❄Dia Jo❄
Senyap bukan akhir dari kebisuan, melainkan awal dari sebuah penantian.
***
Hamburg,
Musim Semi satu tahun yang lalu.Gerimis mengguyur langit malam, dan dia ... masih terus melangkah. Sesekali berlari kecil lalu mengibas tempias air yang mengenai jilbab panjangnya. Hujan di musim semi memang indah, namun sangat merepotkan jika harus turun saat jam pulangnya tiba. Namun tetap saja, hujan adalah rahmat Allah yang senantiasa dia syukuri. Saat di mana semua doa akan Allah kabulkan.
Merasa salah jalan, gadis itu menyesal harus melewati sepinya tempat yang layak disebut sebagai kuburan. Senyap, di tambah udara lembab membuat rasa tidak nyaman itu semakin memuncak. Niat hati mengambil jalan pintas untuk sampai stasiun bawah tanah lebih cepat namun sepertinya takdir berkata lain. Keheningan yang mencekam memang selalu membuatnya takut. Mengingatkan kembali masa-masa yang lalu, saat semua peristiwa itu terjadi.
Benar saja, langkahnya melambat, lalu ditolehkannya kepala kebelakang. Kosong, tidak ada orang. Jilbab lebarnya sedikit bergoyang saat tubuh itu kembali berbalik dan berjalan lebih cepat setelahnya. Semakin jauh dia melangkah, suara gemerisik sendal yang bergesekan dengan aspal itu semakin terdengar jelas. Bukan! bukan dirinya, namun....
"Give me your money!"
Seseorang menyergapnya, menodongkan sebilah belati yang tampak mengkilap terkena sorot lampu jalanan. Laki-laki dengan tindik yang memenuhi wajahnya itu tampak menyeramkan. Dan dia hanya mampu kembali melangkah mundur.
"Serahkan uangmu nona manis. Atau benda ini akan menguliti wajahmu," ucapnya sembari melangkah maju.
Tidak! bahkan dia pernah mengalami banyak kejadian yang lebih menakutkan dari ini, gadis itu hanya dapat berdoa. Agar Allah mengirimkan seseorang untuk membantunya. Di jalanan yang sepi ini? bahkan tidak ada yang tidak mungkin bukan?.
"Cepat! Serahkan uangmu!." Laki-laki itu kembali mengintimidasi.
Lagi, dia hanya bisa melangkah mundur, ke arah sebuah terowongan di belakang sana. Tak ada cara lagi, selain terus bergerak mundur, hanya ada satu jalan disana dengan terowongan panjang yang tampak pekat. Semakin bergerak semakin terpojokkan pula, posisi yang menyenangkan bagi preman itu. Preman jalanan.
"Penampilanmu cukup aneh. Ah! tak apa, aku suka. Kau nampak cantik nona. Hari ini aku mendapatkan dua kesenangan sekaligus," uacpan yang terdengar mengerikan.
Jantungnya berdebar kencang, punggungnya sudah menyentuh dinginnya tembok beton berlumut dalam trowongan yang gelap ini. Sungguh dia takut. Sangat takut, ketika dengan tidak sopannya preman itu mengangkat tangannya lalu menyentuh permukaan wajah pucatnya.
"Don't touch me!" ucapnya penuh dengan penekanan. Tangannya menampik kasar tangan preman itu. Tindakan yang membuat lelaki menyeramkan itu tertawa keras.
Tak lama, tawa berganti dengan seringai tajam. Cepat lelaki itu memuntir lengan si gadis berjilbab, membuat tubuhnya berbalik menghadap tembok. Ditariknya tubuh ringan gadis itu lalu secepat hitungan detik, seperti melempar bola baseboll, tubuh ringan itu dibenturkannya pada dinding beton yang dingin. Sangat keras, hingga cairan kental berwarna merah merembes keluar dari dahinya.
Masih belum cukup, lelaki itu kembali menariknya. Mengangkat wajahnya dengan ibu jari dan jari telunjuknya, membuat gadis itu memejam takut.
"You! Mi--"
KAMU SEDANG MEMBACA
Assyauqi
Spiritual❕Sequel Ja Ich Bin Ein Muslim. Disarankan untuk membaca cerita pertama. Picture by: Pinterest * Senyap ... perlahan terkikis oleh sebuah pertemuan. Joseph Nollan, seorang pianis yang kehilangan sebuah makna kehidupan. Laki-laki yang dengan lancangny...