[8]

295 46 23
                                    

Cheng Xiao tidak habis pikir akan kerajinan dan ketekunan Zhengting yang seakan tiada habisnya. Sementara ia sudah menyerah dengan soal kimia yang adalah pekerjaan rumahnya sejak tujuh menit yang lalu, Zhengting masih sibuk menulis dan menghitung soal-soal tersebut. Cheng Xiao sudah meletakkan alat tulisnya sejak tadi, duduk dengan bertopang dagu menatap Zhengting plus kacamatanya—senjata pemuda itu kalau sedang belajar. Zhengting sendiri sibuk menulis di buku latihannya, tanpa sedikit pun konsentrasinya terganggu.

"Gue tahu gue ganteng, tapi nggak usah ngeliatinnya gitu banget," celetuk Zhengting tiba-tiba, masih dengan pandangan yang terfokus pada buku.

Cheng Xiao serta-merta tertawa. "Idih! Kepedean lo ya!"

"Lah kalau gitu lo kenapa liatin gue mulu? Kerjain tuh PR!"

"Males" balas gadis itu. Zhengting hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakukan sahabatnya.

"Lagian ya Zheng, ngapain lo kerajinan banget astaga .... Lo tuh udah cukup pinternya. Udah, jangan pinter-pinter banget," lanjut Cheng Xiao lagi.

"Bukan masalah pinter nggak pinter, non," seloroh Zhengting. "Ini PR masalahnya. PR. Kalo nggak kumpulin besok, habis kita. Lo yang gila milih nggak ngerjain PR. Lagian ya Xiao, gue sengaja beresin nih PR karena gue tahu abis ini lo mau nyalin."

Dan gadis itu hanya bisa cengengesan.





Zhengting kembali melanjutkan kegiatannya, menghitung jawaban soal kimia tersebut, sementara Cheng Xiao tersenyum geli untuk sesaat ketika sebuah ide terlintas di benaknya.

"Kenapa?" tanya Zhengting yang sepertinya menyadari perubahan ekspresi sahabatnya itu.

"Nggak" Cheng Xiao menggelengkan kepala. "Cuma kepikiran sesuatu."

"Apa?" Zhengting penasaran.

"Tapi janji lo jangan ketawa."

"Iye gue janji."

Cheng Xiao kembali tersenyum. "Zheng, lo kan udah kenal gue sejak kecil nih, bahkan aib-aib gue juga udah banyak bet yang lo tahu. Lo udah tahu gue dalem luar kayak apa, kan?"

"Heeh. Lalu?"

"Sebagai orang yang sangat mengenal gue lebh daripada orang lain, gue mau tanya sama lo. Lo pengen gue milih cowo yang kayak gimana untuk gue jadiin pasangan hidup kelak?"

Pertanyaan tiba-tiba Cheng Xiao tersebut mengambil alih atensi Zhengting. Ia tak lagi bisa berkonsentrasi mengerjakan PR-nya, dan ia pun memilih untuk meletakkan alat tulis kemudian menanggapi percakapan tersebut dengan serius.

"Kenapa emangnya, Xiao?" tanya Zhengting balik.

"Ya, gue kan juga udah kenal lo luar dalem nih. Gue rasa lo tuh orangnya punya pemikiran dewasa gitu. Aduh kok gue ngomongnya melankolis banget gini ya? Pokoknya gitu lah, Zheng. Menurut lo, gue harus cari cowo yang gimana supaya gue bahagia?"



Zhengting terdiam untuk sesaat. Ia menerawang, seolah jawaban atas pertanyaan itu tertulis di langit-langit balkon rumahnya. Mencoba menggali semua memorinya bersama Cheng Xiao, menilik kembali berbagai emosi yang pernah gadis itu tunjukkan di hadapannya. Mencoba merangkum seluruhnya menjadi sebuah jawaban.

Cheng Xiao yang ceria, juga Cheng Xiao yang rapuh. Gadis yang selalu menebarkan virus kebahagiaan bagi orang di sekitarnya, tetapi di sisi lain sedikit saja ada masalah gadis itu akan menangis tersedu-sedu. Zhengting telah melihatnya semua. Zhengting memahaminya.

Zhengting melirik sejenak ke arah Cheng Xiao yang tengah menatapnya menanti jawaban.



"Ehm ... susah, Xiao. Kayaknya kagak ada cowok yang mau sama cewek aneh kayak lo" ucap Zhengting asal-asalan. Sengaja, ia tak mau langsung memberikan jawabannya begitu saja.

Sweet, Sour, Bitter 🔹 Idol ProducerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang