[22] Problem & Confession

1.5K 110 3
                                    

All the life she has seen

All the meaner side of me

*

"Sorry."

Itulah satu kata yang diucapkan Vita setelah mendengar permintaan Hafiz. Jawabannya begitu cepat, hanya berselang beberapa detik dari permintaan Hafiz.

Mendengar itu, Hafiz langsung membelalakkan matanya. Tangannya meraih lengan Vita dan menggenggamnya. "Vit, coba lo pikirin lagi."

"Sorry, gue gak bisa," kata Vita, dengan pelan melepaskan tangan Hafiz.

"Kenapa?"

"Gue suka sama seseorang."

"Siapa?"

Mata Vita langsung menatap Hafiz dengan nanar. Ia pun menarik nafasnya dalam-dalam, mempersiapkan dirinya bahwa jawaban yang akan ia utarakan adalah jawaban yang terbaik.

"Iqbaal."

----

Jakarta, 2021

Pada detik ini...

Keduanya diam membisu ketika berada di dalam mobil. Tak ada satupun yang berani angkat suara. Hanya alunan musik yang menjadi perantara mereka, mengantarkan pesan-pesan yang terpendam di dalam hati mereka.

"Masih bersama VJ Aldy di 103.7 Suara Hati FM! Yo, yo, everyone. Tadi udah denger lagu dari The Script yang Superheroes, bukan? Nah, sekarang kita balik dulu ke beberapa tahun yang lalu, ya! Dengan lagu Ari Lasso - Aku dan Dirimu featuring BCL!"

Setelah itu, alunan musik langsung berganti. Vita meremas kedua tangannya diam-diam. Lagunya benar-benar pas untuk mengatakan situasi mereka.

Tiba saatnya kita saling bicara
Tentang perasaan yang kian menyiksa
Tentang rindu yang rindu menggebu
Tentang cinta yang tak terungkap

Sudah terlalu lama kita berdua
Tenggelam dalam gelisah yang tak teredam
Memenuhi mimpi mimpi malam kita

Duhai cintaku sayangku lepaskanlah
Perasaanmu rindumu--

Tepat saat itu, jari telunjuk Vita langsung menekan tombol yang mengganti channel radio. Tubuhnya langsung kembali bersender pada jok mobil ketika channel-nya sudah terganti. Iqbaal yang sedang menyetir langsung menoleh sebentar.

"Kenapa diganti?"

"Gapapa."

Iqbaal hanya mengangguk pelan tak menanggapi jawaban Vita. Ia pun kembali menyibukkan dirinya dengan kemudi mobil. Lebih baik begitu daripada ia harus mendapatkan makian akibat pertanyaan-pertanyaannya.

"Emang lo tau rumah gue?"

Suara Vita membuat tubuh Iqbaal langsung bergetar. Ia mendengus. "Sejak kapan rumah lo pindah? Setau gue, lo gak pernah pindah rumah karena itu rumah orang tua lo."

Vita pun terdiam membisu, tak menjawab pernyataan Iqbaal. Memang benar bahwa ia tidka pindah rumah. Dia tahu bahwa Iqbaal selama ini masih mengikutinya. Atau bahkan, laki-laki itu mendapatkan info dari sahabatnya--Dennis.

"Hafiz," Iqbaal menyebutkan nama tersebut seolah bisa membaca pikiran Vita. Vita pun langsung menoleh cepat. "Dia gimana?"

Vita menghela nafas lega ketika tahu bahwa pertanyaan Iqbaal bukanlah pertanyaan yang aneh-aneh. "Dia baik-baik aja..." Vita mengakui. "Loh, emangnya lo gak pernah hubungan sama dia lagi? Dia bilang kalau--Gajadi, abaikan aja."

Mobil Iqbaal menderu pelan ketika tiba di depan rumah Vita. Vita pun langsung keluar dari mobil Iqbaal tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dia tahu dia terlalu gengsi untuk mengatakan hal tersebut di depan Iqbaal.

"Heh, lo gak mau ngucapin salam perpisahan buat gua?"

Sebelum ia melangkah masuk ke dalam pagar rumahnya, Vita membalikkan badannya. Ia mengerutkan keningnya bingung. "Buat apa? Toh, besok kita masih ketemu, 'kan?"

Iqbaal pun tertawa senang. "Oke, sampe ketemu besok."

Vita pun bergumam pelan. "Emang lo gak mau minum dulu gitu? Lo beneran langsung balik?"

"Eh?" Iqbaal menaikkan alisnya. "Tumben banget lo nawarin kayak gituan. Ternyata Pravitasari Utami berubah, ya."

Deg.

Jantung Vita langsung berdegup kencang seolah ia baru saja menyelesaikan maraton seorang diri. Darahnya berdesir, mengalir lebih cepat.

"E--Ehehe," Vita pun hanya nyengir.

"Enggak, makasih. Gue mau langsung pulang. Banyak kerjaan."

Setelah Vita mengangguk, Iqbaal langsung melajukan mobilnya meninggalkan halaman depan rumah Vita dan melaju cepat.

----

"Eung... Udah denger soal dia?"

"Soal apaan dulu?"

"Katanya mereka makan bareng tadi malem."

"Kok, gue gak percaya..."

Kupingnya terasa panas mendengarnya. Ia pun bangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan keluar meninggalkan ruang meeting yang seharusnya berjalan lancar hari itu.

Tak lama kemudian, muncul seorang laki-laki tua di hadapannya. Ia pun menggeram pelan dan menarik laki-laki muda yang baru saja meninggalkan ruang meeting.

"Ada apa dengan kamu, Iqbaal?!"

Iqbaal membenarkan dasinya lalu menatap lurus pada laki-laki tua di hadapannya. "Ada apa dengan saya? Seharusnya saya yang nanya kayak gitu sama Ayah!"

"Daritadi pagi sampai sekarang Ayah mendengar namamu dan sekretarismu itu disebut-sebut!"

Mata Kuncoro--alias ayah Iqbaal--berkilat-kilat memandang Iqbaal. Tak sampai disitu, ia pun menggenggam tangannya yang kosong, siap meninju siapapun yang mengganggunya.

"Saya memang makan dengannya!"

Sekarang, orang-orang yang sebelumnya ada di dalam ruangan mulai keluar dan menonton adu mulut antar ayah dengan anaknya itu. Seakan tontonan itu asik, mereka bahkan tak menyadari bahwa itu adalah bos mereka.

"Kamu seharusnya tahu bahwa posisimu disini penting! Kenapa kamu harus makan dengan sekretarismu itu?"

Sedangkan itu, Vita sudah berada diantara kerumunan orang-orang yang menonton adu mulut itu. Giginya bergemeletuk ketika mendapati Iqbaal yang tengah dimarahi. Ia sampai tak kuasa berdiri saat tahu mereka tengah adu mulut soal kejadian tadi malam.

"Apa tidak boleh saya makan dengan orang yang saya cintai?"

Mata Vita langsung membulat dua kali lipat saat mendengar pernyataan tersebut. Hening menyambut pertanyaan Iqbaal. Bahkan, ayahnya yang tadinya menatap dengan geram perlahan melemas dan jatuh pingsan.

----

To be Continued

December 17, 2014

Anything ✕ CJRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang