"Kalau aku boleh berharap, aku ingin berada di sampingmu. Selalu."
♡♡♡
Kali ini aku tidak bisa untuk tidak mengutuk. Lagi.
Padahal aku sudah berlama-lama di ruang guru, kenapa Arga dan Rama masih di musholla juga sih?
Aku menarik napas keras, lalu melangkah sambil menundukkan kepalaku sedalam mungkin saat melewati mereka --yang sialnya, ikut berjalan di belakangku--
Ini kok aku ngerasa hawa-hawa gak enak ya?
Kenapa juga kelasku terasa lebih lama sampai?Aih.
Mama, lutut anakmu udah gemetaran ini.
Aku mematung saat mendengar dua orang di belakangku saling berbisik satu sama lain kemudian tertawa.
Aduh, mati aja Rinai.
Itu kenapa ketawa Arga pake merdu gitu sih kedengarannya?
Minta dikarungin deh kayaknya.
Terus buang ke laut,
Eh jangan deng. Buang ke hati aku aja.
Aku nyengir, kenapa di saat seperti ini otakku malah makin geser sih?!
"Huft.." aku menghela napas panjang saat memasuki kelas dan jatuh terduduk.
Telapak tanganku dingin. Lututku juga masih gemetaran.
"Anjir Nai, kenapa?!" Sentak Lida kaget saat melihatku langsung jatuh terduduk.
Aku menghirup napas dalam lalu menyengir lebar.
"Lantainya empuk, Lid."
"Ogeb!"
♡♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Adiksi
Short Story[Lengkap] Entah sampai kapan kamu akan menjadi sebuah adiksi paling menyakitkan untukku. Written by Asharumi. Start: 08 November 2018 End: 25 Desember 2018