Chapter 1

21.1K 1K 99
                                    

.
.
.

Terbangun di tempat yang begitu asing tidak pernah terasa menyenangkan. Itulah yang terjadi pada Jimin pagi ini. Saat ia membuka matanya pagi tadi, ia sedikit terkejut dengan fakta bahwa ia tidak menempati tempat tidur yang sebelumnya selalu menemaninya, hingga akhirnya ia sadar bahwa dirinya telah jauh dari kehidupan panti asuhan. Ia telah menjadi anggota baru di keluarga yang ia tempati kini.

Jimin paham anak angkat tidak selalu diterima, begitupula dengan keadaan di rumahnya sekarang. Tak sengaja ia mendengar percakapan antara kakak angkat dan ayah angkatnya tadi malam. Berbagai spekulasi tentang mengapa dirinya diadopsi keluar dari mulut sang kakak, yang tak jarang menorehkan luka di hati yang sedikit tidak siap untuk menerima penolakan.

Sang ayah angkat, Kim Seokmin, memang memiliki tiga anak kandung dan 3 anak angkat lain selain dirinya. Tetapi, ia rasa hubungan di antara anak-anaknya tidak begitu dekat satu sama lain. Ia bahkan merasakan sepi di rumah barunya. Belum lagi, sambutan hangat tidak ia dapatkan ketika pertama kali menginjakkan kaki di rumah itu.

Walau begitu, Jimin tidak bisa mengecewakan ayah angkatnya. Ia harus tetap berusaha untuk bertahan berada di rumah barunya. Dengan harapan semua hal buruk bisa cepat terlewati seiring berjalannya waktu. 

.
  . 

Jimin melangkah ragu menuju ruang makan, berharap tidak ada sesuatu yang terjadi di hari pertamanya di rumah itu. Tetapi yang ia temukan hanyalah sang ayah yang sedang membaca koran di meja makan. Terlihat kepulan asap dari cangkir kopi di sebelahnya yang baru saja disajikan oleh seorang pelayan. Ia tak melihat saudara barunya yang lain duduk di meja itu. Hanya sang ayah yang masih sibuk membaca korannya.

Tepat ketika ia mulai kembali melangkahkan lagi kakinya, mata sang ayah beralih padanya. Melipat koran seraya menarik kedua sudut bibirnya untuk menyambut Jimin.

"Pagi Jimin-ah," sapa Seokmin dengan senyum lembutnya.

"Pagi, T- ayah ..." jawab Jimin ragu.

Seokmin memberi isyarat pada Jimin untuk duduk di sebelahnya dengan melambaikan tangan. Dengan ragu, Jimin pun menarik kursi dan duduk di sebelahnya.

"Kau mau sarapan apa Jim? Masakan bibi Lee sangatlah enak."

"Apa tidak menunggu yang lain saja?" ia melirik ke arah kursi lain yang masih kosong kendati waktu sarapan sudah tiba.

"Kami jarang duduk di meja makan bersama," ujarnya lebih terdengar seperti ungkapan kekecewaan.

"Ahh ... begitu ..." respon Jimin sedikit canggung.

Keheningan pun terasa seketika. Jimin hanya memandangi susu hangat yang berdampingan dengan kopi hitam sang ayah yang masih mengepul.

"Jim," panggilnya pelan. "Bisa kau lakukan sesuatu untuk ayah?" 

.
.
.

Jimin sedikit kebingungan mencari ruang guru di tengah lautan siswa yang berjalan berlawanan arah dengannya. Ini hari pertamanya di sekolah baru dan ia harus segera melapor kepada guru kelasnya sebelum jam belajar dimulai. Semua orang tampak sibuk dengan teman-temannya atau bahkan dengan buku mereka, seperti enggan menolehkan sedikit pandangannya pada satu siswa baru yang terlihat kebingungan.

FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang