Bersamaan dengan pengunjung bioskop lainnya, Xukun dan Cheng Xiao berbondong-bondong turun dan keluar dari studio bioskop. Di luar, Cheng Xiao meregangkan kedua tangannya yang terasa kaku.
"Habis ini kita langsung pulang?" Cheng Xiao bertanya sambil memasukkan potongan kripik yang masih tersisa, yang sebelumnya adalah cemilan saat mereka menonton tadi.
Xukun mengangguk. "Gue bisa dibunuh Zhengting kalau nggak bawa anaknya pulang tepat waktu."
Cheng Xiao terkikik kecil. "Anaknya, seolah dia bokap gue gitu yha... yaelah nggak usah dipeduliin dia. Siapa dia coba punya hak ngelarang-ngelarang gue jalan sama pacar gue sendiri?"
Kekasihnya itu hanya menyunggingkan senyum tipis.
"Tapi serius, Kun, kita beneran langsung pulang?"
"Emang lo mau kemana lagi?"
"Lo pasti udah laper kan, Kun? Iyalah, udah jam segini juga. Gimana kalau kita cari makan di—"
"Xiao ...."
Cheng Xiao menoleh dan beradu pandang dengan pemuda di sampingnya itu. "Hmm?"
Kedua sudut bibir Xukun terangkat meski sedikit. "Lo kalau laper, bilang. Nggak usah kode gitu." Pemuda itu meraih tangan Cheng Xiao, lalu menggandengnya erat, lengkap dengan jemari yang terselip di sela-selanya. "Yuk, makan."
Keduanya kembali melanjutkan langkah dengan tangan saling terpaut. Cheng Xiao mendapati dirinya tak bisa berhenti tersenyum. Jantungnya berdegup begitu kencang.
Cai Xukun mungkin adalah pria yang tak banyak bicara, tetapi perlakuan-perlakuan kecil pemuda itu mampu menggetarkan hatinya.
***
Malam hampir larut, tetapi rumah berpagar putih di seberang tersebut masih belum menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Ini sudah kali kesepuluh Cheng Xiao mengintip ke rumah seberang—rumah Zhengting—dari jendela kamarnya. Rumah tersebut gelap, bahkan lampu teras pun tak menyala. Biasanya lampu teras sudah menyala sejak sore; Cheng Xiao tahu nenek meski sudah lanjut usia namun tak pernah lupa akan rutinitas menyalakan lampu teras.
"Memberi penerangan kepada sekitar," demikian balasan nenek saat Cheng Xiao mengatakan ia kagum akan ingatan rutinitas Nenek tersebut.
Itulah sebabnya sekarang Cheng Xiao bertanya-tanya dalam hati apakah gerangan yang terjadi dengan rumah tersebut, kemanakah dua penghuninya—Nenek dan Zhengting.
Cheng Xiao akhirnya mencoba untuk menghubungi rumah tersebut. Tidak ada yang menjawab. Ketika gadis itu mencoba menghubungi Zhengting, suara operator mengatakan bahwa ponselnya tidak aktif.
Kening gadis itu berkerut. Perasaan tidak enak mulai menjalar di hatinya.
Cheng Xiao mencoba cara lain. Ia bertanya di grup angkatan, barangkali ada yang melihat keberadaan sahabatnya tersebut.
ChengXiaoXiao
Eh ada yang liat Zhu Zhengting, nggak?Namun, balasan yang ia terima tak sesuai dengan kenyataan. Memang, kebanyakan dari mereka menjawab bahwa mereka tidak melihat atau sedang bersama pemuda tersebut. Tetapi Cheng Xiao juga mendapatkan balasan yang lari dari topik, seperti Lah, bukannnya biasa dia lengket sama lo? hingga Lo kan pacarnya Xukun, ngapain nyari cowo lain?
Cheng Xiao hanya bisa menghela napas.
Gadis itu berencana menonaktifkan ponselnya, tetapi notifikasi yang kemudian muncul di layar ponsel membuat Cheng Xiao mengurungkan niat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet, Sour, Bitter 🔹 Idol Producer
Teen Fiction❝Gile emang lo ya. Bobrok bener idup lo.❞ ❝Lah kalo idup cuma gitu-gitu aja apa serunya?❞ . +au +narasi baku, dialog non baku +starring: cai xukun, zhu zhengting, cheng xiao, zhou jieqiong/joo kyulkyung . #744 in teen-fic #843 in teen-fic #927 in te...