Jilid 23

1.5K 21 0
                                    

Su-to Wie menjura dalam-dalam kepada Hong Tim Ong-khek, katanya: "May tayhiap seorang bijaksana, jikalau bersedia memberi bantuan supaya aku dapat melanjutkan kedua keinginan itu maka seumur hidupku tak akan melupakan dirimu".

"Dalam hal ini adalah kerelaanku sendiri, maka kau juga tak perlu terlalu banyak adat, juga tak perlu merasa hutang budi kepadaku. Biar kusembuhkan dulu luka-luka mu, sampai dimana parahnya !" Berkata May ceng ong sambil menggoyang-goyangkan tangan.

Sehabis berkata demikian, ia lalu memeriksa urat nadi Su-to Wie, setelah itu ia bertanya: "Lukamu ini memang benar-benar sangat parah, sebetulnya agak sukar memulihkan kembali kekuatan dan kepandaianmu. Tetapi agaknya masih ada sedikit harapan bagimu, Apakah pada waktu belakangan ini kau pernah makan obat mustajab yang jarang ada ?"

Su-to Wie lama berpikir, kemudian baru menjawab: "Aku ? Kecuali di tanah kuburan dibukit buleng san, makan sebutir obat pil warna merah yang diberikan oleh orang aneh yang tak mau unjukkan diri, belum pernah memakan obat lainnya !"

"Barangkali obat pil warna merah yang kau makan itu mempunyai khasiat besar, tetapi orang aneh yang kau temukan tetapi tak mau unjuk diri itu, siapakah orangnya ?" berkata May Ceng Ong sambil menganggukkan kepala.

Su-to Wie sendiri juga belum tahu siapa namanya dan bagaimana rupanya orang aneh yang pernah menolong dirinya secara menggelap itu, oleh karenanya, selama itu masih menjadi pikirannya. Tetapi dua orang itu berpikir lama sekali, masih belum dapat mengetahui siapakah orangnya itu ?

Akhirnya May Ceng ong berkata sambil menggelengkan kepala: "Siapa adanya orang itu, untuk sementara kita tidak perlu mencari tahu lagi, lebih dulu aku hendak membawamu ke lembah Leng cio kok dan aku akan berusaha menyembuhkan luka-lukamu !"

Sehabis berkata demikian, lalu ia mengajak Su-to Wie pergi menuju ke lembah tersebut, Su-to Wie dengan bantuan orang yang memiliki kepandaian luar biasa seperti May ceng ong, sudah tentu tak takut lagi segala rintangan alam pegunungan itu.

Tak lama kemudian tibalah mereka didalam satu lembah yang terkurung lebat oleh pohon-pohon cemara dan lain-lainnya yang sudah tua umurnya, juga keadaan itu dari luar tampaknya seperti sebuah rimba lebat.

Su-to Wie yang memperhatikan keadaan di sekeliling lembah itu, lalu berkata kepada May ceng ong: "May taihiap, inilah barangkali yang dinamakan lembah Leng cui kok."

"Benar, di sini adalah tempat yang dinamakan lembah Leng cui kok itu, juga suatu tempat yang tadinya hendak kugunakan untuk menghabisi nyawaku sendiri dengan jalan menggantung diri." berkata May seng ong dengan suara sedih.

Buka kepalang terkejutnya Su-to Wie mendengar ucapan itu. Tanyanya: "May taihiap, untuk apa kau kandung maksud demikian?"

Wajah May ceng ong terlintas senyum, jawabnya: "Waktu aku datang kemari memang pernah ada pikiran demikian, tetapi sekarang aku tak ingin mati lagi !"

"Perubahan pikiran May Tayhiap ini apakah lantaran diriku?"

"Bukan lantaran kau, sebab sebelum aku ketemu denganmu, aku telah berhasil merebut sebuah barang!"

Suto Wie semakin heran, pikirnya; "Dengan kedudukan seperti May ceng ong, bagaimana merebut barang orang ?"

Pikiran itu masih belum terjawab, May ceng ong dari sakunya sudah mengeluarkan sebuah bunga aneh berwarna merah dan diberikan kepada Su to Wie seraya berkata: "Kenalkah kau, ini bunga apa?"

Su tu Wie mengamat amati bunga itu, hanya merupakan bunga berwarna merah yang bentuknya seperti bunga teratai, ketika diendus bau harum menusuk ke hidung dan saat itu pikirannya kembali jernih, maka buru buru dikembalikan kepada May ceng ong, katanya: "Bunga ini, apakah bukan bunga yang dinamakan bunga teratai merah swat lian yang menjadi impian setiap orang rimba persilatan?"

Makam Bunga MawarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang