3 hari gue nginep di salonnya Nabil. Mogok ngajar dan mogok pulang. Gak ada yang tau gue disini. Kakak gue bolak-balik kesini nanya keberadaan gue yang dijawab gelengan oleh Nabil setelah gue mohon-mohon untuk sembunyiin gue sementara waktu. Sedang Matra, cuma sekali dia datang. Tapi gak sekhawatir kakak gue, dia bersikap santai dan cuek.
"Lo gak khawatir?" tanya Nabil waktu itu.
Gue sembunyi di kamar lantai atas dan masih bisa awasi mereka diam-diam.
Dia senyum culas. "Gue pastiin di hari ke 4 dia balik"
"Yakin amat lo" dia ngedikin bahu. "Lo tau dimana dia?" tanya Nabil lagi.
Dia menggeleng ambigu mainin pernak-pernik di meja. "Apapun yang dia lakuin gue harus tau" Nabil sesekali melirik ke atas. "Gue pulang. Tugas gue numpuk. Bye" pamitnya.
Nabil mengangguk, fokus membersihkan peralatan potongnya.
Gue marah ketika Matra perlakuin gue gak berdaya malam itu sekaligus gue juga takut Matra bakal perkosa gue kayak apa yang dia omongi meski tanpa nada keseriusan, kali ini gue yakin semua ancaman yang kedengarannya biasa-biasa aja bener-bener bakal terjadi.
"Lo yakin Matra gak tau lo disini?" gue ngeliat Nabil was-was. "Gue gak bocorin, tapi gue juga gak yakin dia gak tau keberadaan lo"
"Selama mulut lo ke kunci aja" jawab gue sinis.
Nabil ketawa kecil. "Matra gak semesum yang lo kira"
"Bahkan lebih mesum dari yang gue kira"
"Tapi gak seburuk yang lo pikir"
"Setelah apa yang dia lakuin ke gue lo bilang gak buruk?" gue letakin kasar majalah yang gue baca.
Gue udah cerita alasan gue sembunyi sebelumnya baru dapat ijin tinggal disini.
"Dia belum perkosa lo..." jawabnya pura-pura mikir.
Gue lempar majalah yang baru gue letakin mengenai wajahnya. Dia justru ketawa.
"Keluar lo dari kamar gue"
"Lo yang harusnya keluar, lo ngerebut kamar gue" gue mendengus. "Gimana rasanya?" alis gue menyatu. "Ciuman dengan pria yang menurut lo playboy"
Giliran bantal gue lempar ke arahnya, dia berhasil nangkap dan ngelempar balik. Gue cari kegiatan ngerapiin ranjang. Tapi pas gue balik badan, gue nemuin wajah Nabil 1 cm dari gue. Mata gue melebar.
Dia mengamati wajah gue, bukan lebih tepatnya manik mata gue kemudian nampilin senyum nya yang buat gue terpana sejenak. Susah payah gue telan ludah. Baru mulut gue kebuka mau ngucapin sesuatu, mendadak suara dingin seseorang dari pintu bungkam gue balik.
Nabil yang paham betul pemilik suara itu melirik ke belakang dari ekor matanya membaca situasi. Gue takut-takut nahan nafas.
"Lo yakin bakal selamat kali ini?" bisiknya dan balik noleh ke gue. "Tapi....thanks, setidaknya lo yang buat pacar gue cemburu" senyumnya jahil lalu berbalik.
Gue mendengus. Tapi, setelah Nabil menyingkir dari hadapan gue, mata gue melotot kaget dan gigit bibir bawah gue. Disana bukan cuma ada kakak tercinta gue, Matra berdiri bersender ke pintu sambil bersedekap mandang gue dengan senyum miringnya. Gue hela nafas, malingin muka kesal. Perhatiin tingkahnya, ucapan Nabil ada benernya. Gue rasa sejak awal dia tau gue disini.
"Jadi kalian disini? Berduaan? Selama 3 hari?" suara dingin kak Gaga lagi marah.
Gue yang merasa menjadi biangnya muter bola mata malas dan natap kak Gaga lebih tajam dari yang dia tampilin ke gue. Liat sikap dingin gue dan gak kunjung buka suara, kak Gaga pergi masih dengan kecemburuan nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Greatest Blessing
Romantik[Completed] Dikelilingi cowok-cowok kampret bin absurd, bikin dunia gue ikutan jungkir balik. Dimana gue punya 2 kakak cowok, yang pertama namanya kak Barka yang udah jadi playboy bertahun-tahun dan hoby nya suka kawinin anak perawan orang dan kakak...