BAGIAN 30 - TUKANG SERVIS

144 24 35
                                    

Panji beserta motornya baru saja memasuki garasi. Setelah menjemput sang adik dari sekolah. Waktu sangat cepat berlalu, Gendis sudah mulai kembali masuk sekolah. Namun, dikejutkan dengan kehadiran seorang cewek, dengan memeluk laptopnya.

"Kak," panggilnya disertai senyuman manis.

"Dea, kenapa ya?" anak tetangganya, gadis kecil, yang masih duduk di bangku SMP kelas VIII, ini mendekat.

"Bisa benerin laptop nggak?" Panji menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Gimana ya?" Panji saja bingung. Iyasi, kalau ada error di laptop sendiri atau punya yang lain. Dia yang benerin. Dan syukurnya, jadi.

"Coba cek laptop aku dong kak. Kemarin, abis di servis, tapi error lagi, mana mahal lagi biaya servisnya." Curhatnya. "Kata mama, suruh bawa ke kakak. Siapa tahu bisa. Ntar kalau jadi, dibayar kok kak, sama mama tapi." Dea mengakhiri kalimatnya dengan cengiran kuda.

"Nggak usah mikirin bayaran kali, bilang sama mamamu. Jadi aja belom. Aku coba dulu, ya?" niat Panji menolong, bukan karena uang.

"Makasih kak. Ini." Dea menyodorkan laptopnya dengan bahagia.

"Iya, ntar kalau udah, aku anterin ke rumah."

"Oke kak, makasih banyak. Aku pulang dulu, kak. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

-WFTW-

"Punya siapa mas?" Gendis penasaran, mendekati Panji yang lagi ngutak-atik laptop di meja makan.

"Punya Dea," ujar Panji, dia masih serius menunggu laptop yang merestart sendiri setelah gagal proses ditengah jalan. "Ini mah, gagal booting."

"Apa? Bunting?" tak perlu menengok, Gendis bahkan sudah tersedak air minumnya sendiri. "Siapa yang bunting?"

"Booting Kula, booting. Bukan bunting." Kula terbahak keras. Gendis hanya mendengus pelan.

"Dek, ambilin jus dong." Perintah Kula. Dia makin semena-mena sekarang.

"Ambil sendiri ngapa."

"Adek yang paling deket ama kulkas, elah."

"Cih," meskipun kesal, tapi, tetap saja. Gendis mangkat, mengabulkan permintaan masnya itu. Dalam sekejap, dia menyajikan satu gelas jus jambu dihadapan Kula.

"Makasih, adekku sayang." Gendis tak menjawab. Dia kembali duduk di hadapan Panji, seraya mengetikkan sesuatu di ponselnya. Dia lagi chat sama Nunu. Sudah lama, tidak menghubungi satu sama lain.

"Dek," Gendis mendanga, menatap Panji, si pemanggil. "Mamah punya nomer mamanya Dea, kan? Gendis menganguk. "Mintain."

"Key," Gendis mulai menggerakkan jempolnya. Mengirimi mamah pesan, karena memang sedang keluar. Tak berapa lama, mamah membalas. "Nih," Gendis memberikan ponselnya. Panji langsung mengklik icon telepon.

"Halo, tante." Setelah itu, Panji menjelaskan sesuatu yang tak dimengerti Gendis maupun Kula. Pokoknya tentang masalah yang menimpa laptop Dea. Pembahasannya lumayan lama. "Oke, tan. Siap."

"Kenapa mas nggak buka usaha servis aja?" celetuk Gendis.

"Wih, adek pinter." Gendis ingin sekali menjambak Kula saat ini. Mbok yo serius, jangan bercanda melulu. "Tapi bagus juga, si. Kenapa nggak dicoba, Nji, jadi tukang servis?" Kula tergelak dengan kalimatnya sendiri.

"Asem lo." Panji menjambak rambut Kula. Membuat empunya teriak-teriak. Yes, dendam Gendis terlampiaskan berkat Panji. "Tempat servis udah banyak, yang terkenal juga udah ada. Mana butuh modal kali."

We Find The Way ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang