BAGIAN 41 - ANGGER (Special Part)

307 30 48
                                    

"Acalamu'alaitum," suara imut nan cedal itu memenuhi ruang tamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Acalamu'alaitum," suara imut nan cedal itu memenuhi ruang tamu.

"Wa'alaikumussalam."

"Pamang!"

"Angger!"

Bak adegan sinetron, Kula dan Angger ㅡ putri dari Lanang dan Annur ㅡ berlari kemudian berpelukan, setelah Kula mensejajarkan tingginya. Kula menciumi pipi gembil Angger, dengan gemas. Gadis tiga tahun, cantik nan lucu itu tidak menolak kalau di cium. Biasanya dia malah balik mencium. Seperti sekarang, Kula lagi menyodorkan pipinya untuk dikecup Angger.

"Nggak kuliah?" tanya Lanang.

"Free mas." Lanang manggut-manggut.

"Mamah mana?"

"Ke supermarket sama Panji." Lagi-lagi Lanang mengangguk. "Titip Angger ya, mas mau pergi bentar sama Annur."

"Asiyap! Main yuk?" tawar Kula.

"Yut," jawab Angger, masih dengan tingkat keimutan yang tinggi. Kula begitu gemas, sampai ingin menggigit Angger. Tempat favorit Angger adalah kamar loteng, milik mendiang Gendis. Dia akan minta tidur disana kalau lagi menginap. Mungkin dia merasa djavu saat dikandungan, sering tidur disana. Atau karena, Angger sudah mengambil alih kamar itu?

Soalnya, sekarang mainannya yang segudang, ada disana. Lagipula, kamar itu telah didesain ulang, ditambahi karpet puzzle sampai dinding-dindingnya. Tidak hanya kamar, sekarang rumah jauh lebih aman untuk Angger. Anak tangga dilapisi karpet warna-warni. Pula diberi pintu pembatas dibagian atas dan bawah. Semua barang pecah belah disingkirkan, dapur juga ada pintu pembatasnya, agar si kecil tidak bisa masuk kesana. Untuk perabotan bersudut lancip, sudah dikasih bantalan pelindung siku, seperti meja dan lainnya.

Kula menuntun Angger, mengamit tangan imut lagi gemuk-gemuk ㅡ mirip tangan Panji ㅡ namun versi balita, itu meniti tangga. Dengan comelnya, Angger mulai mengabsen warna karpet yang dia pijak. "Melah, tuning, ijau, bilu, cotat." Angger selalu berhasil membuat pamannya itu tertawa, karena pelafalannya yang masih cadel, menambah level kelucuan Angger.

-WFTW-

Begitu pulang dari supermarket. Mamah sama Panji melongo, akibat penampakan rumah yang berantakan penuh mainan. "Apa Angger kesini?" belum juga mamah mendapat jawaban. Suara cekikikan dari tangga, dan menampakkan gadis kecil yang sedang berlari.

"Uti! Anggel mau dimatan montel!" celotehnya sambil berlari ke pelukan mamah yang sudah jadi mbah putri. Angger memanggilnya uti, ajaran dari sang abi.

"Rawr!" giliran Kula muncul pakai topeng iron man.

"Ah, jadi ini monsternya." Panji menyeringai ke Kula. Dia ancang-ancang. "Akan paman kalahkan monsternya." Kedua alisnya, Panji naik turunkan, dan tersenyum lebar penuh arti.

"Nji, awas lo." Kula mewanti-wanti. Saat itu juga, Panji menyerang Kula. Menggelitiki perutnya, Angger ikut tertawa dibuatnya, melihat kedua pamannya yang aneh bin ajaib. Kejar-kejaran mirip anak cimit. Mamah cuma geleng kepala melihat kelakuan anak-anaknya. Malahan sebelas-duabelas sama Angger.

"Angger mau apel nggak?"

"Mau uti!" teriaknya girang. Angger duplikatnya Lanang memang. Suka sekali kalau diajak, atau disuguhi makanan. Mamah yang menggendong Angger, pergi menuju dapur. Mengabaikan Panji vs Kula, yang masih lari-larian.

-WFTW-

"Bicmillah," Annger menyuapkan sendiri apel yang telah dikupas dan dipotong dadu, dengan sendok kecil ke mulutnya. Annur telah mengajarinya makan sendiri, sejak Angger berumur dua tahun. Biarpun cemang-cemong dan berantakan, tapi tak masalah bagi Annur. Lama-lama, juga bisa rapi.

"Makan apa, sih? Paman mau dong." Kula berjongkok, di depan kursi makan Angger, lalu membuka mulutnya. Angger dengan sigap menyuapi Kula apel. "Makasih, enak!"

"Paman juga mau." Panji menyusul, setelah selesai minum air, karena haus. Angger lagi-lagi melakukan hal yang sama. "Sholehah emang ponakan paman." Angger kembali sibuk dengan kegiatannya.

"Mah, aku mau ke counter dulu." Sambung Panji.

"Iya, ati-ati."

"Beliin seblak!" teriak Kula.

"Beli aja ndiri!"

"Yeu! Pelit!"

"Kula, beresin itu mainan." Perintah mamah, sembari pergi ke dapur. Menyiapkan makan malam.

"Mamah! Aku capek!"

"Salah siapa, diberantakin."

-WFTW-

Ada yang pergi, ada juga yang datang. Semua, ada masanya. Angger seperti malaikat pengganti Gendis. Meskipun mereka tidak bisa disamakan. Angger, ya, Angger. Tapi, setidaknya Angger selalu membawa keceriaan untuk semuanya. Rumah jadi rame. Apalagi Kula, yang suka sekali sama anak kecil. Angger bisa seharian bermain dengan Kula. Sampai, Lanang sebal, karena kadang Kula sama Angger bisa tidur dimana saja, kalau capek bermain. Memang tidak dilantai. Tapi, dengan posisi yang seperti sudah-sudah. Angger tidur tengkurap di atas tubuh Kula.

Kalau lagi jahil, Kula selalu menggoda Angger. Membuatnya menangis, lalu ditertawakan oleh Kula. Menurut Kula, tangisan Angger itu lagu paling indah untuk dirinya. Meski sudah dipenging. Tapi, Kula selalu melancarkan aksinya itu. Nakal, ya? Banget.

"Tung, Anggel mau itu." Tunjuk Angger pada tempe bacem di piring mbah kakungnya itu.

"Angger ini aja ya? Itu punya mbah kakung." Annur mencoba mengambilkan Angger tempe yang ada dipiring lauk.

"Nggak mau!" raut Angger berubah kesal. "Anggel mau puna tung!" tempe di piring orang lain memang jauh lebih menggoda. Walaupun rasanya sama.

"Udah Nnur," bapak menengahinya, dengan merelakan tempe bacemnya untuk Angger "Duh, sholehah banget ini cucu kakung. Ini, buat Angger." Bapak mengusap lembut kepala Angger, yang tempat duduknya memang didekatnya.

"Telima acih, tung." Semua berdecak atas kelakuan Angger, yang tidak bisa di tebak. Namanya juga anak-anak. Angger selalu jadi primadona. Apalagi cucu pertama untuk mamah dan bapak.

"Mau mbah potongin." Angger menggeleng, dan melahap tempe bacem buatan utinya itu langsung pakai tangan.

Segala takdir Allah itu selalu baik. Walau Gendis tak bisa lagi melihat bintang cantik bernama Angger. Namun, dia akan tetap menjadi bintang untuk keluarga. Bintang terindah yang pernah mereka miliki. Dari beribu bintang lainnya, Gendis tetap menjadi bintang yang tak kalah benderangnya.

-WFTW-

Yeee! Emak punya title baru!
Dah jadi mbah, anak emak udah ngasih cucu.
Btw, ada lima kata 'bintang' dalam satu paragraf terakhir. Eheh! Kagak penting ah!

Mulmed bukan punya ana.
Terima kasih sudah membaca.
Big luv!

Salam hangat,
HOI

Wonosobo, 11 Maret 2019.

Seriusan Tamat

We Find The Way ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang