LMBYRW 20

327 22 2
                                    

Aku sedang membaca buku catatanku yang pernah kuisi topik-topik menarik yang bisa kubahas dengan Han, serta kalimat-kalimat gombalan yang kuadaptasi dari drama jablay kesukaan ibu. Lucu sekali. Aku merasa bodoh dan tidak berguna. Ibu menyelipkan asal buku catatan ini di antara baju-bajuku sebelum aku pindah. Dan saat membukanya lagi setelah cukup lama diangguri, aku menyadari bahwa aku tidak punya bakat selama ini. Tapi aku bisa merangkai kata-kata sampah di buku catatanku sendiri.

Aku tidak ingat ekspresiku saat menuliskan kalimat-kalimat gombalan receh ini. Tapi kalau aku benar-benar ingin menghapalkan dan menyampaikan kalimat-kalimat ini pada Han... urat maluku harus dijamin putus terlebih dahulu.

** Bapak tahu nggak perbedaan MAPALA versi lagunya Judika sama MAPALA versi saya? Kalau MAPALA versi Judika itu MAma PApa LArang, kalau MAPALA versi saya itu MAri PAk haLAlin saya.

** Pak, saya boleh minta tolong, nggak? Tolong berhenti menatap saya. Lebih baik bapak menatap masa depan kita bareng saya.

** Pak, ada sesuatu di wajah bapak. Itu, ada sesuatu. Ada tulisan 'jodohku' yang tak kasat mata tapi hati saya bisa membacanya.

** Pak, olahraga apa yang mengingatkan saya sama bapak? Judoku (jodohku) itu kamu.

** Pak, kalau saya nyebut nama pak Han saya suka khilaf. Khilaf untuk melanjutkan. Karena nama panggilan pak Han memanjang sendiri di kepala saya. Pak Han-tui aku dengan cintamu, dong.

** Bapak tahu nggak perbedaan bola lampu sama bola mata saya? Kalau bola lampu itu bercahaya menerangi ruangan, kalau bola mata saya itu bercahaya memancarkan cinta untuk bapak.

** Pak, kenapa air di lautan sana rasanya asin? Karena yang manis itu air lautan cinta saya untuk bapak.

** Bapak tahu nggak makanan kesukaan saya? Makanan kesukaan saya itu mie. Bukan mie instan atau mie ayam. Tapi mie-kirin kamu setiap hari.

Aku tidak kuat melanjutkan. Semakin kubaca, kumpulan kalimat-kalimat gombal ini membuatku ingin mengeluarkan air mata. Aku geli pada diriku sendiri, ibu, ayah.... Aku menggigil sambil memegangi buku catatanku.

Beautiful terlihat menarik kopernya susah payah. Aku kesulitan menduga apa isi kopernya sehingga dia bisa keberatan seperti itu. Sedangkan menarik aku dan mengangkat nakas yang berat saja dia kuat. Matanya menusuk tajam pada Pretty yang sibuk sendiri memotret setiap inci perabotan yang ada di rumah ini. Mereka akan pulang malam ini. Tinggal menunggu Han kembali dari kantor untuk berpamitan.

Aku menyingkirkan buku catatanku, meletakkannya di sela-sela tanaman lidah mertua yang menjadi dekorasi di dekat sofa. Aku berniat membantu Beautiful yang kesulitan membawa kopernya menuruni anak tangga dari kamarnya menuju ruang tamu. Begitu aku bangkit dari dudukku, dalam langkah pertamaku, aku dibuat melongo oleh kemunculan pak Syarif yang seolah-olah hadir dalam adegan slow motion.

Let Me Be Your Real Wife [Repost, Rewrite]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang