LMBYRW 6

2K 83 14
                                    

Aku menatap ibu yang sedang merajut kaus kaki untuk ayah. Salah satu hobi ibu adalah merajut. Jadinya ya seperti itu, secara rutin itu menjahit kaus kaki ayah padahal sudah tak terhitung jumlahnya di lemari. Kalau ditanya tentang alasan kenapa harus kaus kaki, ibu akan menjawab dengan simpel: kalau dirajutkan sesuatu, ayah hanya akan mau memilih kaus kaki.

Sambil tetap menatap ibu, pikiranku memutar ulang pertanyaan Delia saat di kantor, "Sebenarnya apa sih alasan orang tuamu sampai mau nerima lamaran pak Syarif? Dari cerita kamu, pak Syarif menawarkan cucunya ke kamu setelah kamu nangis-nangis karena menolak dia. Sementara ibumu aja maksa-maksa kamu untuk menerimanya."

Aneh memang, aku tidak pernah bertanya tentang itu pada ibu atau ayah. Aku terlalu menyibuki perasaanku dan kesuraman masa depanku daripada penasaran atas asal mula kejadian perjodohanku ini. Keilfilanku pada pak Syarif dan keluarganya telah berhasil mengalihkan perhatianku dan membuatku serasa orang bodoh. Menghindar, menghindar, dan menghindar. Aku jadi seperti terpasung di dalam kehidupanku sendiri. Aku tidak bebas.

"Bu," panggilku karena tidak tahan lagi mempertanyakan alasan itu pada ibu.

"Ada apa, Rei?" tanya ibu tanpa menoleh padaku, masih sibuk pada benang rajutannya.

"Bu, sebenarnya bagaimana ceritanya pak Syarif bisa kenal sama Reina sampai dia melamar Reina waktu itu?"

Entah kenapa aku menahan napas saat ibu menoleh. Tatapannya tajam menghunus, tapi aku dapat melihat gurat keraguan yang jelas di sana. "Itu-" Ibu menghela napas berat."-sebenarnya-" Ibu menghela napas lagi. "-kamu... ah, kamu bisa tanyakan ayahmu. Ibu ngantuk, mau tidur."

Bukannya menjawab, ibu malah melarikan diri ke kamar. Rajutannya yang belum selesai ditinggalkan begitu saja. Loh? Loh? Kenapa ibu dilanda panik seperti itu? Sepertinya ada yang tidak beres. Bagaikan tokoh utama di film-film detektif, aku mulai menyambung-nyambungkan ketakutan ibu pada adegan-adegan yang pernah kulalui bersama pak Syarif dan keluarganya. Tapi aku tidak berhasil mendapatkan petunjuk apa pun. Yang muncul dalam ingatanku malah ekspresi genit pak Syarif dan pak Han yang tertawa pada tabletnya. Ini semua tidak bisa dibiarkan. Aku pun bergegas mencari ayah agar semuanya jelas malam ini juga.

Aku menemukan ayah meringkuk di sudut sofa ruang tamu. Hal ini sangat asing bagi penglihatanku karena ayah yang biasanya selalu duduk tegap memancarkan jiwa penuh kharisma. Langkah kakiku menuntunku ragu menuju ayah.

"Siti, anak kita akan menikah. Aku akan mantu, Sit." Terdengar bisikan ayah. Hatiku terenyuh karenanya. Ayah yang tidak pernah kulihat mengeluh sebelumnya, ayah yang tidak pernah banyak bicara, sekarang menunjukkan sisi lemahnya di belakang orang-orang.

"Aku akan dipanggil kakek tak lama lagi. Aku sudah tua, Sit.... Aku sudah tua...." Ayah terisak lalu membenamkan wajahnya ke lututnya yang ditekuk.

Di sini, aku terkesima dan berhenti tidak jauh dari posisi ayah yang tengah berbicara sendiri sambil menyebut-nyebut nama almarhumah ibuku.

"Aku sudah tua, Sit, tua...." Ayah mengulang perkataannya lagi, dan itu membuatku semakin terkesima. Yang dikeluhkan ayah sebenarnya apa?

Karena merasa tidak dapat menenangkan ayah yang bahunya sudah bergetar, aku mengurungkan niatku untuk bertanya perilah asal muasal pak Syarif bisa datang melamarku. Aku tidak menyangka saja. Kukira ayah sedang menangisiku karena akan menikah, mendengar bagaimana bisikan pertama ayah yang membuatku terharu. Tapi ternyata... ayah menangisi dirinya sendiri karena takut tua?

"Aku tua, Sit... aku tua secepat ini...." Sekarang suara ayah semakin keras.

Kurasa memang sebaiknya aku tidur saja.

*

*

Handoko menepikan mobilnya. Dibukanya kaca mobil mewah itu sehingga ia dapat menghirup udara segar dini hari. Ia merasa bersyukur karena hatinya sudah lebih tenang dari sebelumnya. Sejak tadi malam ia terus dihantui ketakutan. Mimpi yang menghiasi tidurnya berhasil membuatnya terbangun dengan keringat dingin yang bercucuran. Matanya sayu karena kurang tidur. Sementara itu, kakeknya memperburuk keadaan dengan menceritakan kisah-kisah mistis malam pertama padanya. Handoko merasa terpuruk.

Let Me Be Your Real Wife [Repost, Rewrite]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang