Chapter 4

8.6K 943 51
                                    

.

.

.


Rumah yang memang selalu bersuasana dingin itu semakin terasa mencekam semenjak kepergian sang tuan besar, membuat  ketujuh anak keluarga Kim seakan enggan berada di rumah terlalu lama. Mereka tidak bertegur sapa, bahkan jarang sekali terlihat berkeliaran di sekitar rumah.

Seokjin memilih untuk menyibukan dirinya di rumah sakit. Sedangkan Namjoon memutuskan untuk mengambil alih perusahaan yang berada di Jepang selama hampir dua minggu. Yoongi sendiri lebih sering berada di studio dibandingkan di rumahnya. Hoseok memutuskan untuk kembali pergi ke luar negeri, mencoba menjernihkan pikirannya. Hanya tersisa Taehyung, Jungkook, dan Jimin selalu yang berada di rumah karena kewajiban sekolah mereka. Itu pun lebih banyak menghabiskan waktu di sekolah dan di kamar masing-masing.

Semuanya berjalan begitu lambat. Kesedihan seperti enggan meninggalkan masing-masing dari mereka. Kepergian sang ayah yang terlalu tiba-tiba masih membekas di hati. Tak ada yang menyangka bahwa sang ayah akan menyusul sang ibu begitu cepat, membuat mereka menyesal karena tak meluangkan waktu lebih untuk sang ayah dan lebih memilih terjerumus dalam kesedihan karena kepergian sang ibu.

Salah satu dari mereka tengah merasa bimbang dan hanya bisa duduk di atas tempat tidur. Tiga minggu sudah sang ayah pergi meninggalkannya dengan penuh kebimbangan. Ia masih terus berpikir apakah ia harus tetap tinggal atau pergi. Nyatanya, kehadirannya di rumah ini tak merubah apa pun agar menjadi seperti apa yang sang ayah inginkan.

Semua saudaranya hanya semakin jauh dan jauh darinya. Mereka memang tidak memperlakukannya dengan buruk selayaknya saudara tiri. Namun menganggap dirinya tidak ada rupanya terasa lebih menyakitkan.

Jimin membuka tutup obatnya untuk kesekian kali karena sakit di kepalanya kian menjadi. Ia tidak peduli dengan dosis yang seharusnya ia minum per harinya. Jimin hanya ingin merasa lebih tenang dan mungkin terlelap untuk waktu yang lama. Mungkin juga terlelap sampai bertemu dengan kedua orang tuanya, dan juga ayah Kim di sana.

.

.

Sebuah file terlempar di hadapan Seokjin yang tengah mengurut kepalanya pelan. Ia terkejut dan sontak mengangkat kepalanya, menatap pelaku yang tengah mengganggu istirahatnya setelah melakukan beberapa prosedur operasi.

"Kau menggangguku, Dokter Im," ujarnya sedikit kesal.

"Kurasa kau harus mengecek hasil pemeriksaannya kemarin," ujar dokter wanita yang menggunakan name tag 'Im Soo Young' itu seraya mengetuk-ngetuk file di hadapannya.

"Kurasa aku tak perlu lagi mengeceknya," Seokjin malah mendorong file itu menjauh darinya, enggan membuka.

"Seokjin, dia itu pasienmu, dengan atau tanpa kehadiran ayahmu. Ingat kau itu seorang dokter!" Sooyoung sudah jengah menghadapi Seokjin yang mendadak berubah menjadi kekanakan.

"Jangan berani kau menghubungkannya dengan ayah. Dia tak lagi ada hubungan apa pun dengannya."

"Kau tidak bisa terus begini! Asal kau tahu, keinginan ayahmu untuk yang terakhir kalinya adalah agar Jimin sembuh dan kalian hidup rukun. Jangan terus membohongi dirimu sendiri, Kim Seokjin. Rasa bersalah tak akan membantumu."

Setelah itu ia berdiri dan kembali meninggalkan Seokjin di ruangannya.

"Ya, rasa bersalah ini tidak membantuku, ia menghantuiku."

.
.
.

Jimin melangkah ragu dengan membawa sebuah buku di tangannya. Tadi pagi Bibi Lee menitipkan buku catatan milik Jungkook padanya karena adiknya itu sudah pergi bersama Taehyung terlebih dahulu. Ia bilang Jungkook membutuhkannya siang ini, jadi sampailah kini Jimin di depan kelas Jungkook.

FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang