❄Kebahagiaan yang Tertunda❄
Sejatinya tidaklah ada kebahagiaan yang abadi, karena setiap manusia membutuhkan luka untuk mengerti apa arti bahagia.
***
Semilir angin berbisik lirih, menerbangkan helai kain yang dua wanita itu kenakan. Entah sudah berapa kapal yang mereka lihat melewati sungai Spree. Sungai yang satu ini memang begitu hidup. Keberadaannya begitu penting untuk menghidupkan sebuah kota, tidak heran salah satu negara yang berperan penting dalam Perang Dunia ini sangat menjaga kelestarian sungainya.
Saat ini mereka tengah terduduk diatas empuk rerumputan hijau, di tepian kanal sungai Spree. Di sana mereka dapat melihat salah satu jembatan legendaris yang pernah runtuh pada masa perang dunia ke-dua. Juga merupakan salah satu tempat yang menjadi saksi kenangannya bersama orang itu. Oberbaum Burgh.
"Bagaimana dengan Ebba?."
Ucapnya membuka suara."Pada dasarnya dia anak yang baik, tidak akan sulit membuatnya kembali seperti sedia kala. Pahamnya terhadap radikalisme belum mengakar kuat. Kau datang tepat waktu Qyra." Ucapan lembut yang selalu menenangkan itu membuatnya tersenyum.
Alqyra ingat betul saat pertama kali mengenal Saudara seimannya ini. Aisye yang mengenalkannya. Saat itu sperti biasa, Pinar Cetin tengah mengisi kajian di masjid Sehiltik, mereka berbagi pengalaman tentang kehidupan. Semenjak hari itu Alqyra semakin memahami apa itu perbedaan, apa makna dari toleransi, dan hal-hal menakjubkan lainnya. Berawal dari sebuah kajian, membawa mereka pada pertemuan-pertemuan selanjutnya. Darinyalah hatinya tergerak untuk mengikuti jejaknya, menjadi seorang konsultan anti radikalisme. Paham radikal yang kian hari marak menyebar di penjuru kota, membuatnya ingin mengulurkan tangan. Membantu mencegah paham yang berbahaya itu. Bermodalkan ilmu psikologi yang ia miliki, perjalanan barunya dimulai.
"Schwester, aku harap kau bisa selalu mendampinginya. Aku akan sangat berterima kasih akan hal itu. Karena aku sendiri tidak bisa berada disisinya. Saat ini Hamburg tidak aman untuknya, kita harus melindungi anak itu. Bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga anak-anak lain yang menjadi korban."
"Biar bagaimanapun kita hanya bisa berusaha. Tangan kita hanya dua untuk merengkuh ratusan orang diluar sana, tapi jika kita membuat mereka melakukan hal yang sama. Maka akan ada lebih banyak tangan lagi yang mau merengkuh yang lainnya. Kau paham maksudku bukan?."
"Ya, tentu saja."
Tersenyum, Alqyra hanya mampu diam mendengarkan dengan takzim segala ucapan yang Schwester ucapkan. Selalu sama tanggapannya. Kagum. Ya, wanita yang usianya terpaut sepuluh tahun lebih tua darinya ini memang selalu mengagumkan. Semua perkataan yang keluar dari lisannya mampu memotivasi orang lain untuk berbuat lebih baik lagi.
Satu yang selalu ia ingat dari sekian banyak ulasan yang pernah mereka bahas sebelumnya. Schwesternya ini pernah berkata, "kebenaran hadir di sepanjang spektrum keislaman dan tidak muncul hanya pada satu titik saja."
Satu kalimat yang menunjukan bahwa sepanjang sejarah peradaban manusia pasti selalu memiliki perbedaan. Semua tergantung sikap kita dalam menghadapi perbedaan itu, jika kita mengaku Islam, maka sudah sepatutnya mengikuti sunnah dan segala ajaran Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam. Dan jika sudah seperti itu, maka meneladani sifat mulianya lah yang harus kita lakukan. Beliau selalu menghargai toleransi, dan karenanya maka segala perbedaan haruslah dihargai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assyauqi
Spiritual❕Sequel Ja Ich Bin Ein Muslim. Disarankan untuk membaca cerita pertama. Picture by: Pinterest * Senyap ... perlahan terkikis oleh sebuah pertemuan. Joseph Nollan, seorang pianis yang kehilangan sebuah makna kehidupan. Laki-laki yang dengan lancangny...