2

3.1K 130 2
                                        

Braakkkk!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Braakkkk!

Bunyi loker yang aku tutup dengan keras menggema di lorong koridor kelas XI yang sudah mulai sepi. Sambil menggerutu kesal, aku menahan perasaan jengah sekaligus muak agar aku tidak langsung membuang setangkai bunga tulip kuning dan dua batang cokelat yang kini sudah berada di tanganku ke tempat sampah terdekat.

Sungguh, aku masih tidak mengerti kenapa keisengan lelaki itu menyimpan setangkai tulip kuning dan berbatang-batang cokelat di lokerku tidak pernah berhenti semenjak aku menolak mentah-mentah pernyataan cintanya enam bulan lalu. Padahal aku sudah sering mengatakan padanya jangan melakukan hal menggelikan ini lagi sambil melemparkan bunga itu tepat di hadapannya.

Meskipun terlihat jahat, tetapi aku melakukan itu agar dia kapok dan tidak usah repot-repot menghabiskan uang jajannya untuk membeli sesuatu yang sangat tidak berguna. Yah, meskipun aku tidak yakin uang jajannya akan habis hanya untuk membeli bunga dan cokelat mengingat lelaki itu menempati jajaran cowok yang katanya paling ganteng dan tajir di sekolah. Sekaligus, cowok itu juga merupakan Ketua Osis sekolahku dengan sejuta pesonanya.

Well, seorang Ketua Osis yang katanya sangat ganteng itu menyukai gadis biasa sepertiku?

Haha! Pasti aku hanya dijadikan bahan lelucon olehnya. Aku sudah bisa menebaknya semenjak sekitar enam bulan lalu saat dia datang ke kelasku untuk berkenalan lalu dengan entengnya ia berkata menyukaiku. Kemudian beberapa hari setelahnya pernyataan sukanya berubah menjadi pernyataan cinta yang tentu saja langsung aku tolak mentah-mentah di hadapan banyak siswa yang melihat.

Yah, disaat perempuan-perempuan lain di sekolah mengantri untuk menjadi pacarnya dan berusaha mendekati cowok itu dengan berbagai cara, untuk apa dia menyukai aku yang jelas-jelas akan menolaknya?

Dari awal aku tidak berniat mempermalukan lelaki itu karena telah menolaknya, tetapi salah dia sendiri kenapa dia harus menyatakan cintanya di depan umum tepat disaat hari ulangtahun sekolah. Ketika hari itu, sekolah sedang mengadakan pensi besar-besaran.

Tetapi anehnya, hal itu tidak berefek apa-apa untuknya. Malah efeknya tertuju padaku. Semenjak aku menolaknya hari itu, aku langsung dijudge dan dicap sebagai cewek sok jual mahal karena sudah menolak lelaki seganteng dia, padahal menurutku sih, masih gantengan Manu Rios kemana-mana.

Kehidupanku di sekolah juga berubah seratus delapan puluh derajat menjadi tidak tenang karena berbagai tatapan tidak suka dari warga sekolah --apalagi siswa perempuan-- serta kehadiran dirinya yang selalu menggangguku setiap hari, ditambah lagi dengan bunga tulip kuning dan cokelat yang sudah sangat bosan aku lihat.

Tumben saja, sepulang sekolah hari ini cowok itu tidak muncul di hadapanku dengan cengiran lebarnya. Tetapi sialnya, sepertinya aku yang harus mencari cowok itu karena untuk mengembalikan bunga dan cokelat yang ia simpan di lokerku, serta untuk menceramahinya agar dia berhenti memberikan hal-hal tidak berguna seperti ini kepadaku.

"Lagi?"

Suara seseorang membuatku memutar tubuh secara otomatis dan langsung melihat Seva sudah berdiri di hadapanku dengan senyum jailnya. Jika dia bukan sahabatku satu-satunya, mungkin aku sudah menendang jauh perempuan bermata sipit itu ke luar angkasa. Apalagi senyum jailnya kini terlihat semakin lebar dengan matanya yang berbinar menatap bunga dan cokelat di tanganku.

"Cie, akhirnya diterima dan mau dibawa pulang juga."

"Eh, enak aja!"

Aku menatap Seva tajam sedangkan tawa perempuan dengan rambut sebahu itu berderai.

"Ini mau gue balikin ke orangnya, sekalian gue mau ngomel biar dia nggak usah ngasih gue beginian lagi!"

Seva hanya mangut-mangut setelah menghentikan tawanya.

"Dia belum balik kok, masih di ruang rapat osis. Selesai rapat belum keluar tuh bocah. Tau deh lagi ngapain."

Tanpa harus bertanya, Seva yang merupakan salah satu anggota osis sudah memberitahuku duluan.

"Lo mau nyamperin dia?"

Aku mengangguk.

"Cie, bilang aja mau modus buat ketemu. Terus abis itu bilang nyesel dulu pernah nolak. Iya kan?" Goda Seva sambil mencolek-colek pipiku.

"Akhirnya cewek jutek kayak lo bisa luluh juga sama si Robby!"

"Ih, amit-amit!" Aku meringis geli.

"Gue nggak bakal suka sama cowok kayak dialah, anjir!"

"Sssstt..." Seva menempelkan jarinya di depan bibirku dengan dramatis.

"Jangan ngomong sesuatu yang mungkin akan bikin lo nyesel, Valena."

"Halah!" Aku Mendengus.

"Eh, gue serius kali!"

"Gue juga serius!" Kataku, "Udah, ah. Gue mau cabut."

"Haduh, udah nggak sabar ya pengen ketemu Robby."

"Idih."

Aku meringis. Lalu tanpa buang-buang waktu, aku berbalik dan meninggalkan Seva yang sudah kembali tertawa.

"Inget Val, satu semester loh Robby ngejar-ngejar lo!" Teriak Seva diselingi tawa meledek.

"Jangan kelamaan dicuekin tar dia disamber orang!"

"Bodo!" Balasku.

***

Almost Late [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang