat saat ia ingin berteriak memanggil nama gadis itu, Hafiz mengacak rambut gadis itu sambil tertawa pelan. Tanpa ia sadari, jantungnya berdegup lebih cepat saat melihat kejadian tersebut.

Dan, tanggapan Vita adalah sebuah tawa kecil diiringi dengan sebuah pukulan kecil terhadap Hafiz.

"Hell-o?"

Tubuh Iqbaal pun menegang. Lalu, ia menoleh ke arah Dennis cepat. Iqbaal hanya mengangkat dagunya, namun Dennis hanya menggelengkan kepalanya.

"Kenapa, nyet?" tanya Iqbaal kesal.

Dennis menggeleng pelan. "Engga jadi. Gua lupa mau ngomong apaan. Intinya ya... Have fun sama tugas baru lu."

"Damn."

Dennis beranjak dari kursinya lalu melangkah pergi meninggalkan bangkunya. Sejenak setelah kepergian Dennis, Iqbaal kembali teringat pada kejadian tadi.

Namun, yang lebih parah, Iqbaal baru ingat bahwa sekarang saatnya pulang dan melakukan tugasnya.

**

Jarinya bermain diatas papan ketik ponselnya, menuliskan sebuah pesan diatas sana. Selesainya ia mengirimkan pesan itu, ia mengangkat wajahnya dan menoleh kesana-kemari.

Anything ✕ CJRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang