Jilid 15

1.6K 24 1
                                    

Oleh karena berpikir demikian, ia batalkan tekadnya hendak bunuh diri, dan sementara itu tangannya terdengar suara "Ser..." setelah hidungnya mengendus bau daging terbakar. Imam kecil itu sudah mulai menggunakan besinya yang panas untuk menyiksa lagi.

Ca Bu Kao tidak tega menyaksikan kekasihnya disiksa demikian rupa, sambil menggertak gigi melayang turun dan lari meninggalkan tempat itu.

Baru saja ia bergerak, Lui Hwa yang ditugaskan untuk menjaga tempat itu, sudah mengetahui, matanya lalu ditujukan ke arahnya, dan berseru sambil mengeluarkan suara bangga: "Budak hina Ca Bu Kao tunggu dulu, kau dari tempat sejauh ribuan pal, dua kali kau memasuki kuil Pho-hie-to-kwan dengan secara terang dan menggelap, bagaimana kau tidak meninggalkan ilmumu golongan Lo-hu-pay?"

Ca Bu Kao yang sudah bertekad hendak korbankan jiwa bagi kekasihnya, tetapi ia juga berusaha untuk mempertahankan kesuciannya, maka ia tidak menghiraukan tantangan Lui Hwa, ia tetap mengarahkan tenaganya, dengan menggunakan ilmunya meringankan tubuh, terus lari, sedang mulutnya menjawab dengan suara bengis:
"Kawanan manusia durhaka, kejahatan kalian pasti akan mendapat pembalasan jahat pula! Su-to Wie dan Ca Bu Kao, di masa hidupnya menjadi seorang gagah, mati juga akan menjadi setan gagah pula........."

Baru saja hendak meninggalkan tempat berbahaya itu, dari bagian lain tampak tiga bayangan orang mengejar padanya!

Ca Bu Kao mengira terjebak pula oleh pasukan tersembunyi Tiam-cong-pay, terpaksa ia mengertak gigi, baru saja ia hendak melawan secara mati-matian tetapi dengan tiba-tiba ia dapat lihat bahwa orang yang menuju ke arahnya itu adalah bala bantuan yang merupakan Say Han kong, Utie Khao dan Hee Thian Siang yang hendak membantu dirinya!

Melihat kedatangan ketiga bala bantuan itu, kesedihan dalam hati Ca Bu Kao kini telah meledak tak ampun lagi airmatanya mengalir ke luar, dan berkata kepada Say Han Kong bertiga dengan suara sedih:

"Say locianpwe bertiga sudah datang, ca Bu Kao meskipun mati juga tidak akan menyesal tapi kuminta supaya Say locianpwe bertiga suka membawa jenasahku keluar dari daerah Pho-hie to-kwan ini, atau kalau tidak biarlah musnahkan saja, sekali-kali jangan terjatuh ke tangan manusia-manusia berhati serigala ini, ca Bu Ka0 sekali pun mati juga akan masih merasa bersyukur dan berterima kasih kepada Say locianpwe sekalian!"

Ucapan tersebut baru keluar dari mulutnya, bibirnya tersungging senyuman getir, ilmunya Pan-sin cian-lek dikerahkan ke tangan kanan, lalu diangkat hendak memukul kepalanya sendiri.

Hee Thian Siang yang bermata jeli secepat kilat sudah mencegah maksud ca Bu Kao, ia bertanya dengan perasaan heran:

"Bibi Ca, mengapa kau hendak mengambil jalan pendek?"

Semula Ca Bu Kao yang ditanya itu wajahnya menjadi merah, tetapi kemudian dengan sinar mata yang tajam ia menjawab dengan suara lantang:

"Aku dengan Liong-hui Kiam-kek Suto Wie, sudah bersumpah sehidup semati, sekarang dia sudah mati di tangan ketuanya yang juga merangkap menjadi suhengnya, yang ternyata tidak mempunyai perikemanusiaan!"

Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu juga terkejut, ia bertanya pula dengan hati cemas, "Bibi Ca, Liong-hui Kiam-kek Suto Tayhiap mati di mana? Dengan cara bagaimana kau tahu?"

Ca Bu Kao membalikkan dirinya dan menunjuk bangunan aneh itu seraya berkata:
"Aku tadi telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri, ia disiksa dengan besi panas di dalam kamar tahanan itu, sekarang barangkali sudah putus jiwanya."

Pada saat itu Lui Hwa tidak maju mengejar lagi hanya dengan sikap sangat tenang berkata dengan suara pelahan kepada Thiat-kwan Totiang yang baru keluar dari kamar tahanan. Tetapi di sekitar Say Han Kong, Oe-tie Khao Hee Thian Siang dan Ca Bu Kao berdiri, entah dari mana datangnya orang-orang begitu banyak yang sudah mengurung dengan senjata terhunus!

Makam Bunga MawarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang