Badan yang kekar berotot dan atletis itu mengundang berpasang-pasang mata tuk melihatnya. Namun, tak pernah dia gubris. Panji tak tertarik dengan gadis-gadis itu. Panji? Iya Panji, Masnya Gendis. Dia bahkan dijulukki anti cewek saking tidak pernah pacarannya. Karena pacaran itu bukanlah stylenya.
“Azka!” Teriaknya. Azka, cowok yang tingginya tak beda jauh dari Panji. Sedikit lebih tinggian Azka. Putih, manis, apalagi kalau senyum, karena punya lesung pipit.
“Oi, Nji,” Panji bertos-ria dengan Azka, sahabatnya sejak SMA, sebenarnya mereka satu SD. Tapi tak saling kenal karena beda kelas. “Gimana adek lo?”
“Dia baik,”
“Oiya, ini laptop lo,” Aska mengeluarkan laptop Panji yang tertinggal dirumahnya, tas besarnya yang berat dan makin berat gegara laptop punya Panji. “Dan ini,”
“Apa ini?” Panji mengintip plastik putih transparan yang dia pegang, didalamnya ada box kertas. Tak perlu Panji buka, dia tahu apa isi didalamnya. “Tau aja si Bunda dengan kesukaan gue.” Brownies kukus buatan Bunda Azka, kesukaan Panji. Kalau ke rumah Azka pasti minta dibuatkan.
“Buat Gendis dodol.”
“Bodo, gue makan.” Panji nyelonong pergi, bisa dibilang berlari. Menjauh dari Azka yang mengejar dibelakang.
“Woy!”
Panji berkuliah di Universitas Sains Al-Qur’an jurusan Pengembangan IT bersama Azka, semester kedua. Mereka terkenal karena mereka termasuk mahasiswa pintar disana. Kelakuan mereka juga sebelas-duabelas mirip.
“Ka,” panggil Panji bisik-bisik.
“Apa?” Jawab Azka yang sibuk dengan ponsel pintarnya.
“Itu siapa si?” Melihat Azka yang makin sibuk dengan hapenya, Panji merampasnya paksa.
“Eh siniin,”
“Jawab dulu.” Azka ingin sekali menggigit pipi Panji yang membal itu, dia mirip cewek yang sedang minta penjelasan ‘kemana kamu tadi malam? Bersama siapa? Berbuat apa?’
“Iya-iya, apa? Mana? Siapa?” Tanya Azka lengkap.
Tanpa kata, Panji menunjuk dengan lirikkan matanya yang sipit. Tempat duduk melingkari tiang besar penyangga menjadi arah pandang Azka. Disana terlihat kumpulan cewek-cewek cantik nan modis, tapi Azka bingung mana yang dimaksud Panji.
“Yang pake poni cepak itu lho.” Mengerti apa yang tengah Azka rasakan. Panji menjelaskan kembali siapa yang dimaksud.
“Oh! Hanum.” Segera Panji membekap mulut Azka yang seenaknya bicara keras-keras. Untung saja lorong kampus sedang ramai orang, jadi suara Azka tidak menarik perhatian.
“Jan keras-keras bego.”
“Anyep tau nggak tangan lo.”
“Biarin, yang penting gue ganteng.”
“Iyuh,” oke, mereka mulai bicara tak jelas, melenceng dari hal yang seharusnya. “Emang kenapa sama Hanum, hah? Lo suka?”
“Enak aja, kenal aja nggak?”
“Terus?”
“Nabrak.”
“Serius ah!” Azka sudah kesal tingkat hard sekarang. Karena bicara dengan Panji itu kaya kena ‘oyot mimang’. Oyot mimang atau dalam bahasa indonesianya Akar mimang merupakan jenis kayu bertuah yang sudah tidak diragukan lagi energinya. Siapa saja yang kesandung atau melangkahi akar mimang ini maka orang tersebut akan merasa linglung dan tidak tahu arah. Nah, itulah yang dirasakan Azka saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Find The Way ✔
Novela Juvenil[SELESAI] Cerita tentang Gendis. Si gadis ceroboh dan petakilan. Dipenuhi masalah keluarga yang seperti tak ada habisnya bersama tiga Mamasnya. Kisah nano-nano yang mengelilingi dia. Tak lupa, kisah cinta dihidupnya. Atau mungkin takdir yang berbeda...