[16] Lost Heart

1.7K 126 1
                                    

a.n

Haloo! Pertama kalinya bikin author note abisnya gak tau mau ngomong apaan. Ini kan cerita gue dedikasikan buat temen gue, Pravitasari Utami.

Yaudah deh, buat yang baca, makasih banyak buat baca fanfiction abal ini. Seriusan deh. Buat Vita, maaf ya gue ngebohongin lo pas di chapter 14, taunya cuma mimpi. muahahaha.

Udah ah, gaje ini. Enjoy!

------

Keep on whispering in my ear

Tell me all the things that I wanna hear

"Lo suka 5sos?" tanya Raya tak percaya.

Mereka sedang berada di kafe di dekat UI. Sepulang kuliah, Raya yang memutuskan untuk pergi kemana karena memang syaratnya seperti itu.

Sedangkan itu, Revo mengangguk sambil melirik ke arah ponselnya yang sedang digeledah lagunya oleh Raya. "Gitu deh, gara-gara adek kelas gue juga suka."

"Adek kelas?" Raya menutup ponsel Revo dan memberikannya pada pemuda itu. Ia menoleh ke arah Revo dan mengangkat alisnya. "Lo emang sekolah dimana sih?"

"Di SMA Harapan Abadi," kata Revo. "Lo pasti gak--"

"Disana?" tukas Raya. Ia menatap Revo tak percaya. "Adek gue juga sekolah disana. Dia sekarang kelas 3 kalau gak salah ya. Dia anak IPA."

"Kalau gak salah? Emangnya lo gak tinggal sama dia?" tanya Revo. Ia mengantungi ponselnya di dalam celana.

Raya mengangguk. "Orang tua gue udah cerai makanya kita gak tinggal serumah. Gue ikut bokap dan dia ikut nyokap gue."

"Sorry to hear that," kata Revo menyesal.

"Santai aja," ujar Raya. "Gue emang udah lama pisah sama nyokap dan adek gue. So far, gue sama mereka baik-baik aja kok."

Revo hanya mengangguk, lalu melirik jam tangannya. "Ngomong-ngomong, ini udah sore banget loh. Kita mau ngerjain tugas di kos gue?"

"Yaudah," kata Raya sambil mengangguk. "Daripada nanti ngerjainnya sampe malem."

**

"Bagaimana keadaannya, Dok?"

Dokter itu menghela nafas panjang lalu menganggukkan kepalanya pelan. Ia menoleh ke arah wanita itu dan tersenyum. Tangannya memegang bahu si pasien.

"Dia baik-baik saja, Nyonya. Saya yakin, besok Tuan bisa langsung pulang ke rumah," kata dokter itu. "Tapi, Nyonya, jangan lupa bahwa Tuan tidak boleh bekerja terlalu banyak."

Wanita itu menganggukkan kepalanya. "Tenang saja. Aku pasti akan menjaganya baik-baik. Lalu, berapa suhu yang harus aku pasang?"

"Sebaiknya kau tidak memasangnya. Biarkan udara hangat masuk melalui ventilasi," kata dokter tersebut. Ia menoleh ke arah pintu. "Nah, seperinya ada yang menunggu Nyonya."

Wanita itu ikut menoleh ke arah pintu dan disana berdiri seorang pemuda tampan yang sudah tidak sabar ingin masuk. Menyadari bahwa wanita itu sudah melihatnya, dokter itu menoleh ke arahnya.

"Kalau begitu, sebaiknya aku tinggal dulu. Jika ada masalah, tekan belnya saja."

Wanita itu mengangguk lagi. "Terimakasih."

Setelah dokter itu keluar, masuklah si pemuda tampan itu dengan jaket kulit hitamnya. Ia melepas kacamatanya dan tersenyum ke arah wanita tersebut.

"Gimana Vita?"

"Dia udah naik pesawat," kata Mike. "Tante tenang aja soal Vita. Dia pasti bisa menjaga dirinya baik-baik."

"Iya," kata Mira. "Saya juga tau kalau dia bisa. Selama kamu mau jaga dia. Ngomong-ngomong, kapan kamu mau selesaikan semua urusan disini?"

Anything ✕ CJRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang