serpihan keduapuluhdua: l'homme dans a sont livre etre en soi et etre pour soi

268 6 0
                                    

Ini bukanlah cerita tentang cinderella
yang berakhir bahagia ketika sang pangeran telah menemukan gadis pemilik sepatu kaca.
Happily ever after, a.k.a bahagia selama-lamanya?

Bukan juga cerita tentang desperaux yang jatuh cinta pada putri pea.
Seperti kisah-kisah lain tentang ksatria, desperaux berusaha melindungi, dan menyelamatkan sang putri dari bahaya yang mengancamnya. Walau akhirnya desperaux tak pernah menikah dengan putri pea, paling tidak ia pernah berguna dan berjasa bagi sang putri.
Tidak sepertiku.
Yang hanya berbicara padanya pun tak mampu.
Aku masih terus seperti ini hingga hari kelulusan tiba.
Waktuku semakin sedikit, aku sadar.
Dan aku mungkin takkan pernah bertemu dengannya lagi, aku tahu.
Tapi benar-benar tak ada sedikitpun keberanian untuk mengatakan sesuatu padanya.
Berpikir tentang kalimat yang hendak kuungkapkan pun membuatku berada dalam dilema.
Kalimat apa yang hendak kuucapkan?
I love u?
Sepertinya bukan.
Aku merasa perasaanku ini lebih dari sekedar kata 'love' yang telah terdistorsi maknanya karena terlalu sering diumbar orang-orang. Perasaanku lebih dalam dari itu.
Hingga saat ini pun, ketika aku menulis cerita ini, aku masih belum tahu alasan apa yang membuatku menyukainya.
Ketika kawan dekat dan satu-satunya orang yang tahu seperti apa perasaanku pada rira menanyaiku apa sih yang bikin kamu suka ama rira
aku tak bisa menjawabnya. Aku tidak pernah bisa menjawabnya.
Mungkin jika boleh menyitir apa yang pernah diungkapkan sartre,

"l'homme dans a sont livre etre en soi et etre pour soi"
Ia ADA karena ia ada begitu saja. dan ia ADA karena ke-ADA-annya sendiri

haha, terlalu filosofis ya.
Oke, kita kembali ke hari itu.
Setelah rira mengirimiku sms makasih end, buat ucapanmu tadi siang. aku juga mau minta maaf kalau saja pernah ada warna-warna kelam yang kutorehkan di hidupmu, dan membuat warna-warna lainnya menjadi kelabu, aku merasa limbung.
Antara rasa senang dan merasa ada harapan, tapi juga takut kecewa.
aku tidak tahu apa yang ditangkap rira dari ucapanku menorehkan warna-warna indah dalam hidupku.
Bagaimana jika Rira yang polos itu menerka 'warna-warna' ini hanyalah sekedar persahabatan kami 2 tahun ini?
Atau 'warna-warna' ini dia anggap sebagai obrolan-obrolan, candaan dan tukar pikiran yang kami lakukan lewat sms di hampir tiap malam?
Aku sangat penasaran dan ingin menanyakannya pada rira.
Tapi tak tahu harus bagaimana menyusun kalimat untuk bertanya padanya.
Akhirnya aku membalas smsnya malam itu dengan,
ok ra. aku tidur dulu ya. Udah ngantuk nih. Semoga malam memelukmu erat. Mimpi indah.

lalu berusaha memejamkan mata
tidur.
walau akhirnya aku gagal dan terus terjaga sampai pagi.

serpihan cerita tentang dia [true story] [ Kaskus-SFTH ] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang