Jilid 32

1.4K 22 1
                                    

Oleh karena Hee Thian Siang telah mendapat kenyataan bahwa Liok Giok jie demikian gelisah sehingga hampir membunuh dirinya sendiri suatu bukti betapa besar cintanya kepada dirinya; maka ia pikir tak perlu ber-pura2 lagi. Selagi hendak bangkit untuk menghibur gadis itu, tetapi setelah mendengar ucapan demikian dari Tiong-sun Seng, maka terpaksa menutup pernafasannya lagi, dengan tenang menantikan perintah Tiong-sun Seng selanjutnya. Sebab apabila ia bertindak gegabah, dikhawatirkan akan menggagalkan rencana Tiong-sun Seng.

Liok Giok Jie ketika mendengar keterangan Tiong-sun Seng, bahwa Hee Thian Siang belum mati, kedukaannya lenyap seketika, tetapi kemudian disusul oleh perasaan malunya kepada dirinya sendiri, maka sesaat kemudian ia lantas bergerak dan lompat melesat sejauh empat tobak: Thian-gwa Ceng-mo lalu berkata padanya sambil tertawa: "Nona Liok, mengapa hendak pergi ter-gesa2? Mengapa tidak menunggu Hee Thian Siang sadar kembali, baru pergi?"

Liok Giok Jie tidak menghentikan kakinya, dengan beruntun tiga kali bergerak sudah berada ditempat sejauh dua puluh tombak. Kemudian dengan kekuatan tenaga dalamnya, menjawab pertanyaan Tiong-sun Seng: "Terima kasih atas usaha locianpwe yang sudah menolong jiwa Hee Thian Siang dari ancaman bahaya maut, tetapi Liok Giok Jie sudah tidak ingin bertemu muka lagi dengannya, ditambah lagi dengan pertentangan antara ayah dan ibu, hal itu membuat Liok Giok Jie berada dalam kesulitan dan penderitaan batin yang hebat. Untuk selanjutnya, Liok Giok Jie hendak menghabiskan sisa hidupnya sebagai murid Buddha yang setia, Liok Giok Jie hendak mencari suatu tempat yang sunyi dan tenang, untuk melewatkan sisa hidupnya!"

Sehabis berkata demikian, kembali bergerak dan sebentar sudah menghilang dari pandangan mata Tiong-sun Seng.

Tiong-sun Seng memandang ke arah berlalunya Liok Giok Jie, dan berkata sendiri dengan hati pilu: "Dalam dunia memang banyak hal2 yang tak menyenangkan, hati anak perempuan memang sudah di jajaki."

Sementara itu Hee Thian Siang yang masih rebah di tanah sudah tidak dapat mengendalikan perasaannya lagi. Dengan menggunakan ilmunya menyampaikan suara ke dalam telinga, ia bertanya kepada Tiong-sun Seng: "Locianpwe, aku sudah terlalu lama mati, apakah sekarang sudah boleh hidup lagi?"

"Liok Giok Jie sudah menghilang dan tak diketahui kemana jejaknya. Sudah tentu kamu boleh bangun, tetapi pembicaraan yang dilakukan tadi, kau tentunya sudah dapat mengerti bahwa kemenakan perempuanku yang dirinya patut dikasihani dan luar biasa aneh asal usulnya itu, besar sekali cinta kasihnya terhadap dirimu!"

Hee Thian Siang menarik napas lega. Ia melompat bangun, dan dengan wajah ke-merah2an bertanya kepada Tiong-sun Seng: "Locianpwe, ucapan Liok Giok Jie sebelum berlalu dari sini agaknya bersedih hati lantaran diriku. Ia pikir, mungkin hendak menyucikan diri."

"Meskipun ia pernah menyatakan bahwa kepergiannya kali ini hendak mencari tempat yang tenang, untuk menyucikan diri, tetapi itu kan lantaran kau!" Berkata Tiong-sun Seng sambil menggelengkan kepala.

"Lantaran siapa?" Bertanya Hee Thian Siang.

Tiong-sun Seng menatap wajahnya sejenak, jawabnya lambat2: "Lantaran ibunya sendiri Siang-swat Sian-jin Leng Biauw Biauw dengan ayahnya Hong-tim Ong-khek May Ceng Ong!"

Hee Thian Siang ingat bahwa Liok Giok Jie dulu memang pernah mengutarakan penderitaan batinnya lantaran pertentangan antara ayah dan ibunya.

Tiong-sun Seng berkata pula: "Hingga saat ini ayah dan ibunya masih merupakan musuh yang hampir saja tidak mau mengalah satu dengan yang lain, Liok Giok Jie sebagai anaknya, dengan sendirinya tak bisa bertindak membantu di pihak ibunya untuk membunuh ayahnya, juga tak bisa berpihak kepada ayahnya untuk membunuh ibunya, ia juga tidak mampu membujuk kedua orang tuanya, dengan sendirinya hanya meninggalkan mereka berdua yang dianggapnya sebagai satu2-nya jalan yang se-baik2nya."

Makam Bunga MawarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang