BAGIAN 32 - SEBUAH TULISAN TANGAN

179 27 62
                                    

Gendis baru saja di pindah ke ruang rawat, setelah menjalani observasi setelah operasi. Dia masih tidur. Kula bahkan memaksa ijin tidak sekolah, demi menunggui adiknya itu. Awalnya semua menolak, tapi Kula tetap pada pendiriannya, dan akhirnya, dia menang.

'Gedebuk!'

Semua obsidian beralih ke sumber suara.

"Mbak!"

"Annur!"

Teriak mereka bersamaan, kala menemukan Annur pingsan setelah keluar dari toilet, yang juga ada di dalam ruangan yang sama. Umminya Annur yang kebetulan ada disana langsung menepuk-nepuk pipi putrinya.

"Alhamdulillah," ucap semua orang, ketika Annur membuka matanya, tapi gelagatnya seperti mau muntah. Annur bangkit, lalu kembali ke toilet. Mamah langsung berinisiatif menelpon Lanang. Agar tak terlalu lama menilik outlet.

-WFTW-

"Kenapa nggak bilang, si, kalau Annur hamil?" Mamah mencubit lengan Lanang pelan. Membuat empunya meringis. "Kalau gitu, nggak kita biarin dia disini. Kasian, kecapekan." Semua terkekeh akibat mamah yang ngomel-ngomel sendiri. Annur sebenarnya mendengar, hanya tidak kongang menjawab. Saking pusingnya.

"Keadaan lagi nggak memungkinkan mah, buat ngomong." Yang lain juga mengangguki. Lanang beralih ke Annur yang masih tiduran di pangkuannya. "Pulang aja, yuk? Istriharat di rumah."

"Iya, pulang aja. Jaga istrimu baik-baik." Lanang mengangguk mantap. Sebelumnya Annur sudah periksa. Dan tidak ada masalah serius, hanya gejala normal, kehamilan trimester pertama. Sebenarnya, dokter menyarankan untuk rawat inap. Tapi Annur yang tidak mau, selagi kandungannya sehat. Dia lebih baik istirahat di rumah. Lebih nyaman, di tempat tidur sendiri memang.

Mereka bersiap untuk keluar, rencananya juga ummi akan menemani Annur, biar Lanang tidak kerepotan nanti di rumah. Orang-orang disana hanya memandangi Lanang dan Annur baper. Apalagi Panji sama Kula. Yang tidak menyangka, Lanang akan selembut itu pada wanita.

-WFTW-

"Tidur aja kalau ngantuk," perintah Panji pada Gendis yang sudah lama terbangun. Setelah operasi dia siuman sebentar, lalu tidur lagi. Dan pagi ini, dia baru bangun lagi, sampai hari menjelang siang.

"Mas, nggak pulang?" kening Panji mengkerut.

"Kenapa, nggak suka?" Gendis menggeleng pelan.

"Bukan, lagian mas juga butuh istirahat." Iya, juga, sih. Tapi Panji sendiri yang mau ngancani Gendis.

"Mas mau nemenin adek, biar nggak bosen. Sendirian mau?" Gendis terkekeh. "Mamah sama bapak lagi pulang, Kula sekolah, mas Lanang juga nggak kesini. Ntar kalau ada yang gantiin, mas pulang."

"Tidur, kalau sampe rumah. Jangan kerja dulu. Mas pasti capek." Panji tersenyum lebar menanggapi perhatian kecil Gendis.

Panji menatap sendu adiknya yang mulai terlelap lagi, kalau bangun terlalu lama, Gendis pasti bilang, dia capek. Panji tidak menyangka, setelah operasi, bukannya melegakan namun membuat mereka semua makin khawatir. Bagaimana tidak? Hasil lab mengungkapkan, Gendis mengidap polisitimea vera.*

Sering, kita mendengar anemia atau kurangnya darah. Tapi, yang dialami Gendis adalah kelebihan sel darah merah, karena sum-sum tulang, akibat sesuatu yang tidak jelas, menjadi hiperaktif memproduksi sel darah merah. Kalau anemia harus ditambah, polisitemia harus dikurangi.*

Ya, Gendis menjalani pengobatan flebotomi, guna mengurangi kepadatan pembuluh darah, dengan cara mengeluarkan darah. Untuk satu kali pengambilan darah, biasanya dikeluarkan kurang lebih 300cc. Jika diperlukan, bisa diulangi lagi sesuai kebutuhan.*

We Find The Way ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang