24 Maret 2019
21.40
Falling Angel Club
ㅡ
Ah, pernikahan.
Sejenak, cahaya remang di tempat itu memberi pantulan pada cincin perak yang melingkar di jari manis Joohyun. Sebuah cincin tanda pengikat bahwa Joohyun milik Seokjin dan begitu pula sebaliknya.
"Tidak sabar menunggu besok?" tegur Seokjin saat mendapati Joohyun tengah menatap lekat cincin di jarinya.
Joohyun mendongak, tersenyum lebar. "Tentu saja."
Kali ini Joohyun yang meraih simpul dasi Seokjin agar mendekat lalu mendaratkan ciuman panas tepat di bibir pria itu.
Taehyung memukul-mukul meja, protes ketiganya malam itu. "Cari ruangan dan jangan melakukannya di hadapanku!"
Sedangkan Jisoo hanya bisa menunduk menahan senyum. Berkebalikan dari Joohyun yang ceria dan berani, Jisoo cenderung pemalu dan tertutup.
"Kau iri?" cetus Seokjin remeh setelah ciuman panasnya usai.
Taehyung berdecak. Reaksinya lagi-lagi membuat Seokjin terkekeh panjang.
Suara malu-malu Jisoo lantas meningkahi tawa Seokjin, "Karena permainan kartu ini semakin membosankan, bagaimana kalau kita bermain yang lain?
"Yeah, aku juga berpikir sama." Seokjin langsung menyahut dengan suara berat khasnya.
Bibir Jisoo sontak menggores senyum, "Aku mengusulkan truth or dare." Usul itu meluncur begitu saja dari bibirnya. Semua mata kini memandang Jisoo "Ma-maaf kalau ideku—"
"Setuju," sambar Taehyung, "bukankah itu ide yang bagus, Jin?" Taehyung melirik penuh arti pada sahabatnya, "mungkin saja, ada rahasia-rahasia menarik yang akan terbongkar malam ini." Ia menyeringai kecil.
"Tidak," Joohyun menimpali, "Aku tidak setuju, kau juga kan sayang?"
Alis tebal Seokjin bertaut. Ia menggosokan telapak tangannya ragu. "Sepertinya menarik."
Joohyun melotot tidak suka. Biasanya kekasihnya itu akan setuju pada semua yang ia katakan, tapi rupanya tidak dengan malam ini.
Seokjin paling tidak senang jika gadis kecilnya marah, ia pun bersiap-siap untuk mendaratkan 'penawar' agar kekasihnya itu bungkam namun Joohyun menepisnya. Adegan ini cukup untuk membuat Taehyung menertawai Seokjin.
"Jadi semua setuju?" tanya Jisoo hati-hati sebelum terjadi pertengkaran serius di antara kedua pria tampan tersebut.
Joohyun mendesah. Mau tak mau dia harus mengikuti suara mayoritas. "Apa hukumannya jika tidak bisa memenuhi tuntutan?"
Seokjin merespon pertanyaan kekasihnya dengan mengeluarkan dompet dari saku celananya. Sudah jelas, ia mempertaruhkan uang.
Taehyung menaikkan sebelah alis, "Tidak dengan uang. Mempertaruhkan isi dompet bagi seorang Tuan muda Kim tidak akan membuatnya jatuh miskin."
Seokjin berdecak, "Hei, kartu kreditku itu unlimited."
Di kursinya, Jisoo menunduk menahan senyum. Dia tidak menyangka idenya diterima dengan baik karena selama ini Jisoo tidak pernah membayangkan bisa duduk satu meja dengan kedua pria tersebut.
Meskipun Joohyun adalah sahabatnya, tapi nasib mereka berdua sungguh bertolak belakang. Ia sungguh harus berterima kasih pada Joohyun yang telah membawanya malam itu.
"…kau harus mempertaruhkan sesuatu yang lain," ujar Taehyung. Tangannya memainkan botol wine yang nyaris kosong. Dibiarkannya sisa-sisa tetes cairan merah tersebut jatuh di atas kartu-kartu.
"Kalau kau kalah, bagaimana kalau aku meminta—" Taehyung menjilat bibirnya, "…Joohyun?"
Bola mata Seokjin berkilat tajam.
Taehyung terbahak.
"Sorry Seokjin, sorry."
Ekspresi Seokjin dingin. Ia meraih pinggang Joohyun mendekat.
"Hei, aku minta maaf oke? Ayolah Jin, jangan pasang tampang ngambek gitu dong," bujuk Taehyung disela tawanya.
Joohyun mendelik tajam, memberi isyarat agar Taehyung diam.
Seokjin tersenyum kecut. "Konyol," komentarnya dingin.
"Sudahlah, bagaimana aturannya?" tanya Joohyun sambil menyandarkan kepalanya pada bahu Seokjin.
Sudut bibir Taehyung terangkat. "Aturannya sederhana saja, jika memilih dare maka kita harus melaksanakan perintah selama itu masuk akal. Sedangkan jika memilih truth, kita harus menjawab sampai si penanya merasa puas. Sekarang kita mulai saja bagaimana?"
Dan botol pun diputar.
[]