Iqbaal langsung terkekeh pelan menyadari kebodohannya. Sedangkan itu, Vita sendiri hanya diam dan mengetikkan sesuatu di layar ponselnya dengan cepat.
Gadis itu mengangkat kepalanya tatkala ia telah menyelesaikan aktifitasnya dengan ponsel dan menoleh ke arah Iqbaal. "Sorry, lo tadi ngomong apa?"
"E--Eh, bukan apa-apa kok," kilah Iqbaal. "Gak penting," tambahnya. Vita hanya menganggukkan kepalanya pelan lalu kembali beralih pada ponselnya. Sedangkan itu, Iqbaal menghela nafas lega.
Sesampainya di rumah Vita, empunya langsung turun setelah mengucapkan salam perpisahan pada Iqbaal. Melihat gadis itu menyapa dua satpam yang tengah berjaga di depan rumah membuatnya tersenyum kecil.
Vita masuk ke dalam rumah dan ia langsung melangkah menuju kamarnya. Seperti biasa, rumahnya selalu sepi. Terutama, Mbak Mirna yang lebih memilih untuk mengurung dirinya di kamar dan menonton televisi jika tidak ada pekerjaan.
Mandi membuat kepala gadis itu lebih segar, lalu ia mengenakan pakaian kasualnya. Kaus bergambar harimau dan juga celana pendek yang berujung diatas lututnya sedikit. Sambil melangkah turun, ia memainkan ponselnya. Entah apa yang ia sibukkan daritadi dengan ponselnya.
Tiba-tiba saja, ponselnya berbunyi, menandakan bahwa sebuah pesan LINE baru saja masuk. Ia langsung membukanya tanpa membaca nama si pengirim.
Rupanya Revo yang sudah lama ia lupakan atau bahkan ia hapus dari kehidupannya adalah si pengirim pesan.
Revo: Sorry ganggu. Gua bisa ke rumah lu?
Vita: No. Lo bukan siapa-siapa gue lagi dan gue lagi sibuk.
Revo: Kita udah kenal sejak kecil dan lu gak mau maafin gua cuma karena masalah sepele itu?
Vita: Gak ada hubungannya sama masa lalu kita. Lo udah bukan siapa-siapa gue.
Setelah itu, ia mengunci ponselnya dengan marah. Dilemparnya barang elektronik tersebut ke arah sofa dan mendarat sempurna di atas bantal empuk. Dengan dada menggebu-gebu, ia melangkah menuju kamar Mbak Mirna yang terletak di dekat dapur.
"Mbak?"
Dalam hitungan detik, pintu kamar Mbak Mirna sudah terbuka. Sebuah senyuman terukir di bibir wanita itu. "Ada apa, Non?"
"U--Um, aku mau makan," kata Vita sambil memegangi perutnya. Alasannya akting agar dibuatkan makanan yang enak. "Aku belum makan sejak siang. Terserah Mbak aja deh makanannya."
Sekilas terdapat kekhawatiran di mata Mbak Mirna. "Tadi kok Non gak makan di sekolah? Aduh, kalau sakit bisa gawat." Vita hanya nyengir mendengar ocehan Mbak Mirna. "Yaudah bentar ya, Non. Mbak buatin dulu. Non tunggu aja bentar kok."
Vita hanya cengengesan lagi mendengar itu. Ia pun mengangguk pelan. "Yaudah, makasih ya, Mbak."
Langkahnya kembali menuju ruang tv saat mendengar bel rumah berbunyi. Ia sempat mengerutkan keningnya sembelum membuka pintu utama. Lagi-lagi, ia sangat menyesal karena telah membukakan pintu. Orang yang tak ditunggunya benar-benar menghampiri dengan wajah memelkas dan Vita langsung menatap laki-laki itu dengan mata berkilat-kilat.
"Ngapain lo kesini?"
"Gua mau minta maaf, Vit."
"Basi!" teriak Vita marah. Jantungnya memacu dengan cepat saat ia menyadari bahwa ia sangat marah kali ini. Wajahnya bahkan terasa panas dan matanya terasa pedas. "Gue udah muak ngeliat lo, Kak! Terutama liat lo sama Sheilla. Pas gue liat lo sama dia, gue kayak bukan ngeliat Revo yang asli. Gue kayak ngeliat orang lain yang dengan jijiknya ciuman di Restoran Jepang. Gue tau suasana remang-remang emang sangat ngebantu lo ngelaksanain hal kotor ya."
Revo terdiam cukup lama untuk meresapi perkataan Vita yang menusuk hatinya. Ia tidak tahu bahwa Vita bisa semarah itu padanya.
"Buat apa gue marah sama lo, ya?" tanya Vita pada dirinay sendiri. Lalu, ia tertawa garing. "Gue lupa kalau gue bukan siapa-siapa lo lagi. Gue emang bego."
Tangannya menarik gagang pintu untuk menutupnya, namun dengan sigap, Revo langsung menahan pintu tersebut. Ia menatap Vita dalam dan juga penuh arti. "Sorry, kita belum beres, Pravitasari Utami."
Vita menggedikkan bahunya. "Terserah, tapi gue gak akan terima apapun alasan lo itu."
"Lu serius?" tanya Revo hati-hati. "Gua ngelakuin hal itu buat lu. Biar lu gak suka sama gua. Lu punya perasaan sama gua kan, Vita?"
Mendadak, Vita menjadi bungkam akibat pertanyaaan sensitif Revo. Perlahan, air matanya mulai jatuh. Namun, ia membiarkannya dan dengan bodohnya ia masih menatap Revo tanpa bisa berkata apapun.
"Nah," kata Revo puas. "Gua tau. Gua emang salah. Tapi, sorry, Vit. Gua gak bisa pacaran sama lu. Gua nganggep lu sebagai adik gua bukan pacar gua."
"Kenapa?" tanya Vita dingin setelah ia terbungkam.
"Gua udah suka sama orang lain," kata Revo pelan tapi mantap. "Dia orang yang deket sama lu. Bahkan deket pake banget."
"Siapa? Gue gak punya temen cewek. Buruan sebutin nama. Gue gak punya waktu lama buat ngomongin beginian sama lo."
"Mungkin dulu lo deket sama dia," kata Revo. Vita melotot saat menyadari bahwa Revo akan mengalihkan pembicaraan ke masa lalunya yang kelam. "Yeah, gua suka sama mantan temen lu alias Manda."
Setelah itu, Vita benar-benar menutup pintu rumahnya dengan bantingan yang cukup keras. Ia memaki-maki marah. Kemudian ia berteriak kencang, "ngapain lo suka sama cewek laknat itu? Gue benci sama lo yang sekarang, Revo Juan!"
**
Saat murid-murid mendengar bahwa The Milway akan vakum, mereka lansung heboh. Namun, cepat-cepat Iqbaal menambahkan bahwa mereka vakum karena sebentar lagi akan diadakannya ulangan kenaikan kelas.
Hafiz jadi heboh semenjak kemarin. Pasalnya, teman sebangkunya itu tidak masuk dan tak ada kabar dari gadis itu. Bahkan, hari ini gadis itu juga belum masuk dan yang lebih membuat Iqbaal marah adalah saat mereka mengunjungi rumah Vita, satpamnya mengatakan bahwa terakhir kali yang datang ke rumah Vita adalah Revo Juan.
Hari ini, Iqbaal berniat menghampiri laki-laki itu dan menanyakannya ini dan itu. Tapi, tampaknya Dennis tidak ingin Iqbaal masuk dalam perkelahian. Jadi, mereka hanya akan menghampiri laki-laki itu dengan baik-baik.
"Lu apain dia?" tanya Iqbaal marah. "Jawab, bangs--"
"Tahan, Bal," tukas Dennis.
Revo hanya tertawa pelan melihat kemarahan Iqbaal yang menggebu-gebu. "Lu kenapa sih musti emosi? Yang bermasalah kan gua sama Vita. Kenapa? Atau lu suka sama Vita ya?"
"Iya."
Mendengar jawaban Iqbaal, Revo langsung terdiam dalam bungkam. Namun, ia langsung tertawa senang. "Ah, sayangnya, gua juga suka sama Vita. Teruts gimana?"
Emosi Iqbaal langsung memuncak. Tangannya langsung meninju wajah laki-laki itu tampa ampun. Untungnya, mereka bertemu di atap sekolah jadi tidak akan ada yang mengetahui ulah mereka. Jika ada, sudah pasti mereka menjadi perhatian seluruh murid.
Revo kembali bangkit dan tertawa renyah. "Sorry, pukulan lo cuma pukulan anak kecil."
Ketika Iqbaal ingin meninju lagi, Dennis dan Hafiz langsung menahannya. Iqbaal memberontak dengan hebat namun tampaknya kekuatan Dennis dan Hafiz lebih besar daripada dirinya.
"Udah, stop, Bal," tukas Dennis.
Iqbaal hanya diam lalu ia membersihkan tangannya. Ia menoleh ke arah Revo. "Oke, fine. Gua gak mau dicap sebagai anak gak baik. Gua maunya lu jauhin Vita."
"Kenapa? Kalau gua gak mau gimana?" Revo menatapnya dengan tatapan menantang.
Iqbaal tersenyum. "Lu bakalan tau sendiri akibatnya."
*
*
*
to be continue // July 20, 2014
KAMU SEDANG MEMBACA
Anything ✕ CJR
FanfictionIqbaal Dhiafikri Ramadhan tidak pernah menyangka bahwa keadaan band yang telah ia bentuk sejak SMA bersama ketiga sahabatnya akan terancam bubar. Pravitasari Utami yang selama ini bersahabat dengan Iqbaal sejak SMP sedang sibuk mengejar sosok kakak...