BAGIAN 1 - CUILAN SURGA

1.2K 70 35
                                    

Tubuhnya masih terbungkus selimut, padahal sinar matahari masuk menembus lewat kaca kamar lotengnya. Tapi, sama sekali Gendis tidak terusik.

"Emangnya nggak panas apa?" Panji sudah ada dikamar Gendis. Cowok dengan tubuh yang tidak tinggi-tinggi amat ini bersiap membangunkan si beruang tidur. "Dek, bangun." Tangan imut Panji mengusak surai Gendis yang menyembul, cuma kelihatan setengah kepala. Karena tenggelam dalam selimut. "Dek!" Bangunin Gendis itu sungguh pekerjaan paling menyebalkan.

"Berisik," suara parau khas bangun tidur milik Gendis teredam di dalam sana.

"Gendis!" Teriakkan cempreng Panji keluar sudah, kalau diukur pakai termometer pasti rusak itu alat, saking panasnya Panji. Apalagi panas matahari yang mampir dulu dikaca, menambah tingkat kepanasannya naik level tiga puluh mirip B*n Cabe. Gendis itu cewek, tapi kalau udah tidur kaya orang mati.

"Iya," akhirnya, bangun juga dia, tapi ya gitu. Matanya merem-melek, mulut kebuka sedikit. Bikin Panji tak tahan buat ketawa.

"Mas, kenapa sih?"

"Makanya, kalau abis sholat subuh itu jangan tidur. Udah siang tau, Kula berangkat duluan." Kebohongan Panji berhasil, Gendis langsung melesat ke kamar mandi. Pasalnya, kalau dia kesiangan, bakal ditinggal Kula. Artinya dia telat, karena Kula juga selalu bangun nunggu matahari terbit dulu.

"Ya Allah, adek gue gini amat yak?" Panji bergerak merapikan sarang Gendis yang amburadul.

Bibirnya mengerucut lima centi, tahu dibohongi Panji. Kenapa juga Gendis 'manut' sama Panji? Sudah sering dia dibohongi. Tapi masih saja tertipu oleh Panji yang terus menampakkan tawa setannya.

"Hari ini pembagian kelas kalian kan?" Bapak bersuara mengalihkan objek perhatian orang yang sedang sibuk dengan garpu sendoknya.

"Iya Bapak, tapian kelasnya diacak." Gerutu Kula, tapi beda reaksi dengan Gendis yang berseru kegirangan.

"Beneran, kelas diacak?"

"Kenapa? Bungah bener lo dek." Panji membeo.

"Yee, iya dong. Kan asik, kenalan lagi sama orang lain. Apalagi kalo ketemu cogan." Ujar Gendis bersuka-cita.

"Astaghfirulloh Adek," Mamah menyela, yang ada Gendis cuma nyengir keledai dan berhaha-hihi.

"Bercanda Mamah."

-WFTW-

Kelas benar-benar diacak, tapi hanya kelas sepuluh dan sebelas. Tidak dengan tingkat akhir. Gendis menilik nama-nama didaftar yang tertempel di papan informasi sekolah.

"Gak tau-gak tau-gak tau-" matanya berhenti tepat disana, diurutan nama anak dengan huruf awalan N. "Nudhar Lisana Dewi!" Gendis memang tak tahu tempat, tak malu juga pada kakel. Pekikannya luar biasa saat tahu sahabatnya sekelas dengannya. "Sapta-Nakula?"

Sekiranya sudah cukup melihat kolom-kolom berisi nama yang rata-rata panjangnya seperti kereta itu, Gendis mundur dari kerumunan dan melihat sahabat karib sejak TK itu datang menyambangi papan informasi. "Nunu!" Pangilnya, Nunu sapaan akrab ala Gendis.

"Kita sekelas lagi." Nunu tak akan menanyakan ulang ataupun melihat, ia percaya pada Gendis. Dua cewek itu lompat-lompat bergandengan tangan seperti anak kecil, tanda mereka merayakannya hingga tiba di depan kelas sebelas yang bakal mereka huni selama dua semester. Gendis memasukkan kepalanya lebih dulu. Mengintip kondisi kelas yang sudah mulai penuh.

"Ngapain sih lo?" Tanya heran cewek mungil berjilbab yang namanya punya arti emas ini.

"Ngintipin siapa? Ntar bisulan. Ayo masuk." Nunu menyeruduk masuk meninggalkan Gendis yang masih setia berjaga di pintu.

We Find The Way ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang