❄Dibatas bayangan❄
Lupakah mereka? Di batas bayangan ambisi dan keserakahan ada jiwa yang harus dipertaruhkan.
***
TIK...TOK...TIK...TOKTak ada suara yang berbunyi selain detik yang terus berputar. Dua wanita yang duduk saling berhadapan itu sama-sama terdiam dan saling memperhatikan satu sama lain. Setelah kerusuhan yang terjadi dalam perjalanan pulangnya, disinilah mereka berada. Kondominium tempatnya tinggal. Alqyra membantu gadis itu menyelamatkan diri dari kejaran polisi. Tanpa mengetahui keseluruhan kejadian pun, perempuan itu sudah bisa menebak apa yang terjadi.
"Berhenti menatap aku seperti itu!."
"Maaf." Alqyra mengalihkan pandangannya, membenarkan posisi duduk untuk kemudian kembali menatap gadis muda di depannya.
"Siapa namamu?."
"Ebba." Singkat, dan terkesan dingin. Ada apa dengan gadis ini?.
"Senang berkenalan denganmu, aku Alqyra. Jika aku boleh tahu, sedang apa kau di sana?."
"Bukan urusan anda nona."
"Baiklah itu bukan urusanku. Lalu Ebba, dimana tempat tinggal mu?."
"Di manapun itu, tempat yang jauh dari kata layak. Kau tidak akan pernah mengerti."
Ada yang lain dari tatapan mata Ebba, dan Alqyra bisa melihatnya."Kau memiliki keluarga?."
"Tidak."
Mengangguk mengerti, Alqyra beranjak dari duduknya. Dia masuk kedalam dapur lalu kembali dengan roti serta cokelat panas yang masih mengepulkan asapnya.
"Makanlah, kau pasti lapar." Senyum yang tidak pernah luntur itu justru di balas dengan tatapan nyalang.
"Kau tidak perlu berbuat baik. Kau tidak pernah merasakan betapa sulitnya kehidupan bukan? Jadi, jangan pura-pura peduli padaku." Gadis itu beranjak dari duduknya. Dia berdiri, lalu mendekat pada pintu keluar. Tangannya sudah membuka gagang pintu jika saja suara itu tidak mencegahnya.
"Aku tahu, sangat tahu. Kemarilah," Alqyra mengulurkan tangannya, lalu kembali berkata. "Aku akan membantumu."
Ebba menatapnya ragu, ada sakit yang begitu besar dalam tatapan matanya. Alqyra tahu pahitnya kehidupan membuat gadis semuda ini harus berbuat melebihi batas kemampuan anak seusianya. Usia Ebba masih sangat muda, kisaran tujuh belas tahun adalah angka di mana seseorang sudah mulai menjajaki kedewasaan. Dimana dia sudah tahu bagaimana kehidupan yang dia hadapi, sudah mengerti betapa sulitnya menjalani kehidupan ini jika tidak pandai bersyukur.
"Benarkah?."
"Tentu." Mengangguk yakin, Alqyra melihat ada banyak harapan dari gadis itu.
"Bisakah aku mempercayaimu?."
"Kau akan melihatnya nanti."
Tangan pucat itu perlahan terlepas dari gagang pintu. Sedikit ragu pada awalnya, namun dia memberanikan diri meraih tangan Alqyra. Menggenggamnya erat.
"Jangan pernah kembali ke tempat itu lagi. Maka hidupmu akan lebih baik."
"Kau tahu? Bagaimana--" suaranya tercekat di tenggorokan, menatap tak percaya perempuan di depannya.
"Tidak. Aku hanya menebak. Kau yang akan menceritakan semuanya padaku, nanti. Tapi ingatlah satu hal, Allah menyayangi orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan apa yang kau lakukan bersama teman-temanmu tidaklah disukai Allah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Assyauqi
Spiritual❕Sequel Ja Ich Bin Ein Muslim. Disarankan untuk membaca cerita pertama. Picture by: Pinterest * Senyap ... perlahan terkikis oleh sebuah pertemuan. Joseph Nollan, seorang pianis yang kehilangan sebuah makna kehidupan. Laki-laki yang dengan lancangny...