21 (E N D )

2K 115 0
                                    

Aku memasukan boneka beruang kecil berwarna cokelat ke dalam kotak besar berisi barang-barang yang akan aku bawa pindah ke Kota Bandung setelah sempat memeluk  dan mengingat kembali orang yang memberikan boneka ini untukku dulu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku memasukan boneka beruang kecil berwarna cokelat ke dalam kotak besar berisi barang-barang yang akan aku bawa pindah ke Kota Bandung setelah sempat memeluk  dan mengingat kembali orang yang memberikan boneka ini untukku dulu. Satu tahun berlalu, dan kini sudah tiba saatnya untukku melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Aku bersyukur bisa diterima di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Bandung sesuai jurusan yang aku inginkan setelah melewati berbagai tes yang membuat otakku hampir keram. Begitu pun dengan sahabatku, Seva, dia juga diterima di Perguruan Tinggi yang sama denganku, meskipun berbeda jurusan.

Aku berniat pindah ke tempat tinggalku yang baru hari ini dengan barang bawaan yang tidak terlalu banyak. Hanya membawa sebuah koper dan satu kotak berisi barang-barang yang menurutku penting. Termasuk satu boneka beruang kecil berwarna cokelat yang baru beberapa saat lalu aku masukan ke dalam kotak.

"Kamu masih simpen hadiah pertama dari aku?"

Suara lembut yang dibarengi dengan pelukan dari belakang secara tiba-tiba membuatku sedikit tersentak. Lalu perlahan, aku berbalik dengan senyum lembut tersungging di bibirku saat mataku bersitatap dengan manik sehitam kopi milik lelaki tinggi yang saat ini juga balas tersenyum.

"Katanya kamu kesini mau jam 2, sekarang kan masih jam 10, Rob."

"Nggak apa-apa, aku mau bantuin kamu beres-beres barang."

"Telat, udah beres semua tau."

"Yah..."

Robby tampak cemberut, membuatku langsung tertawa pelan karena ekspresinya yang begitu lucu. Entahlah, semenjak aku menerima perasaannya setahun yang lalu, aku menjadi sering tersenyum dan tertawa hanya karena hal-hal sepele yang Robby tunjukan padaku.

"Nggak usah cemberut, nanti aku makin suka." Kataku lagi sambil berjinjit untuk mengacak rambut hitamnya.

Robby tertawa, lantas balas mengacak poniku dengan gemas.

"Udah bisa ngalus, ya. Diajarin siapa sih?"

"Kamu lah!"

Robby kembali tergelak dengan tangan yang menarik tubuhku, mendekapku erat seakan aku akan lari jika ia lepaskan. Jika sudah seperti ini, aku hanya bisa tersenyum dan balas memeluknya tak kalah erat.

"Baik-baik ya di sana, belajar yang giat. Aku juga bakalan belajar serius di sini buat nunjukin ke kamu kalau aku bukan cowok berotak dangkal yang nggak bisa kamu andalkan."

"Kamu selalu bisa aku andalkan, Rob." kataku sambil mengelus punggungnya.

"Jangan nakal ya. Walaupun kita belajar di universitas berbeda dan udah nggak satu kota, kamu harus jaga kepercayaan aku. Begitu pun aku, aku juga bakalan jaga kepercayaan kamu."

Robby terkekeh pelan.

"Aku udah bukan Robby yang dulu, Val."

"Iya, aku percaya." Balasku sambil merasakan pelukan Robby yang semakin erat.

"Aku bahagia punya kamu."

Robby berbisisik lirih tepat di telingaku, membuatku semakin menenggelamkan kepalaku di dada bidangnya dalam-dalam sambil merasakan detak jantung cowok itu yang berdetak keras dan hangat tubuhnya yang membungkus tubuhku.

"Aku lebih bahagia punya kamu," Balasku pelan.

"Makasih udah hadir di hidup aku dan membuatku percaya jika cinta itu memang ada, Rob."

"Makasih juga udah hadir di hidup aku dan merubah aku jadi orang yang lebih baik, Val. Aku sayang kamu."

Aku tersenyum dan semakin mengeratkan pelukanku dengan berbagai kenangan yang perlahan melintas dalam pikiranku. Kenanganku dan Robby yang sampai saat ini selalu membuatku geli karena rasa benciku yang terlampau besar kepada lelaki itu yang saat ini berujung dengan rasa sayangku yang tak kalah besar untuknya. Meskipun dalam menjalani hubungan dengan Robby tidak selalu mulus, tetapi aku dan Robby selalu bisa mengatasi semuanya hanya dengan saling percaya dan saling memahami satu sama lain.

Yah, ternyata membuka hati dan merasakan apa itu cinta tidak terlalu buruk. Meskipun aku baru setahun menjalani hubungan bersama Robby, tetapi lelaki itu sudah membuktikan padaku jika cinta ternyata tidak seburuk itu.

Aku bisa merasakan kebahagian dan warna baru di hidupku yang semula selalu berwarna gelap, hanya hitam dan abu-abu. Hidupku juga sudah tidak diliputi oleh perasaan sunyi lagi semenjak kehadiran Robby, lelaki yang dulu sangat aku benci, lelaki yang juga selalu mendapatkan makian dan penolakan atas perasaannya dariku, serta lelaki yang aku kira tidak jauh berbeda dengan Papaku.

Saat ini, Robby sudah berhasil membuatku menjadikan dia satu-satunya lelaki yang aku cintai, serta satu-satunya orang yang membuatku mengerti jika cinta itu memang ada dan  bukan hanya sebuah angin lalu.

Yah mungkin, hal ini berlaku jika kita menemukan seseorang yang tepat untuk dicintai.

Dan orang yang tepat untukku adalah Robby, si mantan ketua osis brengsek sekolahku yang menyebalkan. Untung saja semenjak Robby berpacaran denganku, sikap brengseknya itu sudah hilang. Karena jika tidak, sudah dapat dipastikan jika bukan hanya tulang hidung Robby saja yang pernah patah, tetapi tulang lengan dan kakinya juga.

 Karena jika tidak, sudah dapat dipastikan jika bukan hanya tulang hidung Robby saja yang pernah patah, tetapi tulang lengan dan kakinya juga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-Tamat-

***

Almost Late [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang