LMBYRW 13

398 25 2
                                    

Sekeluarnya aku dari kamar mandi, pak Han tidak ada. Pakaian yang tadi telah kusiapkan untuknya kini sudah berpindah posisi di atas kopor. Ingat itu membuat kepercayaan diriku hilang saja. Tapi sisi lain hatiku bangkit dan membujukku agar aku bisa berpikiran positif, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian.

Aku mengedarkan pandangan ke sekitar kamar, mencari tanda-tanda atau petunjuk mengenai keberadaan pak Han. Aku kan belum terlalu mengenalnya, bisa saja dia punya kebiasaan bersembunyi di tempat-tempat tak terduga. Atau... dia sedang cuci mata memandangi papa-papa macho yang ada di tempat fitnes? Tidak, jangan sampai itu terjadi!

Tidak akan kubiarkan!

Segera kuambil ancang-ancang mencari keberadaan pak Han. Di saat itu pula pintu kaca di ujung kamar bergeser terbuka. Muncullah pak Han dengan rambut acak-acakan yang agak basah-dan bergerak pelan terkena angin malam. Ternyata dia dari balkon. Ah, aku lega sekali.

"Udah selesai mandi?" tanya pak Han basa-basi, tanpa mengalihkan pandangan dari layar smartphone-nya. "Ayo jalan-jalan."

Hotel ini berada tidak jauh dari rumahku. Jaraknya kalau tidak salah lima belas sampai dua puluh menit naik kendaraan. Jadi tidak ada artinya jalan-jalan bagiku di daerah sekitaran hotel ini. Semua yang ada sudah sering kulihat. Aku berniat menolaknya saat tiba-tiba pintu kamar diketuk kencang. Aku dan pak Han sama-sama berjengit kaget.

"Yuhuuu! Cleaning service! Buka pintunya dong, Bapak, Ibu, yang ada di kamar pengantin!"

Suara cempreng itu membuatku melirik malas ke arah pintu, berkebalikan dari pak Han yang seketika tersenyum mengabaikan game di smartphone-nya. "Biar saya yang buka," katanya.

Aku juga nggak mau membuka pintu itu, sahutku dalam hati.

"Ini cleaning service! Tolong buka pintunya, dong!"

"Iya, iya, sabar, Mbak Klining Serfis!" seru pak Han seraya membuka pintu. Aku hanya diam memperhatikan semua gerakannya.

Setelah pintu dibuka, masuk dua gadis kembar bersama dua orang balita di belakang mereka.

"Yeee! Ketipu!" Si kembar nomor satu, Beautiful, bersorak kegirangan di hadapan pak Han yang tersenyum nyaris tertawa di depan pintu.

Selanjutnya terjadilah hal-hal yang sesuai dengan perkiraan. Mereka melakukan percakapan lebay yang tak mampu kujelaskan dengan kata-kata. Aku enggan terlibat apalagi ikut ambil peran di dalamnya.

"Bi Tipul, Bi Pretty, ayo jalan-jalan." Salah seorang balita yang dibawa Beautiful dan Pretty menarik-narik tangan keduanya, menghentikan aksi drama mereka. "Paman Putro, ayo jalan-jalan."

Wow, padahal dia masih kecil sekali. Bisa kuperkirakan usianya baru menginjak tiga atau empat tahun. Tapi dia sudah bisa melafalkan bunyi 'r' dengan baik.

Aku melihat balita-balita lucu itu di pesta tadi, tapi tidak terlalu memperhatikan. Yang aku ingat, mereka adalah anak-anaknya mbak Wati, kakak perempuan pak Han dan si kembar Beautiful-Pretty. Ternyata mereka sungguh menggemaskan, terlihat mungil, dan pipi mereka gembil kemerahan minta diunyel-unyel. Kemudian aku kepikiran sesuatu. Apakah balita-balita ini juga mewarisi gen menyebalkan dari nenek moyang keluarga pak Syarif?

"Yaudah, kalau gitu, ayo Reina, kita jalan-jalan sama mereka," tukas pak Han secara sepihak. Dia dengan santai menggendong balita yang paling kecil lalu berjalan ke luar kamar diiringi teriakan alay Beautiful.

Pak Han, rambutmu itu belum disisir! Jaketmu juga ke mana? Masa mau jalan-jalan cuma pakai piyama? Aku ingin berujar padanya, tapi dia sudah menghilang menyisakan jejak kakinya saja.

Let Me Be Your Real Wife [Repost, Rewrite]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang