Dalam keheningan malam, Vita memilih untuk membungkam mulutnya rapat-rapat mengingat kejadian tadi di kantor. Wajahnya mendadak berubah kesal dan memaki dirinya sendiri di dalam hatinya.
"Argh! Kenapa gue nolak coba?"
Hanya itu yang ia katakan dengan mencoba bermonolog. Lalu, ia membanting tubuhnya ke atas tempat tidur dan kembali menjerit kesal menyalahi dirinya sendiri.
"Bego!"
Ting.
Begitu mendengar notifikasi ponselnya, tangannya langsung bergerak cepat menuju layar ponselnya yang berkedap-kedip. Vita menggeser layar ponselnya dan mendapati sebuah pesan dari Iqbaal yang sejak daritadi sudah ia tunggu.
Iqbaal: Lo nyesel 'kan, nolak gue?
Vita: Nyesel kata lo? Buat apa gue nyesel!
Iqbaal: Oh, gitu, kalau gitu keluar bentar dah.
Vita melempar ponselnya ke arah tempat tidur dan melangkah keluar menuju balkon kamarnya. Ia pun mendapati Iqbaal yang sudah berdiri di taman rumahnya bersama Pak Asep dan Pak Yoyok. Mereka berdiri dengan dua balon di tangan mereka masing-masing.
Sedangkan itu, Iqbaal sendiri. . .
Berdiri dengan sebuah kue dan lilin yang menyala di sana. Lilin yang membentuk angka 24 disana menyala terang.
Tanpa Vita sadari, air mata sudah berada di pelupuk matanya dan mengalir begitu saja. Cepat-cepat, ia pun segera berlari keluar dari kamarnya dan menuruni tangga secepat mungkin. Ia membuka pintu utama rumahnya dan ia langsung ternganga begitu melihat apa yang sebenarnya terjadi.
Taman rumahnya sudah dihias semeriah mungkin. Lampu-lampu kecil mengelilingi pohon rindang pada halaman rumahnya. Tak hanya itu, meja-meja bundar dengan taplak putih menghiasi taman yang tadinya kosong itu. Bahkan, balon-balon gas yang diikatkan pada batu juga ikut menambah kemeriahan tempat tersebut.
Vita mengatupkan bibirnya dan melangkah maju mendekati Iqbaal. Gadis itu menatap manik mata Iqbaal yang menyiratkan agar gadis itu lebih cepat. Dia tidak mengerti mengapa Iqbaal sampai mau melakukan itu semua untuknya. Dia tidak pernah berpikir bahwa Iqbaal akan melakukan hal ini.
Iqbaal melangkah maju dan menyambut Vita dengan senyuman hangat di bibirnya. Laki-laki itu menyodorkan kue yang ada pada tangannya ke arah Vita dan menggerakkan dagunya ke arah lilin yang menyala--memberikan isyarat agar Vita meniup lilin tersebut.
Saat Vita ingin meniup lilin tersebut, tiba-tiba ia mendengar suara yang mengganggu di belakang Iqbaal. Tubuh Vita yang terlampau lebih kecil daripada Iqbaal, tak dapat melihat apapun.
"Udah, cepetan tiup."
"A--Ada apaan di belakang?"
"Tiup dulu," tukas Iqbaal.
Vita yang ingin meniup kedua lilin yang menyala itu mengurungkan niatnya saat mendengar suara-suara orang menyanyi lagu 'Happy Birthday' menyambutnya.
"Happy birthday... Happy birthday..."
Iqbaal pun melangkah mundur dengan kue yang masih tertancap dua lilin menyala itu. Kedua mata Vita membulat saat mendapati teman-teman dan bahkan, kedua orang tuanya yang berkumpul menjadi suatu kelompot memasuki halaman rumahnya.
Tak hanya itu, di tangan mereka masing-masing membawa kado yang dihias dari beragam warna kertas kado. Bahkan, Dennis dan Hafiz yang selama ini belum ia temui ikut datang dengan kado yang paling besar daripada mereka semua.
Iqbaal mengangkat tangan kanannya dan membentuk isyarat angka 1, 2, dan 3. Secara serempak, semuanya mulai bernyanyi sebelum tangisan Vita semakin menderas karena haru.
"Happy birthday, Vita! Happy birthday, Vita! Happy birthday! Happy birthday! Happy birthday, Vita!"
"Iqbaal, cepetan maju," desis Dennis dan mendorong pelan laki-laki itu agar mendekati Vita lagi.
Kali ini, Vita menatapnya dengan penuh perasaan menyesal. Perasaan yang selama ini selalu menggebu-gebu di hatinya. Perasaan yang tak pernah ia sangka akan muncul begitu saja dalam kehidupannya.
Lagi-lagi, Iqbaal tersenyum hangat dan menyodorkan kuenya, sama seperti sebelumnya. Ia juga meminta Vita untuk meniup kue berwarna putih dan hiasan merah muda itu.
"Fyuuuh~"
Seusai Vita meniup kue ulang tahun pemberian Iqbaal, Vita memotong kue tersebut dan tersenyum hangat ke arah Iqbaal.
"Aaa?"
"Hah?"
Vita mendengus kesal, lalu memutar kedua bola matanya. "Ini kue buat lo, lo buka mulut lo."
"Ah... Sorry, telat respon."
Iqbaal pun membuka mulutnya dan Vita langsung menyuapkan kue tersebut. Tepat saat itu, suara jepretan kamera memenuhi keheningan tersebut.
Spontan, Vita dan Iqbaal langsung menoleh ke arah sumber suara. Rupanya, Dennis sudah memotret mereka lagi dalam keadaan ternganga, dengan tangan Vita yang sedang menyuapkan kue dan Iqbaal yang ternganga menerima kue sambil menoleh ke arah Dennis.
"Dennis!!!"
.
.
.
To be Continued
March 3, 2015
KAMU SEDANG MEMBACA
Anything ✕ CJR
FanfictionIqbaal Dhiafikri Ramadhan tidak pernah menyangka bahwa keadaan band yang telah ia bentuk sejak SMA bersama ketiga sahabatnya akan terancam bubar. Pravitasari Utami yang selama ini bersahabat dengan Iqbaal sejak SMP sedang sibuk mengejar sosok kakak...