Chapter 6

10K 900 55
                                    

.

.

.

Taehyung menatap lapangan di hadapannya dalam diam sore itu. Beberapa hari ini sesuatu seakan mengganggu pikirannya tanpa ia tahu hal apa yang menjadi penyebabnya.

"Hyung!" seseorang yang ternyata Jungkook, sang adik, tiba-tiba saja duduk di sampingnya.

"Kau mengagetkanku!" ujarnya, secara refleks memukul pelan bahu adiknya itu. Sedangkan yang dipukul hanya bisa tersenyum tengil.

"Apa yang kau pikirkan, hyung?"

"Tidak ada, hanya ... apa kau melihat Jimin akhir-akhir ini?" tanyanya tanpa sadar.

Sang adik terlihat sedikit heran mendengar pertanyaan tersebut, hingga akhirnya menimpali, "Jimin? Apa kau belum tahu, hyung?"

Taehyung mengerutkan dahinya mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Jungkook.

"Jimin sudah pulang ke panti asuhannya, hyung. Aku tak sengaja mendengar bibi Lee mengatakannya kemarin pagi."

"Pulang?" tanyanya memastikan dengan sedikit nada keterkejutan di dalamnya.

"Iya, mungkin dia sudah sadar posisinya di rumah kita."

"Kook, kau tidak boleh mengatakan hal seperti itu. Kita juga harus ingat posisi kita di rumah ini," ujar Taehyung dengan nada yang lebih serius.

Jungkook yang tidak setuju dengan perkataan kakaknya itu kemudian memberenggut, "Tapi kita berbeda, hyung!"

Taehyung tidak menanggapi adiknya lebih lanjut dan lebih memilih untuk memikirkan keberadaan Jimin. Ia memang tidak dekat dengannya, tetapi tak pernah ada rasa curiga untuk lelaki kecil dan pendiam itu. Memang setelah ayahnya meninggal semua berubah, tak hanya dirinya. Ia menjadi lebih jarang bertegur sapa, bahkan hampir tidak pernah melihat Jimin di rumah. Sampai akhirnya mengetahui bahwa Jimin memang sudah pergi.

Perasaan buruk pun entah mengapa mulai menggelayuti hatinya.

.
.
.

Dua buah mobil memasuki jalan kecil berbatu di pesisir pantai Busan. Mengarah pada satu-satunya bangunan rumah di lokasi tersebut. Gerbang selamat datang dan sebuah papan bertuliskan nama tempat tersebut menyambut mereka ketika melewatinya. Tak lupa beberapa anak yang penasaran berlarian ke pekarangan depan untuk melihat siapa yang datang.

Ke-empat pemuda dan seorang pria paruh baya terlihat turun dari dua mobil tersebut, kemudian berjalan mendekat ke arah gerbang yang sudah dipenuhi beberapa anak. Mereka menyapa anak-anak kecil yang tersenyum manis dan terlihat penuh semangat. Sedikit banyak membuat hati mereka berlima hangat.

Seorang wanita diumur 40 tahunan akhirnya keluar dari dalam rumah. Terkejut dengan kehadiran orang-orang yang tidak diprediksinya.

"Tuan Kang?" tanyanya heran seraya melirik pada sekelompok pemuda di belakangnya.

"Nyonya Nam, perkenalkan mereka adalah anak-anak dari Tuan Kim."

.
.
.

"Jimin baik. Dua hari yang lalu ia sempat demam, tetapi kini sudah baik-baik saja," ujar Ibu Nam yang sudah mengajak Kim bersaudara dan Paman Kang untuk duduk di ruang tamu.

FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang