[22]

220 30 12
                                    

Zhu Zhengting menghela napas, lantas mencoba melirik ke arah jam dinding yang tergantung. Masih jam setengah dua belas siang, masih lama sampai waktu pulang sekolah tiba. Zhengting sendirian di rumah, akibat masih belum diizinkan dokter untuk beraktivitas seperti biasa, termasuk bersekolah. Awalnya memang terdengar menyenangkan, hitung-hitung ia bisa rehat sejenak dari hiruk-pikuk dan segala tetek-bengek tugas sekolah yang menjemukan. Tetapi, lama-lama terasa bosan. Apalagi ia tak punya seorang pun yang bisa ia ajak bicara di rumah. Acara televisi terasa menjemukan. Zhengting butuh seseorang yang bisa ia ajak bercakap-cakap secara nyata.

Karena itulah sejak tadi Zhengting tak henti-hentinya menatap jam, berharap bahwa waktu berlalu dengan cepat, menunggu sampai Cheng Xiao pulang sekolah. Ia akan meminta gadis itu ke rumahnya, setelah itu menjejalinya dengan berbagai topik pembicaraan.

Dentingan bel di pintu kembali membuat desahan dari bibir Zhengting lolos. Dengan berat hati ia bangkit dari duduknya di sofa ruang tengah dan berjalan menuju pintu rumah. Rupanya seorang tukang pos datang mengirimkan surat.

Menutup pintu di belakangnya, Zhengting pun dengan hati-hati merobek amplop surat tersebut. Hal pertama yang menarik perhatiannya adalah logo serta nama lembaga pengirim surat.

Sebuah agensi entertainment dari Korea Selatan.



Beberapa minggu yang lalu, dengan alasan iseng-iseng belaka, Justin sang sahabat mengirimkan kepada sebuah agensi entertainment video Zhu Zhengting yang sedang menari di ruang tari sekolah. Dua buah video, satu video Zhengting yang sedang menari kontemporer, satu lagi video Zhengting mencoba meng-cover koreografi sebuah lagu terkenal. Awalnya Zhengting memang keberatan, tetapi Justin berhasil membujuknya.

"Kecil kok chance lo untuk keterima di sana, tapi apa salahnya nyoba, sih? Lagian sayang kalau bakat lo ini dipendem sendirian," Demikian kata Justin waktu itu. Akhirnya, Zhengting pun pasrah dengan apa yang Justin lakukan.

Dan hari ini, ia mendapat surat balasan dari agensi tersebut. Dikirim langsung dari Korea Selatan, ditujukan khusus ke alamat rumahnya. Diketik dalam bahasa inggris, surat itu berisi tawaran bagi Zhu Zhengting untuk bergabung sebagai salah satu trainee mereka.



Hati Zhengting bergejolak. Satu sisi ia ingin menolak. Seperti yang sudah ia katakan pada orang-orang di sekitarnya, Zhengting tidak suka menjadi pusat perhatian. Tetapi di sisi lain, sama seperti penari-penari lainnya, Zhengting juga ingin merasakan pelatihan yang lebih intensif, ingin mendapat kesempatan tampil di panggung pentas.

Belum mengenai Cheng Xiao. Siapa yang akan menjaga gadis itu seandainya ia tidak ada?



Seketika banyak hal yang berkecamuk dalam benak pemuda itu.

Terakhir, Zhengting melipat lembaran surat tersebut menjadi sebuah lipatan kecil. Ia ingin mengabaikan dan melupakannya.



***



Hari sudah mulai menjelang petang. Sekolah sudah amat sepi, hampir seluruh penghuninya telah pulang. Tetapi Cai Xukun masih belum ingin bergegas kembali ke rumahnya. Kalau boleh, ia malah tidak ingin pulang.

Jemari Xukun menari-nari di atas hitam-putihnya tuts piano, membentuk melodi-melodi indah guna menyalurkan rasa gundahnya. Xukun tidak ingin pulang. Ia tidak ingin bertemu dengan papanya. Ia marah pada sang papa. Ia benci pada beliau.

Sweet, Sour, Bitter 🔹 Idol ProducerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang