BAGIAN 14 - KETAHUAN TIDAK YA?

130 25 66
                                    

Gendis tersentak, dia bangun dari pembaringan, sudah waktunya subuhan rupanya. Badan mungilnya terasa seperti habis kerja rodi, pegel sana-sini. Gendis duduk di pinggiran kasur. Mijit-mijit tengkuknya yang mendadak kaku, kepalanya pusing.

Matanya menyapu seluruh ruangan. Ada yang aneh. Kedua kelopak mata itu dikedip-kedipkan. Tak ada perubahan, tangannya terangkat, dia gunakan buat mengucek matanya pelan.

"Apa gue kena miopia ya?" Gumamnya sendiri, penglihatan yang biasanya baik-baik saja itu, tiba-tiba buram. Tapi tidak lama. Tadinya hampir saja panic at the disco. "Gue perlu periksa mata nih."

-WFTW-

"Penglihatanmu baik kok. Atau kalau mau lebih jelas, ke dokter mata aja." Tutur dokter jaga di sekolah.

"Nggak perlu dok, cukup disini aja." Gendis nyengir kuda. "Terima kasih."

"Sama-sama."

Bukannya Gendis langsung percaya begitu saja. Dia kepikiran sih, buat ke dokter mata. Tapi, kalau Kula tahu pasti nanti banyak cing-cong. Cewek itu mengedikkan bahu, tandanya dia sudah yakin kalau dirinya baik-baik saja.

-WFTW-

"Serius amat Mas."

"Ini, kampus ngadain acara."

"Acara apaan?" Panji membeo.

"Bazaarnya anak-anak manajemen. Tapi, semua fakultas boleh pasrtisipasi. Minat? Sama buat donasi loh." Jelas Azka, melihat Panji sekarang jadi mengingatkannya sama Gendis. Sepertinya Gendis masih sembunyiin aktivitas barunya.

"Ntar kita beliin aja barangnya."

"Sip lah."

"Lo kenapa sih? Ada yang beda tahu nggak?" Panji menelisik wajah Azka.

"Apaan sih?" Azka mengalihkan wajahnya. Menghindari tatapan mata Panji.

"Lo lagi nyimpen rahasia ya?" Gendis gimana ini? Ketahuan tidak ya?

"Kalau iya kenapa?"

"Ya nggak papa, cuman, firasat gue rada nggak enak aja." Dasar Panji, yang memang mayoritas satu keluarganya tak pernah kepo urusan orang.

Mungkin memang hubungan batin seorang kakak ke adiknya ya? Firasat Panji sepertinya tepat. Cuma, Azka sudah janji jari kelingking sama Gendis. Demi menjaga kepercayaan saja sama dia. Meski bohongnya jelek. Mohon jangan ditiru.

"Rahasianya, gue suka sama adek lo."

"Itu bukan rahasia lagi buat gue dodol."

-WFTW-

"Gue harus ke rumah Nunu. Tapi kapan?" Sepanjang jalan menuju toko. Gendis ngomong sendiri dalam hati. Tanpa memperhatikan kanan-kirinya. Hampir saja menabrak orang-orang.

"Assalamu'alaikum Mbak."

"Wa'alaikumsalam. Tumben, agak telat." Gendis cuma menunjukkan senyum kakunya, lalu minta maaf. Dia meletakkan tas dan segera memakai rompi kebesaran minimarket itu. Tanpa sadar, dua orang di belakang Gendis yang sudah memperhatikannya sedari tadi, sejak Gendis melangkah masuk toko.

-WFTW-

"Hai Panji." Panji mendanga, matanya bertubrukan dengan cewek yang sudah duduk di depannya. Bukannya suudzon, tapi memang kelihatan dari gelagatnya. Cewek satu ini macam sedang ngejar-ngejar Panji.

"Lo, Hanum?" Tebaknya. Karena berkali-kali Panji berpapasan. Dan dia juga sering dapat titipan darinya lewat Azka, Azka juga kenapa mau saja. Tapi tak pernah dia terima. Bukan tidak menghargai atau kege-eran, tapi Panji rasa, jikalau dia terima. Seperti, layaknya Panji membuka lampu hijau untuknya. Dia tak pernah kepikiran buat pacaran juga. Kalau ada yang pas di hati, In Syaa Allah akan langsung dia lamar. Why not? Dia tidak mau menambahi dosa dengan pacaran. Tentu saja setelah dapat restu kedua belah pihak. Tak masalah juga jika masih sama-sama kuliah. Tak perlu takut tidak bisa memberi nafkah istri. Istri adalah pembawa rejeki tersendiri.

"Iya. Rajin banget ya lo?"

"Namanya juga mahasiswa. Nugas." Panji lanjut membaca contoh jurnal untuk referensi tugas salah satu makulnya. Tak henti Hanum -boleh dibilang- mengganggunya. Padahal di perpustakaan, dilarang bising. Tapi cewek satu ini ngoceh melulu.

"Tugas aja selalu di inget, apalagi cewek ya kan?"

Panji mengernyit. Merasa lucu dengan Hanum. Sepertinya otaknya overload. Perlu di bersihkan sampahnya. Panji sengaja tidak menggubris. Hanum benar-benar kelihatan agresif.

"Sori ya, kalau ganggu." Nah itu tahu kan? "Gue cuma mau ngobrol sama lo. Gue harap lo dateng pas bazaar nanti." Terang saja, dia gesrek promosi bazaar. Hanum memang anak manajemen. Tapi, tidak perlu segitunya kali.

"In Syaa Allah."

Alhamdulillah, lega. Akhirnya pergi juga. Panji benar-benar risih tadi. Rasanya seperti sedang digoda, hingga membuatnya istighfar dalam hati.

-WFTW-

"Perpusda udah pindah ya, dek?"

"Mas..."

-WFTW-

Terima kasih sudah membaca,

Salam hangat,
HOI

Wonosobo, 20 September 2018.

We Find The Way ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang