BAGIAN 28 - QUALITY TIME

116 27 3
                                    

Gendis baru saja dibuat terkejut setelah melihat lengan atasnya membiru lagi. Punggungnya juga, entah karena apa. Padahal yang kemarin sudah hilang.

"Dek, buru!" teriak Kula dari luar.

"Iya!" Gendis baru saja melangkah, tapi seketika terhenti, karena penglihatannya memburamㅡlagi. Tangannya bergerak mengucek-ucek, tapi tidak berhasil. Gendis menyalakan keran di wastafel dan bergegas mencuci wajahnya. Siapa tahu bekerja, dan berhasil, penglihatannya kembali jernih.
"Gue kenapa, sih?"

-WFTW-

"Dek," Gendis berjengit kala Lanang memanggilnya. Padahal pelan. Kebetulan mamah sama bapak lagi jemput Panji. Mau pulang, jadilah di rumah cuma bertiga. "Adek sakit?"

"Ng-nggak mas,"

"Muka adek pucet gitu, lho. Nggak usah sekolah ya, hari ini?" ujar Lanang.

"Hari ini pembelajaran terakhir mas. Adek masuk aja. Minggu depan kan uts." Final Gendis.

"Oke," meskipun Kula tak bersuara, tapi dia merasakan ada yang aneh dengan kembarannya itu. Tahu lah, kalau Gendis sakit, dia juga sakit. Tapi ini berbeda. Tidak tahu apa.
"Kalau sakit, bilang sama Kula." Gendis cuma mengangguk sebagai jawaban. "Dah, dimakan."

-WFTW-

Sepanjang hari di kelas, Gendis cuma tidur. Kecuali saat pelajaran. Rasanya capek luar biasa. Hari ini, tak ada semangat sama sekali. Keluar ke kantin untuk sekedar makan siang pun enggan.

"Dek," Gendis mengangkat kepalanya, dan menemukan Kula lagi berdiri di sampingnya. Tangan cantiknya mendorong sekotak susu, roti, dan sosis siap makan. "Dimakan, abis ini tidur di uks aja ya?" Gendis menggeleng. Kula menghela napasnya, pasrah. Dia benar-benar cemas, kenapa kalau Gendis sakit, Kula sendiri tidak merasakan apa-apa. Meskipun sekedar flu. Itu biasa terjadi. Semoga memang adeknya itu baik-baik saja. "Yaudah yang penting, dimakan."

"Iya." Gendis mulai menusuk kotak dengan sedotan, setelah sebelumnya dikocok dulu dan menyedot isinya. Tak lupa sosis pemberian sang kakak pun dia makan. Dan beralih menghabiskan isi kotak susu yang tinggal setengah itu.

Pikiran Gendis kini dipenuhi dengan apa yang sedang terjadi pada tubuhnya. Dia takut kalau-kalau dirinya mengidap penyakit mematikan atau apapun itu. Bukannya su'udzon. Karena gejalanya juga macam-macam, dan sepertinya memburuk. Ada niatan pergi ke rs untuk check up, atau sekedar memberi tahu mamah lagi bapaknya, tapi Gendis takut. Dia tidak berani. Dan pula, tidak mau membuat semua orang khawatir, meski nyatanya sudah bikin dua mamasnya risau.

-WFTW-

Pernikahan Lanang akan diadakan sekitar dua minggu lagi, tepat setelah Gendis dan Kula menerima raport dari sekolah. Meskipun sederhana, mereka tetap akan menyiapkan segala sesuatunya secara maksimal. Apalagi pernikahan putra pertama, di keluarga itu.

"Adek bobo kamar gih," perintah bapak yang tak ditanggapi Gendis. Gendis sedang tidur di paha sang bapak, setelah selesai sholat isya, satu keluarga itu berkumpul. Berbicara satu sama lain, bercengkrama dan saling bercerita. Quality time yang saat ini memang jarang dilakukan.

"Uts, kalian seruangan?" celetuk Lanang memandang Kula.

"Nggak, adek kan absennya dilarik atas. Aku hampir akhir. Sebelahan sih kelasnya. Tapi, adek depan belakang sama Atta. Ekhm!" Kula yang tahu Gendis tidak tidur, sengaja menggoda. Hanya tatapan mata tajam Gendis yang menjawabnya.

"Maaf ya dek," beo Lanang.

"Apa sih?" Gendis menarik tubuhnya untuk duduk. Kesal karena ulah mamas-mamasnya itu.

"Tenang aja, ada gantinya kok." Panji ikutan nimbrung.

"Mamas!" menjahili Gendis memang kegiatan yang seru. Lihatlah sekarang, bibirnya manyun. Mukanya cemberut total.

"Kalian ih, adek masih kecil juga. Tunggu lulus ya?" setelah mamah mengucapkan hal itu, semua pada ketawa. Kecuali Gendis yang makin mempoutkan bibir merah alaminya.

"Mamah! Jangan ikut-ikutan ih." Semua orang rumah memang tahu, dan paham. Sekali lagi, Gendis bukan orang yang bisa menyembunyikan apapun. Walaupun bagaimana caranya dia menutupi, pasti akan langsung ketahuan. "Apaan deh."

Gendis melenggang pergi, naik ke kamar dengan kaki yang dihentak-hentakkan ke lantai. Masih diiringi kikikan yang lain. Begitu sampai, Gendis langsung menjatuhkan dirinya di kasur. Lalu tertawa sendiri. Ah! Sungguh bahagia. Keluarganya bisa dibilang sebagai family goals. Makanya, Gendis betah di rumah karena mereka. Walau kadang pada pergi, tapi setidaknya mereka akan berkumpul lagi seperti tadi. Kecuali Lanang, rasanya tidak rela jika nanti Lanang tak tinggal dirumah ini.

Rencana Lanang, dia akan cari rumah kontrakan. Mending ngontrak dulu katanya daripada harus kredit. Dan Annur setuju saja. Keluarganya pun tak menentang. Mereka menikahkan putrinya bukan karena materi. Bukankah, menikah saat kondisi mereka nol lebih baik, daripada saat Lanang sudah cukup bermateri? Artinya, Annur mau, rela, berjuang dengan Lanang. Tapi gagal, karena bapak memaksa Lanang untuk menghuni rumah yang bapak beli dekat kantor, karena bisa pulang kesitu, kalau bapak lembur. Awalnya nolak, tapi setelah paksa memaksa, Lanang akhirnya mau. "Bener-bener so sweet. Gue bakal bisa kaya mbak Annur nggak ya?"

"Buat Gendis aja," ㅡLanang.

"Adek nggak boleh pergi kemanapun," ㅡbapak.

"Ya, Panji kek." ㅡLanang.

"Yaudah, aku tinggal bareng mas sama mbak." ㅡPanji.

"Ih, mana boleh." ㅡLanang.

"Apa susahnya, tinggal nempatin. Daripada kosong, nggak digunain. Lumayan, uangnya buat modal usaha dulu, kan?" ㅡPanji, yang langsung dikasih jempol sama mamah.

Gendis terkikik sendiri mengingat percakapan mereka waktu itu. Dua manik itu menatap kaca transparan yang ada di atap, sedang hujan ternyata. Makanya adem.

"Akh!" lamunannya buyar, ketika rasa nyeri kembali menyerang lutut Gendis. Gendis cuma bisa meremas selimut, dan memejamkan matanya erat. Berharap rasa sakit itu segera pergi. Sakitnya perlahan hilang setelah lima menit berlalu. Keringatnya bahkan sudah ikut keluar. Membasahi dahinya. Gendis semakin kalut. Dia yang punya tubuh, dia juga yang tahu bagaimana kondisinya. Tapi, Gendis tetap mencoba berpikir positif. "Gue baik-baik aja. Mungkin karena capek. Iya, pasti karena capek."

-WFTW-

Ep-epnya hampir setahun oiy, kagak kelar-kelar... XD

Terima kasih sudah membaca.

Salam hangat,
HOI.

Wonosobo, 01 Januari 2019.

We Find The Way ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang