Assyauqi 28

511 55 13
                                    

Kisahku Kepada Semesta❄️

🍁🍁🍁

(Alqyra Syenan Vaughn)

Teruntuk seseorang yang selalu hadir dalam mimpiku,

Dulu ... Aku mengenalmu dalam sebaris surat yang terselip dalam selembar agenda usang. Dimana kudapati sebuah pesan seorang ayah yang ingin menjaga Puteri kecilnya.

Seolah pintu-pintu takdir menunjukkan jalan kebaikan. Di atas Oberbaum Burg tinta takdir menuliskan sebuah sua yang berakhir pada sebuah tragedi.

Dalam mimpi-mimpi panjang yang tak bertepi. Selalu kudapati seberkas cahaya yang terpancar melalui sinar matamu.

Hingga pada suatu hari, lantunan surah Al-Khafi membuat diriku bergetar dalam dunia yang terbatas sekat-sekat hijab antara ruh dan alam dunia.

Lantunan bunyi yang berisi ayat-ayat cinta Tuhan untuk hambanya.

Kabut tipis itu tersingkap. Lorong cahaya mengantarkan ku kembali pada dunia dimana sua yang sebenarnya telah menanti lama.

Masihkah dapat kuringkas jarak? masihkah dapat kurajut benang-benang rasa yang hanya Tuhan saja yang tahu mengenai isinya?

Seseorang yang tak lagi sempurna raga dan sukmanya ini hanya dapat menunggu di jejak setapak sua pertama.

S.

Hari itu aku tak pernah menyangka, jika berjalan bisa terasa sangat jauh. Langkah kaki terasa berat berlari. Yang aku tahu aku ingin segera sampai, lalu membuktikan jika harapan yang kembali tumbuh bukan sekedar ilusi dari jiwa yang mulai kehilangan akal sehatnya.

Angin musim gugur masih menusuk setiap persendian, namun semua terasa membeku, tubuhku gemetar disebabkan rasa yang bergumul dalam ketidakpastian, harapan, serta ketakutan. Oh Allah ... Masihkan Tuhan pencipta semesta mengizinkan diriku untuk kembali membagi cinta untuknya? Teruntuk seseorang yang bahkan hadirnya tak lebih dari sekedar sang bayu yang ada namun tak terlihat keberadaannya.

Dengan napas yang memburu, langkahku semakin berat untuk meneruskan perjalanan. Suasana disekitar jembatan Oberbaum masih sangat ramai. Dari titik ini, mataku tak henti mencari satu sosok yang bahkan hampir kulupa bagaimana wajahnya.

Saat suara manusia terdengar seperti dengungan lebah. Saat itu pula rasa takut kembali menghantuiku. Rasanya tubuhku semakin mengigil di dera ketakutan. Jembatan ini hampir habis kulewati. Tapi dia yang kucari tak kunjung juga terlihat sosoknya. Disaat rasa putus asa kembali bergumul, langkah ini semakin kehilangan pijakannya. Air mata tak mampu lama bersembunyi dalam pelupuk mata. Dia luruh begitu saja. Bahkan aku semakin kehilangan tenaga untuk menopang berat tubuhku sendiri. Yang aku tahu aku ingin menangis.

Tangis yang tak kutahu berarti bahagia, duka, atau bahkan perpaduan keduanya. Saat seseorang itu, tatapan mata itu kembali melihat diri ini. Benar. Dia. Dia yang kutahu telah pergi dijemput malaikat maut, kini tengah terduduk di atas kursi roda. Betapa waktu telah melahap habis seseorang itu. Tubuhnya semakin mengecil, namun tatapan itu tak pernah hilang dan selalu sama seperti dulu.

Dia kehilangan kata-kata sedang diriku tak mampu bersuara. Tubuhku semakin bergetar, aku menangis dalam diam. Rasanya begitu sesak sampai menghimpit tulang-tulang rusuk ku. Kujadikan bahu jembatan sebagai penopang, sungguh ya Rabb ternyata sua yang selalu kata rindu ucapkan bisa terasa semenyakitkan ini.

"Assalamu'alaikum Alqyra ..."

Saat ucapan itu lolos dari bibirnya, ketika itu juga aku tahu. Ini bukan ilusi. Kuhela napas panjang, mencoba meredakan gejolak emosi yang bercampur dalam kekacauan. Harusnya aku bahagia, tapi hati tak bisa bohong. Rasanya begitu sakit dan lega di waktu yang sama.

"Kau tak ingin menjawab salam ku?"

Kualihkan pandangan pada langit biru diatas sana. Aku masih tak mengira semua ini nyata.

"Bagiamana bisa?" Cicitku yang bahkan sangat sulit untuk bersuara.

Dia mendekat, lalu mengarahkan kursi rodanya untuk menatap sungai spree yang tampak berkilau terkena sorot mentari.

"Aku tidak tahu harus memulainya dari mana." Ucapnya penuh kejujuran. Sebenarnya aku pun tak tahu harus bersikap seperti apa. Pertemuan ini sangat mengejutkan. Aku tak bisa menyapanya di saat semua pertanyaan berdesakan ingin diutarakan satu persatu.

Seolah mengerti isi hatiku, dia kembali berkata, "Aku ingin menyapamu, berbincang hangat dengan hal-hal sederhana. Tapi ... aku tahu tidak semudah itu. Ada hal yang harus kamu tahu Alqyra. Ada begitu banyak hal yang harus dikatakan kata demi kata. Bolehkah aku mengajukan sebuah permohonan?"

Tanyanya dengan netra teduh itu. Aku hanya bisa mengangguk. Sementara dia tersenyum, senyum yang sungguh hanya kudapati ketulusan di dalamnya.

"Jangan menangis ... maukah kau mendengar sebuah kisah?."
Dia mulai bercerita dari semua hal yang tak pernah sekalipun terlintas dalam kepalaku. Sebuah kisah yang akan membawaku ke sebuah masa dimana hanya ada dia, Allah dan para malaikat-Nya.

***

Bersambung ...


AssyauqiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang