Assyauqi 20.

530 55 25
                                    

❄Melapangkan Rasa❄

Bukankah aku Sang pengembara?
Berkelana mencari suaka,
Satu hamparan bumi tak kutempati selamanya,
Jejak-jejak langkah tertinggal lalu hilang tersapu debu sang bayu.
Kini diatas kerak planet hijau biru adaku,
namun siapa yang tahu kapan Sang Mahakuasa akan melangkitkanku.

***

Kemana kisah ini akan bermuara?. Tidak ada yang tahu. Bukankah kehidupan semisterius itu?, apakah ada yang berani melihat kehidupannya di masa depan?, rasanya semua itu tak perlu, jika diri bisa membaca masa yang akan datang, takdir apa yang akan kau jalani pada hari esok, maka tidak akan ada kejahatan saat tahu besok adalah saatnya hari akhir tiba, tidak akan ada pembunuh, pencuri, perampok, pemabuk jika besok adalah hari kematiannya. Semua tersembunyi, dibalik tabir bernama rahasia takdir.

Jika ada yang bisa melihat apa yang akan terjadi pada masa depan, takdir apa yang akan menimpanya, baikkah atau burukkah maka dalam kehidupan tidak ada tentram rasa bahagia dan juga ketakutan. Yang melihat dirinya akan tertawa disisa umurnya tak akan payah dia berusaha mencari bahagia, sementara yang melihat masa depan yang mengerikan dengan buruknya kehidupan maka mereka akan meringkuk dalam selimut, takut dan membenci dunia ini. Atau kemungkinan lainnnya dia akan mengakhiri hidupnya sendiri. Na'udzubillahi mindzalik.

Sempurna Allah mengatur kehidupan dan segala isinya. Kehidupan manusia telah tercatat rapih dalam Lauhul Mahfudz sebelum penciptaan alam semseta, tersimpan dengan baik. Akal manusia tidak ada yang bisa mengetahui isi catatan itu barang satu titikpun. Dengan begitu orang-orang akan terus berusaha berlomba-lomba dalam menjalani kehidupannya.

Kini, binar bahagia terlihat jelas dalam netra hijau menyejukkan disana. Kebahagiaan akan terasa dalam hati orang-orang yang bersyukur dan selalu berprasangka baik kepada Sang Pencipta, rasanya kalimat itu ada benarnya. Satu-satunya yang kini hatinya rasakan adalah luapan ketenangan. Mengikhlaskan rupanya sedamai itu, mungkin dirinya tidak akan pernah tahu arti dari luasnya kelapangan hati jika belum merasakan sempit yang menghimpit diri.

Bangkit! Satu kata itu sudah membisikinya. Benar, kehidupan akan terus berjalan. Dan kini saatnya merangkai bahagia baru, asa yang baru, dan juga semangat yang baru. Masalah hati, biarlah Allah saja yang menjaganya. Biarlah Allah yang membimbingnya menuju muara yang sebenarnya.

Bisa jadi diri ini selalu melangitkan nama seseorang sebagai jodohnya, tapi ... jika takdir Allah menautkan namanya dengan nama lainnya, maka siapa yang bisa menolak?.

Sesederhana itu, dan semua pastilah akan hadir pada masanya, waktu yang telah ditentukan dan pada tempat yang terbaik.

"Alqyra ... bagaimana hidupmu selama ini?. Sudah lama kamu mengembara, ini saatnya untuk pulang." Amora membuka suara, tangannya lihai mengupas apel. Rasanya sudah lama dia tidak memanjakan putri sematawayangnya ini.

Netra hijau itu mengamati Mutter, sudah lama dia tidak menatap wajah teduh itu. "Maafkan aku," ucapnya kemudian.

"Kenapa malah meminta maaf?."

"Aku telah banyak membuatmu khawatir Ma," akunya kemudian.

"Tidak nak, apa yang telah terjadi mari kita lupakan. Kita buka lembaran baru." Ucap Amora meyakinkan. Malam itu Alqyra telah menceritakan semuanya pada Amora, tentang kepergian Syakhil, kecelakaan kereta, hingga semua beban yang sempat mengganggunya. Awalnya Amora sangat terpukul mendengarnya, rasa kegagalan yang menggelayutinya semakin bertambah saat mendengar apa saja yang Alqyra ucapkan.

AssyauqiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang