Gerimis kecil mulai turun dari awan mendung di pagi hari setelah beberapa menit aku turun dari bus dan berjalan menyusuri trotoar basah karena hujan semalam. Tidak terlalu banyak kendaraan berlalu lalang dan siswa sekolahku yang bergerombol menuju sekolah seperti biasa karena saat ini masih pukul enam lewat lima belas menit. Malah sepertinya hanya ada aku yang berjalan sendirian disini menuju gerbang sekolah yang masih berjarak seratus meter di depan.
Aku sengaja berangkat sekolah lebih pagi dari biasanya karena semalam aku tidak bisa tidur nyenyak gara-gara perkataan Robby saat di halte kemarin sore. Dari sekian ribu banyaknya perkataan cowok itu padaku, aku tidak bisa melupakan perkataannya kemarin karena aku merasa dia memang tulus mengatakan itu. Bukan hanya dari perkataan, tetapi dari apa yang dia berikan dan lakukan untukku kemarin juga sepertinya dia memang peduli padaku tanpa berharap aku akan berterima kasih padanya.
Tidak. Robby peduli padaku bukan hanya kemarin. Tetapi dari awal dia mendekatiku, cowok itu sudah menunjukan rasa pedulinya dengan berbagai tingkah konyol yang selalu aku akhiri dengan membenci kehadirannya. Dimulai saat dimana aku mendapati lokerku yang sudah penuh dengan coretan makian karena menolak Robby, cowok itu sendiri yang membersihkannya dan mengancam pada siapapun yang telah melakukan hal itu akan mendapat balasan darinya. Tidak lupa Robby juga selalu mengirimkan pesan untuk mengingatkanku agar tidak melewatkan sarapan serta makan malam meskipun tidak pernah aku balas hingga ia sendiri yang membawakan sarapan untukku, bahkan terkadang memaksaku untuk makan siang atau makan malam dengannya.
Dan setiap aku ada pelajaran olahraga, Robby pasti selalu menyimpan air minum di tasku dan terkadang sampai harus repot-repot datang ke lapangan hanya untuk memberikan semangat yang selalu berakhir dengan omelan dariku agar dia tidak menggangguku lagi. Serta jangan lupakan dia yang selalu tidak pernah lelah memaksa aku untuk mau ia antar pulang setiap hari karena katanya ia tidak mau aku kenapa-napa jika terlalu sering naik angkutan umum meskipun sering aku tolak.
Serta masih banyak lagi perhatian-perhatian kecil yang selalu Robby berikan padaku dan pasti selalu berakhir dengan penolakan dariku.
Bukan tanpa alasan, tetapi aku melakukan itu karena tidak mau memberikan sesuatu yang disebut 'harapan'. Jika aku menerima semua perlakuan Robby padaku, sudah pasti dia akan berharap lebih jika aku akan menerima perasaannya. Aku tidak mau itu terjadi mengingat menolaknya saja sudah membuatku pusing dengan kehadirannya. Dan aku menolak perlakuan Robby juga karena rasa benciku padanya mengingat kelakuan cowok itu yang sering berciuman dengan gadis berbeda di lingkungan sekolah, padahal dia adalah Ketua Osis yang seharusnya memberikan contoh teladan bagi anggotanya dan seluruh warga sekolah.
Well, sepertinya aku menyesal karena sempat mengingat perhatian Robby yang mungkin saja ia lakukan bukan hanya padaku.
Merasa gerimis yang menimpa kepalaku semakin besar, aku membuka resleting tasku untuk mengambil payung lipat yang biasanya selalu aku bawa di setiap musim hujan. Tetapi sialnya, payung itu tidak ada di dalam tasku. Sepertinya aku lupa memasukkannya dan mungkin aku akan sampai kelas dengan keadaan seragam lembab serta rambut yang lepek.
Ya ampun, membayangkannya saja sudah membuatku merutuk karena sudah mengalami kesialan seperti ini di pagi hari.
Pasti ini hukuman gara-gara memikirkan Robby!
Batinku mendengus keras.
Belum sempat aku menutup resleting dan kembali melanjutkan langkah, tetes-tetes air sudah tidak lagi mengenai kepala dan seragamku. Aku mendongak, dan mendapati seseorang sedang tersenyum lebar ke arahku sambil memegang payung.
Oh, tentu saja. Aku mengenal dengan jelas sosok tinggi dihadapanku yang selalu menatapku jenaka seperti itu.
Yah, siapa lagi jika bukan Robby.
"Selamat pagi, Valena sayangku."
Aku mendengus kecil saat sapaan menggelikan itu mengalun dari bibirnya.
Pagi ini, lagi-lagi Robby menunjukan kepeduliannya padaku dengan secara senang hati memayungiku seperti ini. Atau mungkin, tidak. Karena bisa saja Robby hanya kebetulan berada di sini dan berbaik hati berbagi payung denganku.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Almost Late [Completed]
Fiksi PenggemarMembenci Robby adalah suatu keharusan. Tetapi saat lelaki itu tiba-tiba menghilang, rasanya kewarasan Valena juga ikut hilang. ∆∆∆ Almost Late ∆∆∆ Haechan x Ryujin Cover dari pinterest