part 28

2.2K 132 3
                                    

Jarum jam di kamar Elya sudah menunjukkan pukul 2 pagi, namun gadis itu masih juga terjaga dalam tidurnya, bagaimana ia bisa tidur disaat pikirannya selalu tertuju pada Jace, apakah pemuda itu juga memikirkannya. Ah itu tidaklah mungkin, jika dia memikirkan seseorang, itu pastinya adalah Erlyn, gadis periang dan menyenangkan yang selalu ramah pada setiap orang, bukan dirinya yang notabennya adalah mantan, yang hanya bisa menyakiti perasaan lelaki itu dengan perkataan kejamnya.

+++

Tok tok tok...

Suara ketukan pintu membangunkan Elya yang baru saja terlelap satu jam lalu, gadis itu berusaha bangun, walau matanya sedikit berkunang-kunang, dan kepalanya terasa pusing karna kurang tidur.

"Sebentar," ucapnya lirih, sambil melangkah pelan menuju pintu.

"Kau baik-baik saja El," tanya Nina cemas, melihat paras putrinya yang sangat pucat.

"Aku tidak apa-apa mah, hanya sedikit pusing," jawab Elya sambil tersenyum, untuk mengurangi kekhawatiran mamanya.

"Kau mandi dulu lalu ke bawah, kita sarapan bersama sebelum pergi, gunakan pakaian casual saja, karna mama sudah menyiapkan pakaian untukmu buat disana nanti."

"Iya, mah."

"Jangan lupa minum obat dan vitamin sesudah sarapan nanti," ucap Nina lagi. Wanita itu langsung berbalik pergi meninggalkan putrinya, suara langkah kaki Nina semakin menjauh dari kamar Elya, dan menghilang di balik tangga.

Keriuhan di lantai bawah terdengar, saat Elya menapaki kakinya menyusuri anak tangga, entah mengapa perasaan asing merambati dirinya, ia merasa tidak pantas berada dalam kebahagiaan mereka.

"Elya kemarilah," panggil Nina senang, wanita itu sedang sibuk menyajikan sarapan pagi. Asap putih tampak mengepul dari beberapa mangkuk bubur ayam yang tersaji di atas meja.

Elya melangkah ragu, disana sudah nampak rombongan keluarga Jace yang sudah memenuhi hampir seluruh meja.

Meja makan di rumah Elya kebetulan berukuran besar, dengan dua belas kursi yang mengelilinginya.

Elya menduduki salah satu kursi, berada tepat di samping Tania yang sedang menikmati segelas teh hangat.

"Hai sayang, bagaimana khabarmu," sapa Tania lembut, sambil tersenyum hangat pada Elya.

"Baik tante," sapa Elya sopan.

Elya lalu meraih semangkuk bubur yang telah tersaji di hadapannya, meniupnya sebentar sebelum mulai memakannya.

"El, mau pake sambel?" tanya Fanya yang duduk berseberangan dengannya.

"Sedikit saja," ucap Elya, sambil meraih mangkuk berukuran kecil dari tangan Fanya.

Selesai menyajikan sarapan, Nina segera duduk di samping Elya dan mulai memakan buburnya.

Elya mengangkat wajahnya saat merasa di perhatikan, tatapannya langsung beradu dengan Jace yang tengah menatap gadis itu.

Pemuda itu tampak biasa saja saat Elya memergokinya, dan kembali melanjutkan sarapannya dengan tenang, berbeda dengan Elya yang resah dan tidak dapat meredakan detakan jantungnya yang berpacu cepat seperti hilang kendali.

Tepat pukul setengah enam, rombongan mereka sampai di gedung tempat diadakannya ijab kabul, sekaligus acara resepsi.

Dengan kaki sedikit bergetar, Elya mengikuti rombongan tersebut memasuki area gedung yang masih dalam keadaan sepi.

"Elya, ayo ikut mama," ucap Nina sambil menarik Elya menuju ruangan yang terpisah dari para rombongan.

"Kita mau kemana ma?" tanya Elya heran.

"Ke ruang rias, mama sudah menyiapkan perias untukmu disana," ucap Nina santai.

"Tapi mengapa kita tidak bergabung bersama dengan yang lain?" tanya Elya heran.

"Ruang rias disana sudah terlalu penuh, jadi kau akan di rias disini."

Nina berhenti di depan pintu putih bertuliskan kamar rias, disana sudah menunggu dua orang wanita dewasa berkebaya yang langsung menyambut Nina dengan ramah.

"Dia yang mau di rias ya bu, cantik sekali," puji wanita berkebaya hijau itu kagum.

"Nah Elya kau disini saja ya, mama akan kembali lagi nanti," ucap Nina lembut, sebelum pergi meninggalkan ruangan tersebut.

Elya pov

Perias berkebaya hijau itu langsung meriasku cekatan dengan di bantu asistennya, bereksperimen pada wajahku dengan menyapukan kuas berbagai bentuk dan ukuran disana, menghiasi kelopak mataku dengan mengaplikasikan kombinasi warna yang membuat mataku terlihat lebih indah, dan semakin menegaskannya dengan eye liner berbentuk pinsil, sebelum menata rambut pirang panjangku, dengan mencepol  rambutku sendiri membentuk sanggul modern.

Dan kini aku sudah terlihat sempurna dengan kebaya berwarna pastel, yang pas  sekali melingkupi lekuk tubuhku, seperti di ciptakan khusus untukku.

Lama aku terdiam sendiri di ruangan ini dengan perasaan campur aduk, dua perias tadi menghilang entah kemana setelah mendandaniku, sedang mama belum juga kembali sejak tadi. Apa mereka semua melupakanku.

Tidak lama mama datang menjemputku, oh syukurlah.

Aku memasuki ruangan megah itu dengan perasaan resah, sebagian besar tamu undangan sudah nampak berkumpul.

Kakek Bram juga berada di sana, dalam balutan batik berwarna agak gelap, di meja khusus keluarga bersama dengan yang lain.

Dari jauh aku melihat kak Jace duduk berhadapan dengan seorang penghulu dalam balutan pakaian berwarna pastel, membuat hatiku bertambah resah.

Ya Tuhan, apakah aku sanggup melihat semua ini.

"Ayo Elya," ucap mama menyadarkaku, aku kembali melangkah bersama mama, tapi...  Kenapa mama malah menuntunku ke arah kak Jace.

Aku semakin bingung saat mama menyuruhku untuk duduk di samping kak Jace, ada apa ini sebenarnya, dan di mana Erlyn?

Fikiranku terasa kosong, dan aku seperti tak memijak bumi, saat penghulu itu memintaku untuk mencium tangan Kak Jace, dan menyatakan kami sudah sah menjadi suami istri.

Apa aku terlalu banyak berharap, hingga bermimpi seperti ini?

+++

"Selamat ya El," ucap Erlyn riang, sambil memeluk Elya yang masih terlihat bingung.

"Sebenarnya ada apa ini?" ucap Elya meminta penjelasan.

"Ya, kamu sekarang jadi istri kak Jace. Gimana?  Udah gak galau lagi kan," ucap Erlyn sambil cekikikan.

"Tapi, bukankah kamu yang akan menikah dengan kak Jace?" tanya Elya yang masih nampak kebingungan.

"Siapa yang bilang," tanya Erlyn menggoda.

"Tapi kau dan Kak Jace?"

"Mangkannya, jangan sok jual mahal dengan bilang gak cinta, aku tuh sama kak Jace sengaja ngerencanain ini, biar kamu sadar kalau kak Jace itu sangat berarti buat kamu El," jawab Erlyn santai, saat ini mereka berdua sedang berada kembali di ruang rias.

"Tapi bagaimana denganmu Lyn, bulankah kau sangat mencintai kak Jace," ucap Elya sendu.

"Cinta kan gak harus memiliki El, apalagi kak Jace cintanya cuma sama kamu,"

"Maafkan aku Lyn aku... "

"Loh kenapa kamu harus minta maaf, tapi jujur aku sempet kesel sama kamu, karna udah maksa kak Jace buat nerima aku, apa kamu fikir aku bahagia dengan kebohongan ini, jangan jadikan penyakitku sebagai alasan kau untuk mengorbankan perasaanmu dan kak Jace. Kau lihat sendirikan aku tetap baik-baik saja," ucap Erlyn lembut.

"Erlyn," ucap Elya terharu sambil memeluk saudaranya erat.

TBC

Menggapai cinta Jace (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang