Tham Eng juga seorang yang sangat cerdik, ia tahu tindakannya yang terlalu ter-gesa2 hendak merebut kemenangan, sudah kehilangan posisi terlebih dahulu, jikalau pikir hendak melawan tantangan lawannya dengan kekerasan, jangankan diri sendiri masih belum mempunyai keyakinan dengan kekuatannya sendiri, walaupun berhasil menghantamnya, tetapi sang lawan pasti akan mengejar dan melancarkan serangannya dengan beruntun, dengan demikian ia sendiri pasti akan menjadi bulan2an dari serangan hebat lawannya. Maka ia terpaksa menggunakan ilmunya untuk menyalurkan kembali kekuatan tenaga dalamnya yang sudah di kerahkan, dan badannya lompat melesat setinggi delapan kaki.
Hee Thian Siang tertawa terbahak2, dengan gerakan yang sangat cepat sudah mendesak maju, selagi hendak mencecer serangannya kepada Tham Eng, tiba2 terdengar suara Pek-kui Sian-cu dari samping: "Thamji, sudahlah hentikan seranganmu! Bocah yg bernama Hee Thian Siang ini bener2 memiliki kepandaian yang berarti, kau bukan tandingannya, tidak perlu di langsungkan lagi!"
Tham Eng yang mendengar ucapan gurunya, dengan perasaan agak berat lompat keluar dari barisan Pek-kut-cheng, lalu bertanya kepada suhunya: "Suhu berkata demikian, apakah itu adil? Muridmu belum merasakan dia jauh lebih kuat daripada muridmu sendiri!"
"Seranganmu yang pertama tadi sudah tidak berhasil. Apakah itu belum cukup untuk membuktikan bahwa lawanmu itu memiliki kekuatan tenaga dalam yang hebat sekali? Dan seranganmu yang kedua tadi kau sudah menyerang ke tempat kosong, apakah belum cukup untuk membuktikan betapa gesit dan lincah gerakan bocah itu? Seranganmu yang ketiga, belum sempat kau keluarkan sudah di sambut oleh kibasan lengan baju yang mengandung serangan hawa Ceng-Khie, sehingga kau harus lompat mundur delapan kaki jauhnya, apakah itu belum cukup untuk membuktikan betapa cerdik dan gesit dia dalam menghadapi serangan lawan? Dari 3 jurus pertandingan itu, aku telah memberikan keputusan dengan adil. Kekuatan tenaga pemuda itu kira2 masih tinggi dua bagian darimu, siapa yang akan menang dan yang akan kalah sudah jelas keadaannya, perlu apa masih akan dilanjutkan lagi?" Berkata Pek-kut Sian-cu sambil tertawa.
Oleh karena keadaan memang demikian sebenarnya, maka Tham Eng yang mendengar penjelasan itu mukanya menjadi merah serta menundukkan kepala tak berani membuka mulut lagi.
Dalam hati Hee Thian Siang juga merasa malu sendiri, sebab ia tahu benar jikalau ia tidak mendapat warisan tenaga dari Duta Bunga Mawar, bagaimana ia dapat melawan gadis she Tham ini? Barangkali baru diserang pertama saja sudah tak sanggup melawan lagi.
Dengan perasaan sangat malu Tham Eng pergi ke samping, memerintahkan para pelayan wanita menggotong dua balok es dengan perapian yang apinya menyala, serta dua belas butir biji It-yap-cie, dimasukkan dalam perapian itu, Pek-kut Sian-cu lalu berkata kepada Hee Thian Siang:
"Di lembah Cu-tek-kok ini, selamanya belum ada orang luar datang kemari. Aku yang berdiam di sini juga sudah lama merasa kesepian, maka sekarang hendak kugunakan kesempatan ini untuk coba2 denganmu dengan menggunakan api bara ini"
Hee Thian Siang tahu bahwa dia sedang menghadapi persoalan yang sangat sulit meskipun ia masih menganggukkan kepala sambil tersenyum, tapi matanya terus di tujukan kepada api yang menyala dan dua balok es besar yg di letakkan di situ, dalam hatinya diam2 merasa heran, entah pertunjukkan macam apa lagi yang hendak dilakukan oleh Pek-kut Sian-cu. Pek-kut Sian-cu berkata pula sambil tertawa: "Kau tak usah khawatir, latihan ilmu Hian Kang sejenis ini hanya tergantung lama tidaknya waktu latihannya, sedikitpun tidak boleh dipaksa. Usiamu dan usiaku selisih terlalu jauh, sudah tentu tidak dapat disamakan, maka tidak perlu kau meniru perbuatanku seluruhnya, kau boleh melakukan seberapa banyak mungkin, itu sudah cukup, juga merupakan suatu hasil yang lumayan!" Setelah berkata demikian ia lantas duduk di atas balokan es yang setebal dua kaki dan panjangnya kira2 empat kaki.
Hee Thian Siang mengerti bahwa ilmu Hian-kang semacam itu bukan saja harus tahan hawa dingin, tetapi juga harus bisa duduk di atas es, dan jangan sampai es yang diduduki itu jadi lumer, itu berarti suatu syarat mutlak. Maka ia juga ikut duduk dibalokan es, dengan mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Makam Bunga Mawar
ПриключенияCerita Silat ini mengisahkan tentang Hee Thian Siang yang keblinger pada seorang gadis kangouw yang hanya pernah dilihatnya dari jarak jauh. Untuk itu ia pergi ke ke sebuah tempat keramat yang dinamakan "Makam Bunga Mawar" konon setiap waktu yang di...