❄Dalam Dekapan Kelabu❄
Jiwa dijaga untuk kembali.
Memasuki raga untuk kemudian pergi.
Menyongsong mimpi tempat tertinggi.Sukma dijaga dalam jasad ini.
Merangkul lain jiwa, untuk saling melengkapi. Meski tak lama tetaplah disyukuri.***
Salju sudah semakin beringas, molekulnya saling bergandengan, kompak meranggas atap-atap rumah, menyelimuti jalanan, dan membekukan rerantingan pada dahan-dahan. Hawanya mengilukan, menghambat aktivitas orang. Ah ... agaknya musim dingin kali ini benar-benar membekukan, benar-benar kesepian dan ... benar-benar kehilangan.
Sama seperti kebanyakan orang yang merindukan hangat sapuan mentari, lelaki itu hanya bisa menatap kosong jendela berkabut di depannya. Sedikit goresan kain menyapu selaput putih kabut, dari salju pada kaca jendela, yang menampilkan lampu-lampu rumah warga di depan sana.
Jalanan sepi, layaknya kota mati. Di musim seperti ini memang hanya tungku perapian serta penghangat ruangan yang jadi bahan sandaran. Hangat dan ... lebih menguntungkan untuk diri yang kedinginan. Sama sepertinya, yang harus melewati masa-masa tersulit di musim yang mencekik.
Jangan ditanya, dia merindukan rumah, merindukan sosok wanita yang menjadi ratu di dalamnya.
Mom.
Valerie, wanita yang tetap menjadi ibu baginya. Dia sungguh merindukannya. Berapa waktu sudah berlalu?. Dua pekan?. Benar, dan selama itulah dirinya menetap seorang diri pada apartemen lamanya yang dia beli dengan jerih payahnya saat menjadi pianis dulu.
Diusir dari rumah?. Ada benarnya satu pertanyaan itu, tapi ... yang pasti dirinya memang lebih baik pergi. Hubungannya dan Frank--ayahnya, memang semakin merenggang. Keduanya butuh waktu untuk saling menerima.
Bosan menatap kosong kota mati yang hanya diramaikan oleh lampu-lampu jalanan itu membuat Joseph Nollan beranjak dari posisi nyamannya. Memakai mantel hangat yang berlapis-lapis kain wol, sarung tangan, penutup telinga hingga syal rajut tebal membuatnya berani melangkah menyusuri jalanan licin bersalju.
Entah kemana langkahnya pergi, yang dia lakukan adalah membiarkan kakinya membawa pada suatu tempat yang hatinya inginkan. Sepanjang jalan pikirannya mengembara, teringat dengan kilas balik hidupnya selama ini. Menjadi muslim rasanya adalah kebahagiaan tak terkira, memang awal-awal hijrahnya penuh dengan sepi, sendiri, serta banyak penolakan lainnya. Tapi ... hatinya sungguh tenang, damai dan sangat tentram. Bukan hanya berlatih sholat dan membaca Al-Quran, perlahan namun pasti dia mulai mencoba berpuasa, meski acap kali gagal ditengah jalan, apalagi saat cuaca ekstrem seperti saat ini.
Dia jadi teringat dengan ceramah imam Samir Jumat lalu, beliau membacakan sebuah surat. Kurang lebih seperti ini ayat yang dia ingat; "Dan barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di Bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak. Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
Al-Quran surah An-Nisa ayat 100 itu selalu membekas dan menjadi cambuk untuknya agar terus melangkah, berhijrah dari seseorang yang kehilangan makna kehidupan, menjadi seseorang yang mengenali Tuhannya. Allah subhanahu wa ta'ala. Sebagai tempat tujuan untuk bersandar dalam hidup yang keras dan kerap meletihkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assyauqi
Spiritual❕Sequel Ja Ich Bin Ein Muslim. Disarankan untuk membaca cerita pertama. Picture by: Pinterest * Senyap ... perlahan terkikis oleh sebuah pertemuan. Joseph Nollan, seorang pianis yang kehilangan sebuah makna kehidupan. Laki-laki yang dengan lancangny...