LMBYRW 3

1.6K 67 4
                                    


"Yang, ini maksudnya apa?"

Aku melemparkan surat pengunduran diri ke arah Budi-pacarku-yang kutemukan di meja manajer tadi. Budi menggaruk-garuk leher sambil menatapku galau.

"Kamu gak ada cerita apa-apa sama aku, terus kenapa tau-tau udah ngajukan surat pengunduran diri? Mau kemana kamu?!" Aku menyerang Budi tanpa memberinya kesempatan untuk menjelaskan. Aku telanjur kesal. Dia yang dulu sibuk mengingatkanku tentang pentingnya menceritakan apapun yang kurasakan dan kualami padanya. Dia bilang, itulah gunanya kekasih, tempat berbagi. Ternyata dia menjilat ludahnya sendiri. Dia yang berkata, dia yang melanggar. "Apa maksud semua ini?!"

"Yang, itu..."

"Kamu udah gak betah kerja bareng-bareng aku?!"

"Bukan, Yang...itu-"

"Oh, atau kamu merasa kalau aku ini udah gak penting lagi, jadi kamu gak mau cerita?!"

"Yang-"

"Atau kamu merasa aku ini bodoh dan gak bisa ngasih masukan apa-apa?!"

"Reina! Hentikan sikap kekanakanmu!"

Aku terkejut mendengar bentakan Budi. Dia tidak pernah membentakku sebelumnya. Hal itu membuat pikiran-pikiran negatifku semakin mewabah. Semua berseliweran memenuhi pikiranku tentang Budi.

"Sayang, dengar, aku minta maaf." Budi mengembuskan napas panjang sebelum melanjutkan, "Aku gak sanggup menceritakan alasan yang sebenarnya kenapa aku harus pindah."

"Gak sanggup apanya?!" ujarku. Suaraku mulai bergetar. Entah kenapa perasaanku jadi tidak enak. "Gak usah sok drama kamu! Aku tau itu cuma alasan kamu aja!"

Apa Budi terkena penyakit mematikan jadi dia harus resign dan terpaksa pindah untuk melakukan perawatan intensif di rumah sakit? Tidak, Budiku sayang, Budiku malang. Aku akan jadi orang yang paling sedih kalau itu benar-benar terjadi. Bukan, ibunya pasti akan jadi orang yang paling sedih, dan aku akan jadi orang paling sedih setelah ibunya.

"Aku terpaksa, Yang." Budi menatap langit-langit. Setelah itu ia mondar-mandir, dan kembali menatap langit-langit. "Aku dapat pekerjaan di luar kota... dan aku akan menikah."

Hening.

Aku ingin menangis, tapi tidak bisa. Ingin berteriak tapi rongga dada mendadak sesak. Aku mencoba bertanya dengan suaraku yang terdengar kaku, "Terus yang mau kamu nikahi itu... bukan aku?"

Budi diam saja.

Bagai disambar petir rasanya, aku tidak bisa menggerakkan tubuh sama sekali. Kepalaku juga terasa berat.

"Sial," umpatku. "Ini gak lucu sama sekali."

"Aku serius. Makanya aku gak sanggup cerita ke kamu. Ini gak seperti yang kuperkirakan," jelas Budi tanpa menatapku.

Kucoba untuk mengingat tanggal hari itu. Ulang tahunku masih lama bukan, sih? Lalu kenapa Budi bertingkah gila dengan pengakuannya itu? Dia bilang dia akan menikah! Aku tidak bisa berpikir jernih lagi. Aku ingin menamparnya atau memukulnya atau apalah untuk menyalurkan kekesalanku. Tapi tenagaku seolah lenyap. Aku terjatuh. Semua gelap.

*

Karena kebanyakan mengkepoi akun Instagram Budi Penghianat dan istrinya, aku jadi terngiang pada mimpi burukku 8 tahun lalu. Budi Penghianat menjadi satu-satunya alasanku resign dari Big FM. Kenangan tentangnya sangat banyak di sana. Aku terlalu lemah untuk mencoba pura-pura tegar dan bahagia di atas kebahagiaan mantan pacarku bersama perempuan lain.

Aku menarik napas panjang dan mulai men-scroll up ulang album foto akun Instagram Budi Penghianat dan istrinya. Semua foto yang dipostingnya bersama istrinya adalah foto-foto alay. Pegangan tangan, tersenyum ke arah entah mana, saling bertatapan, suap-suapan, tempel-tempelan. Captionnya apalagi. Aku selalu dibuat geleng-geleng kepala membaca caption di setiap postingannya. Alay mutlak.

Let Me Be Your Real Wife [Repost, Rewrite]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang