LMBYRW 12

337 21 0
                                    



Handoko menatap Reina ketika fotografer sewaan pak Syarif meminta mereka untuk saling berhadapan dan berpegangan tangan. Ia menahan diri agar tidak refleks menarik tangannya lalu mengelapnya dengan sapu tangan yang tersimpan di kantung jasnya. Sebuah kebiasaan yang selalu dilakukannya setiap kali tangannya harus menyentuh orang lain selain keluarganya. Ia risih, itu saja. Ia sendiri tidak tahu mengapa bersentuhan dengan orang lain membuatnya merasa kotor. Dulu bahkan lebih parah. Tidak cukup dengan sapu tangan, ia juga akan menyemprotkan hand sanitizer ke telapak tangannya berulang-ulang. Tapi untungnya, keinginannya untuk mengelap tangan tidak terlalu menuntut kali ini.

Reina awalnya enggan mengikuti instruksi. Ia melengos menatap ke sana kemari. Tapi karena menyadari Handoko tidak mengalihkan pandangan sama sekali, Reina memutuskan untuk bekerja sama. Meski ogah-ogahan, Reina akhirnya membalas tatapan Handoko.

Mereka berakhir saling diam dan bertatapan, membiarkan si fotografer memotret sesuka hati.

Mata Handoko perlahan bergerak menyusuri penampilan Reina secara keseluruhan. Reina juga terpaku pada Handoko. Di mata Reina, Handoko benar-benar berbeda. Wajah tegang dan tangan kakunya yang berkeringat terabaikan berkat wujudnya yang terlihat tampan dan berkharisma. Atau mungkin, Reina tidak pernah benar-benar memperhatikan rupa Handoko sebelumnya, karena terbawa perasaan jengkel, ilfil, dan sebagainya.

Sementara itu, Handoko cukup senang melihat penampilan Reina yang sangat memukau. Periasnya tentu sudah begitu berpengalaman sehingga bisa menyulap Reina menjadi jauh lebih berkilauan daripada biasanya. Handoko yang walaupun tetap tidak merasa tertarik, mengakui sisi terang dari wanita yang telah menjadi istrinya itu. Mata Handoko seperti disejukkan dengan pemandangan wajah Reina yang sangat cantik setelah didandani. Perasaan gelisahnya jadi sedikit demi sedikit terobati.

"Reina, bulu matamu tiba-tiba jadi panjang hari ini," kata Handoko sambil tersenyum tipis, maksud hati ingin memuji. "Habis pakai produk Wak Doyok berapa lama?"

Handoko tidak tahan berdiam diri terlalu lama. Ia sudah beberapa minggu tidak bertemu Reina, tidak berdebat dengan Reina, tidak menyindir Reina. Bahkan Reina tidak pernah mengangkat panggilan telponnya menjelang hari pernikahan mereka. Handoko masih sedikit dihantui mimpi buruknya, namun ia tidak lupa bahwa ia juga merindukan Reina.

Tapi Handoko tidak mengerti, entah bagian mana yang salah dari kata-katanya. Sebab Reina malah menekuk wajah dan mencubit tangannya. "Reina, ada apa?" tanyanya bingung.

"Bilang aja kamu mau ngejek dandanan saya yang kayak badut Mampang ini, Pak." Reina berdecak kesal. Wajah Handoko terlihat menyebalkan lagi di matanya. Seakan-akan pemikirannya tentang Handoko yang tampan dan berkharisma hanyalah bualan semata. "Ini bulu mata palsu! Bapak mau saya tebas pakai bulu mata ini?"

Handoko menggeleng sungguh-sungguh. "Kamu nggak seperti badut, Reina. Mana ada badut sebagus ini."

"Jadi Bapak membandingkan saya sama badut?"

"Bukan begitu maksud saya...."

"Permisi, Mas, Mbak." Si fotografer tampak ragu menengahi perdebatan remeh Reina dan Handoko. Tidak, bukan, si fotograger tampak ragu mengganggu kemesraan Reina dan Handoko-setidaknya seperti itulah yang terlihat olehnya. Ia bermaksud mengarahkan pose untuk sesi foto selanjutnya. Dan pikiran itu muncul dalam kepalanya. "Bisa kalian berpelukan?"

Reina yang lebih cepat bereaksi, menolak perintah si fotografer sepenuh hati, "Nggak bisa."

Fotografer itu ingin mengatakan sesuatu. Tapi kata-katanya terhenti dan memuai bersama keterkejutan saat pak Syarif, Beautiful, Pretty, Wati dan keluarganya, berbondong-bondong memonopoli Reina dan Handoko untuk mengambil foto-foto sebagai konsumsi pribadi.

Let Me Be Your Real Wife [Repost, Rewrite]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang