Diary 3 - Kamu siap?

9.1K 10 0
                                    

• $ • $ • $ •

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

• $ • $ • $ •

Nggak lama setelah itu...

Saya pun langsung membuka kedua sarung tangan kulit yang saya kenakan lalu melemparnya ke sembarang tempat, berjalan agak cepat ke arah Laressa, sambil agak melindungi mata ini dengan tangan kanan saya dari silaunya cahaya² lampu di pagar belakang rumah kami.

Pasalnya lampu sorot di halaman belakang ini dia hidupkan semua. Essa memang keterlaluan...

Seiring saya berjalan kearahnya, hanya satu pasang mata saja yang kerap memperhatikan derap langkah ini, and that's my nephew—yang dalam diamnya, dia tersenyum menyeringai, seakan - akan dia sudah tahu reaksi apa yang akan saya munculkan kepada Laressa di tengah malam ini.

Apakah saya akan menamparnya? Kita liat aja nanti...

Saat sudah berada didekat Laressa, diantara gaduhnya dentuman musik yang masih mengalun keras ini, saya mendekat ke telinganya, lalu berbisik, "Essa..., this isn't outdoor party in Jakarta. Nggak ada norma sosial yang menyuruh kamu pesta jam segini, hari begini, (waktu itu weekday, seingat saya) jam segini..."

"Apalagi kalau belum izin mau ngadain pesta dulu..., malu, ah, nggak enak sama tetangga," ucap saya lembut, mencoba menjelaskan kepadanya tentang karakteristik bertetangga di perumahan yang rasanya sangat tertutup ini.

And yeah, saya baru ingat, aturan nomor satu bagi para penjahat kelamin sejati—seperti saya ini, salah satunya adalah jangan-pernah-menampar-wanita.

Kenapa? well, karena, biarkan saja mereka yang menampar kami... Hahahahahaha.

....

"But honey...." keluh Essa panjang, rasanya dia kecewa sama saya, dan melihat responnya yang murung seperti itu, saya jadi nggak tega untuk membubarkan pestanya ini. Maka cepat² lah saya mengatakan sesuatu sama dia.

"Nanti kita fine dining, deh. Just, just turn it low this time, ada keponakan kecilku juga tuh dari keluarga oma Tien. Malu, nggak enak sama dia, niatnya kan mau bertamu, bukan sebaliknya." jelas saya sambil mengarahkan jari telunjuk ini ke arah sepupu saya yang sejak tadi sudah duduk di ujung sana.

"Ah.., okay kalogitu, siap, laksanakan." jawabnya cepat dan sigap.

This girl, this girl is the climax in my sweet, sexy life...., dan saya ada penjelasan yang konkrit di balik statement seperti itu, because i swear. Secuil pun, saya nggak pernah nyesel karena telah memilih Essa, ya gimana enggak? dia cerdas setengah mati!

....

"And really, honey? fine dining?" ucapnya lagi, sebelum dia ingin beranjak, agak kurang yakin dari nada berbicaranya itu.

"Ya, real, otherwise kamu bakal makan di warung pecel lele bareng sama diriku," desis saya sambil menggigit empuk daun telinganya. Whew, saya hampir nggak sadar kalau kami sedang intim di tengah² keramaian ini.

Diary Seorang Womanizer (PK) - On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang