19. Confession

169 14 4
                                    

Hari ini menjadi luar biasa bagi Sid, Rama, Lando, dan Cokie. Gozali tidak datang. Jadi, walaupun datang terlambat keempat anak itu tidak dihukum apa pun dan melenggang bebas ke dalam kelas. Kelas memang sudah dimulai. Pak Ono, guru matematika, memperbolehkan mereka masuk. Julia dan Aida bengong melihat anak-anak itu masuk sebelum waktunya.

"Woi, kalian nggak kena setrap?" kata Julia begitu mereka duduk.

"Nggak, Godzilla nggak tahu ke mana," kata Cokie.

Sid tahu, Gozali pasti menghindarinya setelah kejadian kemarin. Mungkin dia masih butuh waktu. Tapi, bagi Sid ini sudah merupakan pertanda buruk.

"HI! JIJIK!" sahut Julia mendadak, membuat seluruh kelas menatapnya.

"Apa sih?" sahut Sid yang kaget karena Julia menunjuknya.

Teriakan Julia berarti alarm bahaya bagi Sid.

"ITU! JIJIK BANGET! SOK JENIUS!" sahut Julia menunjuk kacamata yang dipakai Sid. Sid menghela napas kesal.

"Mata gue emang minus, cewek bego," kata Sid, sementara Julia masih memandang Sid tak percaya.

"Softlens gue udah kedaluwarsa. Makanya, gue pake kacamata lagi. Nggak usah segitu heboh kenapa sih!" sahut Sid lagi begitu Julia bergidik ngeri

"Ehem, coba Julia, kamu kerjakan soal nomor satu ini didepan," kata Pak Ono tiba-tiba.

"HE?" sahut Julia tak terima.
"TAPI KENAPA, PAK?"

"Masih tanya kenapa?" Pak Ono balas menyahut. Anak anak sudah tergelak melihat tampang Julia

"Dasar bego," kata Sid yang menggeleng-gelengkan kepala, sementara Julia sudah bangkit dan maju sambil mengumpat.


으으으으으으



Sudah selama tiga hari ini, Gozali tidak menampakkan diri saat pagi. Murid yang diajarnya dibawa ke aula tempat lapangan basket indoor. Jadi, Sid, Lando, Cokie, dan Rama bisa masuk kelas dengan mudah tanpa terlihat olehnya walau punterlambat.

"Tumben amat ya?" kata Cokie setelah hari ketiga Gozali tak tampak.

"Lagi kenapa ya itu orang?" Sid diam saja. Dia tahu Gozali masih menghindarinya.

Tapi,dia tak bisa lari selamanya. Sid sudah tak tahan lagi menunggu. Dia harus tahu jawabannya sekarang juga. Sid segera berlari keaula secepat yang dia bisa.

"Woi, Sid! Mau ke mana lo??" sahut Cokie, lalu memandang kedua temannya yang sama bingungnya. Mereka lantas memutuskan mengejar Sid. Ternyata, Sid sudah masuk aula.

Sid mengepalkan tangannya melihat Gozali yang sedang mengajarkan lay-up. Ia menghampirinya dengan langkah besar-besar. Gozali tidak menyadari kedatangan Sid, sampai akhirnya menoleh karena muridnya tidak lagi memerhatikan.

"Mau sampe kapan lari?" sahut Sid setelah jaraknya hanyater paut dua meter dari sang guru.

"Sid, saya tidak lari," lata Gozali tenang, sementara semua orang memerhatikan mereka.

"Kalo gitu, sekarang apa jawaban tantangan saya?" sahut Sid lagi. Lando, Cokie, dan Rama saling pandang heran.
"Apa ekskul bola boleh didirikan?"

Gozali terdiam sejenak memandang wajah di depannya. Wajah skeptis khas anak muda yang dulu pernah dia miliki.

"Maaf, saya ada kelas," kata Gozali akhirnya, membuat Sid melongo tak percaya. Gozali lantas menggiring anak-anak kembali berlatih basket.

"Ternyata, saya udah berbuat benar," kata Sid geram.
"Saya berhasil membuktikan kalau Bapak emang tidak pantas. Bapak terlalu pengecut. Saya senang Bapak menolak tantangan saya. Setidaknya, saya terhindar dari bencana besar."

High School Paradise (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang