5

1.8K 108 0
                                    

"Selamat pagi, Valenaku sayang!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Selamat pagi, Valenaku sayang!"

Aku mendengus keras karena senin pagiku sudah kembali disambut dengan senyum Robby dan suaranya yang bergema di ruang kelasku yang mulai ramai. Beberapa temanku yang sedang duduk-duduk di kursinya bahkan ada yang menertawakan kelakuan Robby pagi ini.

Cowok itu sedang duduk di kursiku, dengan kedua tangan terangkat membentuk love besar di atas kepalanya. Ditambah dengan dua temannya yang sedang berdiri mengapit cowok itu dengan senyum tak kalah lebar serta dengan jari telunjuk dan jempol membentuk tanda love kecil ala-ala anak k-popers. Sungguh, aku tidak tahan untuk tidak memutar kedua bola mataku apalagi saat melihat di atas mejaku juga sudah terdapat kotak bekal berwarna biru dan sekaleng susu dengan gambar beruang didepannya.

Ya ampun, apa menyukai seseorang harus melakukan hal konyol seperti ini? Dihadapan teman sekelasku dan siswa-siswa kelas lain yang saat ini sedang mengintip di balik pintu dan jendela?

Oh, aku lupa. Robby bahkan pernah melakukan hal yang lebih konyol dari ini seperti saat dia dengan tidak tahu malunya bernyanyi lagu happy birthday di depan kelasku dengan memakai kostum beruang sambil membawa kue tart besar ketika aku berulang tahun. Yang berujung, kue itu dia makan sendiri karena aku tidak mau menerimanya setelah aku usir dari kelas.

Karena tidak mau berlama-lama menjadi pusat perhatian, segera aku menghampiri Robby dan menarik cowok itu untuk keluar dari kelasku. Setiap hari, aku terbiasa melakukan ini, mengusir Robby dari sekitarku karena segala tingkah Robby pasti akan menjadi gosip hangat yang menyebar dengan cepat seantero sekolah. Dan ujung-ujungnya, aku yang disalahkan. Aku yang dicaci maki dengan berbagai kata-kata kasar karena dimata mereka aku hanya seorang siswi biasa yang sedikit beruntung bisa menarik perhatian Robby.

Haha! Memangnya apa yang istimewa dari Robby? Hanya dengan melihat sekilas saja aku bisa mengetahui jika cowok itu pasti lebih banyak memanfaatkan sesuatu dengan wajahnya daripada otaknya.

Robby hanya cengengesan saat aku mendorongnya keluar melewati pintu dan menatapnya tajam sebagai peringatan jika aku tidak mau dia melakukan hal ini lagi. Aku lelah, jengah, dan kesal karena mau setajam apapun aku menatapnya, segalak apapun aku mengusirnya, sekasar apapun aku memakinya, dan sekeras apapun aku menolaknya, Robby tidak pernah menyerah dan akan selalu membuatku pusing dengan tingkahnya.

"Belajar yang rajin ya, calon pacarku."

Robby berkata dengan gemas, yang entah mengapa malah membuatku ingin mendorong wajah tampannya itu agar tidak terlalu dekat denganku.

"Gue udah bikinin sandwich terenak buat lo biar semangat belajar dan nggak lemes pas upacara. Pokoknya harus diabisin, soalnya gue udah rela bangun pagi-pagi buat nyiapin itu semua dengan penuh cinta. Oke?"

Aku menghela napas kasar tanpa niat membalas saat mendengar semua perkataan itu meluncur dengan mulus dari mulut cowok di hadapanku. Mungkin jika aku bukanlah Valena, aku sudah klepek-klepek dan blusing nggak karuan hanya karena ada seorang lelaki bisa seperhatian ini denganku.

Tetapi sayangnya, aku adalah Valena. Dan aku tidak akan pernah mau luluh bahkan berusaha untuk tidak jatuh cinta hanya karena perhatian-perhatian kecil yang Robby berikan untukku.

"Ah, ya. Karena kemaren lo bilang udah nggak mau gue kasih bunga dan cokelat, mulai hari ini ritual wajib tersebut gue ganti dengan bawain lo sarapan empat sehat lima sempurna tiap pagi."

"Gimana, gue udah cocok jadi cowok idaman kan? Hehehehe."

"Lo bisa pergi sekarang." Balasku datar.

"Oh, tentu gue bakal pergi. Tapi setelah lo ngabisin sandwich bikinan gue."

Aku memutar bola mata. Meskipun dipaksa seratus kali pun, aku tidak akan menerima sesuatu dari dari Robby. Karena jika aku menerimanya, cowok itu pasti akan berharap lebih padaku. Dan aku tidak mau itu terjadi mengingat membuat Robby baper adalah salah satu dari sekian banyak hal yang tidak boleh aku lakukan.

"Ayok, gue temenin makan." Kata Robby lagi sambil menarikku kembali ke dalam kelas.

Dengan malas, aku mengikuti langkahnya dan duduk di sana dalam diam agar Robby cepat pergi, tentunya. Memperhatikan cowok itu sekenanya yang saat ini sedang membuka kotak bekal dengan ceria seolah yakin aku akan menghabiskannya. Sebelum dia menyodorkan sandwich itu padaku, aku menarik kotak bekal itu mendekat dan bersiap seperti akan memakannya sendiri.

"Gue bakal abisin, tapi setelah lo keluar dari kelas gue." Ucapku yang dibalas dengan tatapan memicing dari Robby.

"Gue nggak percaya. Lo udah terlalu sering menipu dan menghindar dari gue, Val. Jadi gue udah paham sama cara lo."

Aku mendengus.

"Gue serius bakal ngabisin ini. Dan lagian kan, lo itu Ketua Osis. Ngapain Ketua Osis pagi-pagi ada di sini sedangkan upacara bentar lagi mau mulai? Lo mau dicap sebagai Ketua Osis yang nggak bertanggung jawab?"

"Gue punya banyak anak buah, jadi lo tenang aja."

"Mereka anggota lo, bukan anak buah."

Robby tampak cemberut, kemudian berdiri di sisi mejaku.

"Awas aja kalo nggak dimakan, besok gue bawain dua kotak dan lo harus ngabisin semuanya di depan mata gue sendiri."

"Iya, bawel. Udah sana lo pergi."

"Nah, gitu dong."

Kini Robby tersenyum manis.

"Diminum juga ya susunya."

Lanjut cowok itu sebelum akhirnya mengusap pucuk kepalaku sebentar lalu keluar dari kelas diikuti oleh dua temannya.

Sejenak aku menatap kotak bekal berisi sandwich di atas meja dan mengingat kapan terakhir aku melakukan sarapan. Mungkin hampir dua tahun lalu, saat aku masih tinggal bersama kedua orangtuaku. Semenjak tinggal terpisah, aku sudah tidak pernah sempat sarapan dan hanya akan langsung makan siang di sekolah bersama Seva atau terkadang Robby, karena cowok itu yang memaksa tentu saja. Serta makan malam di apartemenku sendirian dengan ditemani sepi.

Aku tersenyum pahit, kemudian menutup kotak bekal itu dengan segera saat Seva menghampiriku dengan wajah cerianya.

"Gue denger-denger tadi Robby ke sini. Tuh anak hari ini ngelakuin hal konyol apalagi?"

"Nope."

Balasku, lalu menyerahkan kotak bekal dan susu pemberian Robby padanya.

"Nih, abisin. Lo pasti belum sempet sarapan, kan?"

***

Almost Late [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang