Lembar 45

834 44 7
                                    

"Tidak semua sikap orang sama seperti yang kamu lihat."

♡♡♡

"Rinai Angkasa."

Panggilan itu lantas membuatku langsung mendongak, menatap tanya pada guru pembimbing konselingku yang sedang memberikan tatapan datar ke arahku.

Lamat aku menghampirinya, berjawab panggilan beliau dengan gugup.

Sebelumnya Rani sudah lebih dulu dipanggil oleh beliau, namun entah kenapa namaku ikut dipanggil juga.

Sebenarnya.. ada apa ini?

Bisa aku rasakan tatapan tanya dan heran mulai menghujam punggungku. Dan sepertinya aku bisa menebak isi pikiran mereka.

Hell, Rinai dan Rani? Jangankan membuat masalah, berteman dekat saja tidak.

Akupun mengikuti langkah guruku tersebut sambil terus berpikir.

Masalah apa yang kulakukan sampai diseret ke ruang BK seperti ini?

"Ibu dengar dari Rani, kamu melakukan tindakan bullying padanya dengan mengatakan kalau dia pacar Arga? Benar?"

Mataku seketika terbelalak. Aku? Mem'bully'nya? Yang benar saja!

Aku tahu Rani tipikal anak yang sangat alim, bahkan ia enggan untuk bertatapan dengan yang bukan mahramnya.

Namun aku tidak menyangka ia bisa menuduhku seperti ini. Apa salahku? Apa karena aku pernah dekat dengan Arga, kah?

Aku tahu sekarang mereka dekat. Bahkan seperti orang pacaran.

Aneh memang, Rani yang alim, bisa dekat dengan yang bukan mahramnya sampai seperti itu. Jadi, di mana letak kealimannya yang selalu terlihat itu?

Ah, lupakan. Aku gak bisa sembarang menilainya langsung seperti itu hanya dari yang terlihat saja.

Belum sempat aku menjawab. Guruku sudah memotongnya.

"Dan lagi, kamu tidak membantu Rani dalam mengerjakan tugas kelompok?"

Ugh.

Aku ingin berteriak sekarang juga.

Apa-apaan?! Yang ada aku yang mengerjakan tugas itu seorang diri!!!

Aku menatap Rani yang menunduk dengan tatapan membunuh. Apa maksudnya itu? Bersikap seolah-olah ia benar-benar korban?

"Maaf, bu. Tapi saya tidak pernah melakukan apa yang ibu ucapkan." sahutku pelan dengan menekankan setiap yang aku katakan.

Aku tidak bersalah. Jadi aku takkan menunjukkan sikap lemahku. Apalagi di depan seorang Rani!

"Lalu kenapa kamu berbicara seperti itu Rani?" Pertanyaan itu terlontar pada si gadis berkerudung lebar.

Aku menatap datar menunggu jawaban darinya.

Namun hingga semenit sudah berlalu pun tak ada jawaban yang keluar dari perempuan itu.

"Kalian orang pertama, yang melapor kasus berlebihan seperti ini pada guru pembimbing konseling. Rani, bukan ibu bermaksud untuk menyudutkan kamu. Ibu tidak mengerti mengapa kamu menuduh Rinai seperti ini?"

***

Aku keluar dari ruangan itu dengan amarah di ubun-ubun.

Ku kejar Rani yang melangkah lebih dulu sambil menarik tangannya.

"Aku salah apa sih sama kamu?!" Tembakku dengan wajah merah padam. Tidak pernah aku semarah ini pada seseorang sebelumnya.

Rani, tidak seperti yang kuduga, ia malah menampilkan senyum licik.

"Kenapa? Karena aku muak sama kamu. Kamu pintar, dikelilingi banyak orang, banyak senior yang suka. Dan lagi..." ia menghentikan ucapannya. Nampak menahan amarah yang juga sudah berada di ubun-ubun. "Aku benci kenyataan kamu suka sama Arga!"

Aku terdiam. Apa dia bilang? Alasan macam apa itu.

Aku tertawa sambil menatapnya dengan tatapan mengejek. "Oh, jadi kamu iri sama aku? Waw. Aku jadi terkesan. Aku nggak nyangka kamu bisa mainin drama sampai kayak gini, bawa-bawa guru lagi. Aku tahu kamu keponakan salah satu guru di sini, tapi apa yang kamu lakuin ini norak abis tau gak!"

Lalu aku melangkah meninggalkannya dengan amarah yang masih tertanam dalam hati.

Yang aku tahu, hubunganku dengan Rani tak akan pernah berjalan baik lagi.

♡♡♡

Wahh, chapter terpanjang Adiksi 😂😂 jadi udah tau ya kenapa nama Rani disebut di chat Rinai sama Ra 😆

Ini terjadi pas Rinai masih kelas 10. Jauh sebelum dia nulis kisahnya sama Arga.

Mudahan nggak bingung deh ya 😂😂😂

Aku mau tanya dong, gimana pendapat kalian sama Adiksi sejauh ini?

Jangan lupa berikan tanggapan ya ^^

Adiksi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang