❄Time Machine❄
Tidaka ada yang tahu,
kapan waktumu akan berhenti menapaki dunia ini. Cepat semesta berlalu, waktu bagai desing peluru. Melesat cepat, hingga habis massamu melihat indah dunia fana ini.***
"Hei! Pasang yang benar, itu melenceng. Sisi-sisinya tidak tepat." Madam Berta berteriak cukup kencang. Intonasi yang tinggi itu terdengar sangat kesal.
"Bagaimana? Ini sulit asal kau tahu." Sementara Mr. Bannan tengah kesulitan meraih satu pita yang akan ia kaitkan pada paku yang tertancap di tembok.
"Kau memang payah Bannan!. Turunlah."
"Cerewet sekali," merutuk lirih. Kesal mendengarnya. Mr. Bannan tetap bersikeras menyelesaikan tugasnya memasang Baner pada tembok. Sementara itu dari kejauhan Alqyra menatap geli keduanya. Sikap yang terlewat mengesalkan itu justru terlihat lucu di matanya. Seluruh dunia pun tahu menjaga bayi lebih mudah dari merawat lansia. Sementara Crhisty menggeleng takjub melihat polah balita tua itu. Sesekali dihembuskannya dengan berat oksigen dari dalam paru-paru. Semua sudah menjadi makanan sehari-harinya. Alqyra tahu gadis itu lelah, sudah hampir dua malam tidurnya terganggu hanya untuk mempersiapkan acara ini. Belum lagi tingkah unik para lansia yang sungguh menguras tenaga.
"Biar aku saja," ucapnya meyakinkan sembari menepuk bahu sahabatnya itu. Mengangguk pasrah, ucapan terima kasih ia sampaikan dari tatapan matanya. Tubuhnya terlalu lelah hingga malas berbicara banyak. Dia harus menghemat tenaga untuk acara besar ini. Ah, sebenarnya tidak terlalu. Hanya acara musiman yang diadakan panti untuk para donatur. Mudahnya sebut saja 'acara amal'.
Alqyra mendekati kedua manusia renta yang masih berdebat itu. Tubuh Mr. Bannan sudah terlalu rapuh untuk menaiki tangga, badannya tidak lagi lentur seperti masa muda dulu. Tentu saja bukan perkara mudah baginya memasang poster berukuran besar pada dinding yang tinggi.
"Mr. Bannan! Turunlah, aku akan menggantikanmu."
"Jangan Alqyra, biarkan dia berusaha." Mendengar ucapan Madam Berta membuatnya terkekeh. Apa dia tidak salah dengar?. Bukankah tadi madam Berta sendiri yang meminta Mr. Bannan untuk turun.
"Benar Alqyra! Aku bisa, jangan remehkan lelaki tua sepertiku ini."
"Yang benar saja, aku tidak ingin membantumu. Tapi apa kau tahu? Sebentar lagi para donatur akan datang, bagaimana mungkin poster ucapan selamat datang belum terpasang?. Tentu aku tidak mau disalahkan. Jadi, kumohon bantulah aku. Turunlah." Seperti itulah cara Alqyra membujuk para lansia yang keras kepala ini. Dan bukan Alqyra namanya jika tidak berhasil. Mr. Bannan turun dari tangga dengan sangat berhati-hati. Sedikit negri melihatnya, meakipun tingginya tak seberapa. Tapi bagaimana jika langkahnya tergelincir, itu sangat berbahaya. Tapi beruntunglah kakek itu turun dengan selamat.
"Danke. (*terima kasih)." Ucapnya dengan wajah berseri, membuat siapa saja selalu luluh dibuatnya.
"Oho! Baiklah anak nakal, kali ini kau menang." Ucapnya yang terdengar sedikit bergetar. Layaknya lansia pada umumnya.
"Kau terlalu baik kepadanya." Madam Berta memprotes tidak terima.
"Kau juga harus membantuku nyonya."
"Apa?"
"Masuklah, berpakaian rapi. Kau tidak ingin tampil lusuh dihadapan para tamu bukan?." Ucapnya memperingatkan. Benar saja, Madam Berta segera bergegas masuk, menyusul Mr. Bannan. Dia memang akan ikut mengisi paduan suara nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assyauqi
Spiritual❕Sequel Ja Ich Bin Ein Muslim. Disarankan untuk membaca cerita pertama. Picture by: Pinterest * Senyap ... perlahan terkikis oleh sebuah pertemuan. Joseph Nollan, seorang pianis yang kehilangan sebuah makna kehidupan. Laki-laki yang dengan lancangny...