5. New Comers

315 23 0
                                    

Hari ini keempat anak cowok itu datang telat lagi. Mereka masih melakukan ritual paginya, yautu bermain bola sampai melewati batas waktu sekolah. Gozali masih dengang setia menunggu mereka di lapangan upacara.

Begitu keempat anak itu bergerak mendekatinya, Gozali melemparkan senyuman manis.

"Selamat pagi. Sudah siap dengan hukuman kalian pagi ini?" Tanyanya. Keempat anak itu menggumam tak jelas.

"Yak, mari kita SKJ dulu, supaya sehat. Sekarang, rentangkan tangan," kata Gozali dan keempat anak itu berpandangan, lalu melakukan komandonya pasrah.
"Tangan tetap begitu, direntangkan dan sekarang, tunggu aba aba selanjutnya dari saya. Saya mau ke belakang dulu."

Gozali lalu ngeloyor begitu saja, meninggalkan empat anak laki laki yang tangannya masih terentang di tengah lapangan upacara.

"Minta di kutuk itu orang," kata Sid sebal.

"Eh, ngomong ngomong, gue punya feeling bagus nih," kata Cokie tiba tiba, membuat teman temannya menoleh padanya.
"Soal Cewek."

"No wonder," kata Sid menyesal telah capek capek memberi perhatian padanya.

Sepuluh menit kemudiann, setelah tangan mereka terasa kebas dan lumpus, Gozali muncul. Senyumnya masih tersungging.

"Wah, makan apa semalem, Pak? Lama amat ke belakangnya," sindir Sid.

"Iya nih, mana nggak tuntas lagi," katanya membuat anak anak mual seketika.
"Yah, baik sekarang ayo berkumpul di sini."

Keempat anak itu mengikuti perintntah Gozali dan berkumpul di depannya untuk mendapatkan nasihat seperti biasa. Baru ketika keempat anak itu menatp Gozali yang hendak berbicara mata guru itu melebar ke arah gerbang.

"PAK!!! Seru seorang gadis yang sedang berlari lari ke arah mereka. Empat anak laki laki itu menatap gadis yang sepertinya juga telat karena masih membawa ransel

"Ap...."

"PAK! DENGER SAYA DULU! SAYA BISA JELASKAN" seru gadis itu sambil menyeruak di antara Sid dan Lando. Dia terengah engah sebentar, mengatur napas dan akhirnya menatap Gozali sungguh sungguh.
"Pak, saya punya alasan bagus , Pak. Sumpah, bagus banget."

Gozali menata gadis bitu bingung. Begitu pula keempat anak anak lain. Gadis ini tampak sangat kacau. Apalagi rambut yang panjag terurai kemana mana.

"Apa itu?" Tanya Gozali akhirnya.

"Pak, begini. Tadi pas saya ke sekolah, saya tepat waktu, Pak! Saya selalu keluar pukul enam! Tapi Pak, Metromini yang saya baiki tiba tiba nabrak ibu ibu! Terus supirnya kabur. Terus metromininyaa di tinggal! Terus saya cari metromini yang lain. Eh bannya bocor! Pak, sumpah, saya juga kesel. Terus, pas saya lari ke sini, tahu tahu ada nenek nenek yang nggak bisa nyebrang. Jadi saya sebrangin dulu! Pokoknya kacau deh, Pak! Bapak hatis percaya!" Serunya heboh.

Ada jeda beberapa menit di anntara cerita cewek itu dan deheman Ggozali. Keempat anak cowok itu sekarang masih menatap si cewek tak percaya. Cewek itu sekarang sedang menatap Gozali dengan tampang sungguh sungguh, walaupun tak meyakinkan. Gozali menatap gadis iti galak. Tampaknya, gadis itu masi tetap mempertahankan ekspresinya, sampai akhirnya menyerah.

"Oh, oke, Pak, saya telat bangun. Tapi pak, boleh kan saya masuk kelas? Please? Ulangan Kimia nih, Pak" kata gadis itu akhirnya.

"Kamu tetap di sana sampai saya suruh masuk," kata Gozali tegas. Kepala gadis itu langsung terkulai.

"Nama kamu Julia kan? Kamu saya ajar kan?" Julia mengangguk pelan, sambil memberikan pandangan kerkaca kaca 'tolonglah' pada Gozali. Tapi, guru olahraga itu tidak memedulikannya. Dia malah mengobrol sebentar dengan seorang guru yang lewat.

High School Paradise (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang