.
.
Seingat Jimin, dirinya tengah memejamkan mata di atas meja di ruang kelas, tapi sekarang ia terbangun kembali di ruangan putih yang sangat familier dengannya. Merasa kebingungan, dirinya mencoba mendudukkan tubuh lemasnya dan menyapu pandangan ke seluruh penjuru ruangan, berusaha mencari salah satu sosok saudaranya. Namun nihil, ia hanya sendiri di sana.
Kakinya hampir turun menyentuh permukaan lantai yang dingin sebelum dihentikan oleh suara pintu yang terbuka, menunjukkan Seokjin dengan jas putih kebanggaannya di sana. "Mau ke mana, Jim?" tanyanya berusaha tenang melihat Jimin yang sudah dalam posisi untuk 'kabur'.
"Hyung, kenapa aku di sini? Seingatku tadi aku—"
"Taehyung dan Jungkook membawamu ke sini. Teman sekelasmu bilang kau tiba-tiba saja tidak sadarkan diri di kelas, dengan darah yang keluar dari hidungmu."
Jimin pun terdiam mendengarkan penjelasan sang kakak. Separah itukah sampai ia tidak sadar? Perasaan bersalah kemudian muncul di hatinya. Lagi-lagi ia merepotkan Taehyung dan Jungkook. Dua minggu lalu ia harus Taehyung bopong kembali ke rumah sakit karena dirinya yang mendadak merasa sangat lemas.
Ahh ... dirinya memang menyusahkan.
"Hyung, tentang tawaranmu, apa aku benar boleh berhenti sekolah?" Dua minggu yang lalu, tepat setelah kejadian dirinya collapse untuk kedua kalinya di sekolah, Seokjin meminta Jimin untuk berhenti sekolah. Pada saat itu Jimin langsung menolak permintaan sang kakak karena jika ia berhenti, ia hanya akan menjadi seorang pesakitan yang tinggal diam di rumah tanpa melakukan apa pun.
Hanya saja, ini ketiga kalinya ia menyusahkan Taehyung dan Jungkook. Membuat mereka khawatir dan mengharuskan mereka untuk meninggalkan pelajaran demi mengantar Jimin ke rumah sakit. Ia merasa tidak berguna karena menyusahkan saudaranya setiap saat.
Seokjin sendiri berusaha menyelami kedua mata Jimin, mencari arti dari pertanyaan yang baru saja sang adik lontarkan. Ia memang meminta Jimin berhenti sekolah, untuk kesehatannya tentu saja, tapi dirinya juga tak ingin merenggut kehidupan bebas sang adik begitu saja.
"Jim, katakan kenapa kau tiba-tiba menyetujui permintaanku?"
Jimin terlihat enggan untuk menjawab, tetapi tatapan menuntut sang kakak tidak bisa dihindarinya. "Aku ... aku terlalu banyak menyusahkan kalian semua. Jika hyung memintaku berhenti sekolah, itu pasti karena keadaanku yang semakin memburuk, kan? Aku hanya ingin mengurangi beban kalian."
Seokjin mencelos mendengarkan jawaban sang adik. Ia ingin menyingkirkan fakta itu, tetapi kenyataan berkata lain. "Jim, aku tidak ingin merebut kebahagiaanmu."
"Selama aku memiliki kalian, aku tidak apa-apa. Lagi pula, rambutku mulai rontok. Aku tidak mau satu sekolah mengetahui soal kebotakanku."
Seokjin menarik Jimin ke pelukannya. Perasaannya campur aduk. Ia ingin sang adik menjalani hidup yang normal, tetapi untuk sekarang persentasenya sangat kecil. Kesehatan sang adik harus lebih diutamakan.
"Maafkan aku, Jim."
"Hey ... hyung tidak bersalah. Sudah kubilang aku akan berusaha, kan?"
Tanpa Seokjin sadari, setetes air mata jatuh dari mata sang adik.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Family
Fanfiction"I will stay, for you." ~Repost from FFN Republished Start: 03062020 End: -