Perusuh

1.4K 96 4
                                    

"Gimana caranya lo bisa masuk ke tempat gue?" Matra menahan emosinya dengan ngasih penekanan disetiap kata-katanya.

Meski mata elang Matra mengintimidasinya, ia tak bergeming sama sekali, sebaliknya Affan si bocah tengil justru nyengir garuk kepala tanpa nunjukin rasa bersalah. Walau keadaan genting seperti ini, ia tetap santai memainkan ponselnya.

Gue kenal betul dengan pribadinya yang urakan gak akan peduli dengan keadaan kayak gini. Gue pijat pelipis gue, mondar-mandir menenangkan pikiran, mencoba menelaah apa yang sebenarnya terjadi. Gue sangat yakin ini kerjaan nyokap.

Matra yang punya tempramen buruk mengenai kebersihan makin emosi saat Affan gak sengaja menumpahkan minumannya di atas sofa. Ngeliat seluruh wajahnya merah padam, gue wanti-wanti apa yang bakal dilakuinnya. Sedang si perusuh masang tampang bloon, ngelirik sekitarnya dan ngambil jaket yang tersampir di sebelahnya lalu menaruhnya di atas tumpahan tersebut.

"BEDEBAH SIALAAANN!!!!" pekik Matra ngelempar semua makanan dan sampah yang ada di atas meja, ngehajar nya sampek babak belur.

Gue geleng gepala tanpa berniat ngelerai mereka.

*****

"Apa nyokap gue yang bukain pintu dan nyuruh lo tinggal disini?"

Setelah semua terkendali, gue ngajak Affan bicara. Hampir setengah hari Matra membuatnya jadi budak, membersihkan segala kekacauan yang dia perbuat. Walau dengan wajah babak belur bercampur lelah, gue harus tetap ngajak dia bicara.

Dia nyenderi kepalanya ke sofa, mijat kepalanya. "Nyokap lo datang dan nawarin gue masuk. Awalnya gue berniat nemuin lo, tapi kata nyokap lo gue bisa nunggu lo pulang dan tinggal disini"

"Oke. Sekarang permasalahannya, ada perlu apa lo nemuin gue pakek nginep segala di apartement gue? Lo liat suami gue bisa aja bunuh lo kalo lo gak cepat-cepat pergi dari sini"

"Gue mau tinggal disini dulu beberapa hari"

"Gue bakal bunuh lo kalo lo berani tinggal disini" Matra muncul dari kamar masih dengan bertelanjang dada, ngeringin rambutnya. Tatapan membunuhnya belum juga pudar.

Affan mendengus gak suka. "Gue harus tinggal disini beberapa hari, gue gak punya tempat tinggal. Uang jajan gue juga dirampok bokap gue. Gue butuh tumpangan"

"Keputusan bokap lo pantas gue acungi jempol. Kalo gue punya anak kayak lo, mungkin udah gue lempar ke kolong jembatan" ketus Matra.

Affan hampir ngelempar bantal ke arahnya.

"Gue juga gak setuju. Lo punya banyak kenalan, lo bisa numpang di rumah mereka" sambung gue.

Dia nidurin dirinya di sofa. "Gue nyaman disini" ucapnya dengan mata tertutup siap tidur. Matra bersiap ngusir dia, tapi Affan balik bersuara. "Lo bisa nyiksa gue setelah gue bangun"

Matra berhenti dan mendengus kemudian melengos masuk kamar. Gue nyusul dia ke dalam.

"Lo harus ngusir dia sebelum gue bangun" amuknya bersiap tidur juga. "Nyokap lo bener-bener gila. Lo harus selesaiin masalah lo dengan iblis sialan itu. Hidup gue udah cukup repot dengan nikahin lo" gerutunya kesal.

"Heh setan! Ngomong apa lo barusan?"

"Gue udah cukup repot dengan nikahin lo. Lo denger?"

"Brengsek!!!" gue jambak rambutnya kuat. "Brengsek sialan, mati lo! Mati aja lo biadab!"

"Arrrgghhhhh...babi! Lepasin tangan lo, anjing!"

"Lo yang babi! Anjing gila! Gue juga nyesel nikahin lo" gue tarik-tarik rambutnya ke belakang.

Greatest BlessingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang